Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah… (QS Ali Imran [3]: 110).
Kaum Muslimin adalah umat terbaik yang ditakdirkan Allah untuk mengelola alam ini secara adil dan seimbang. Realitasnya, umat Islam seakan raksasa tidur yang tak sadar akan kondisi lingkungannya. Gurita korupsi di tingkat elite, peredaran narkoba menggerogoti tunas bangsa, pergaulan bebas (free sex) menodai kehormatan manusia, tipu muslihat politikus merebut kuasa, hingga tingginya tembok pemisah antara si kaya dan si miskin papa. Suatu fenomena yang jauh dari kehidupan ideal umat beragama.
Menyikapi persoalan itu, umat Islam mesti bangkit, bersatu padu untuk menjalankan ajaran Islam secara kaffah. Kita patut merenungkan perintah Allah kepada Nabi SAW di awal dakwahnya menghadapi masyarakat jahiliyah Makkah. Firman-Nya, Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (QS al-Muddatstsir [74]: 1-7).
Paling tidak ayat di atas mengandung enam pesan sebagai motivasi bagi umat untuk bangkit menjadi umat terbaik. Pertama, memberi peringatan. Kita mesti berani untuk berjuang menegakkan kebenaran. Terutama para ulama dan umara, harus memberi peringatan kepada umat agar tidak melakukan keburukan yang merusak citra Islam.
Peringatan yang disampaikan mengandung ancaman tentang bahaya dari kondisi masyarakat yang jauh dari nilai-nilai agama. Tentu, dimulai dari rumah tangga. Orang tua mesti memberi peringatan kepada anaknya secara tegas dari sikap dan pergaulan yang bertentangan dengan perintah Allah SWT.
Kedua, mengagungkan Tuhan. Setiap aktivitas umat mesti dilakukan untuk membesarkan nama Allah, bukan justru merendahkan dan melecehkan ajaran agama. Mengagungkan Tuhan juga bermakna menghilangkan rasa ego dan keangkuhan pada diri manusia. Bukankah murka Allah pertama kali ditimpakan kepada makhluk yang sombong bernama iblis?
Ketiga, membersihkan pakaian. M Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menyebut, pakaian bisa berarti jiwa, hati, keluarga, dan istri. Ini makna mazazi. Umat harus membersihkan diri dari sifat-sifat tercela. Umat harus mengikis penyakit jahiliyah yang tertanam di hatinya, termasuk dari anak, istri, dan keluarganya. Jika jiwa telah bersih, penampilan pun akan dipandang serasi. Setelah itu, akan memberi efek positif terhadap masyarakat luas sehingga terwujud baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Keempat, meninggalkan perbuatan dosa. Kebangkitan umat mesti diwujudkan dalam perilaku yang anti terhadap kemungkaran dan kezaliman. Meskipun kezaliman itu seakan telah populer di tengah-tengah masyarakat, umat harus hijrah dari kebiasaan itu. Kelima, jangan memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
Ayat ini menegaskan bahwa umat harus bangkit dengan dasar keikhlasan. Maka tak perlu pamer, tak perlu mengharap pujian dari orang. Berilah yang terbaik, pasti Allah yang membalasi dengan imbalan kebahagiaan (QS Muhammad [47]: 47).
Keenam, sabar menjalankan perintah Allah SWT. Setiap perjuangan untuk membangun kekuatan dan peradaban umat pasti mendapat banyak tantangan. Sebab, tidak semua orang menginginkan kebenaran menjadi panglima dan acuan bermasyarakat. Apalagi Islam, tidak jarang ada kelompok yang fobia (takut) terhadap Islam. Berbagai upaya dilakukan untuk melecehkan, merendahkan, dan mem-bully umat Islam yang konsisten dengan ajaran yang dibawa Nabi SAW.
Di sinilah dibutuhkan kesabaran. Sabar dalam arti tahan ujian, bermental kuat, tak mudah menyerah, dan siap menanggung berbagai risiko yang ditimbulkan. Lagi-lagi umat harus bersatu padu pula agar kesabaran itu kuat tertancap dalam dada umat Islam. Maka bangkit dan jadilah umat terbaik. Wallahu a’lam
Oleh: Muhammad Kosim