Bulan Syawal menjadi momentum beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam. Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah RA terjadi di bulan Syawal. Beberapa peperangan, seperti Khandaq, Uhud, dan Hunain, juga terjadi di bulan ini.
Salah satu tonggak bersejarah lainnya dalam bulan Syawal adalah kelahiran imam besar dalam bidang hadis. Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari atau yang terkenal dengan sebutan Imam Bukhari lahir di bulan Syawal.
Sang Imam lahir tepatnya pada 13 Syawal 194 H di Bukhara, sebuah daerah di tepi Sungai Jihun, Uzbekistan. Ayahnya, Ismail, adalah seorang ulama yang saleh. Bukhara, yang juga disebut sebagai daerah Ma Wara an-Nahr, memang banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan Muslim.
Selain Imam Bukhari, beberapa ulama yang lahir di Bukhara adalah Abdul Rahim bin Ahmad al-Bukhari dan Abu Hafs al-Bukhari. Imam Bukhari lahir dengan lingkungan yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu. Sejak kecil, Imam Bukhari sudah menunjukkan bakat-bakat kecerdasan.
Ketajaman ingatan dan hafalannya melebihi anak-anak seusianya. Saat berusia 10 tahun, Imam Bukhari berguru kepada ad-Dakhili, seorang ulama ahli hadis. Sang Imam tidak pernah absen belajar hadis dari gurunya itu.
Setahun kemudian ia mulai menghafal hadis Nabi SAW. Saat itu ia sudah ditunjuk untuk mengoreksi beberapa kesalahan penghafalan matan maupun rawi dalam sebuah hadis yang diucapkan gurunya. Pada usia 16 tahun ia sudah mengkhatamkan hafalan hadis-hadis di dalam kitab karangan Waki al-Jarrah dan Ibnu Mubarak.
Imam Bukhari tak berhenti hanya belajar pada satu guru saja. Siapa pun dia jika dipandang memiliki kapasitas dalam sebuah hadis akan dijadikan guru meski orang tersebut adalah temannya sendiri. Imam Bukhari disebut memiliki lebih dari seribu guru. Ia sendiri pernah berujar bahwa kitab fenomenalnya, Jami’as as-Sahih, dikumpulkan dari menemui lebih dari 1.080 guru pakar hadis.
Pengarang Fathur Bari, sebuah kitab yang mensyarah Sahih Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani mengungkapkan, guru-guru Imam Bukhari bisa dibagi menjadi lima tingkatan. Mulai dari para tabiin hingga kawan-kawan seangkatan yang bersama-sama menimba ilmu hadis.
Imam Bukhari dikenal sangat objektif dalam memberi penilaian terhadap para gurunya itu. Penilaian ini dimaksudkan untuk menentukan dapat diterima atau tidak sebuah hadis yang ia dapatkan.
Imam Bukhari terkenal gigih dalam memburu sebuah hadis. Jika ia mendengar sebuah hadis, maka ia ingin mendapat keterangan tentang hadis itu secara lengkap. Ia harus bertemu sendiri dengan orang yang meriwayatkan hadis tersebut. Dalam mengumpulkan hadis-hadis itu, Imam Bukhari melanglang buana mulai daerah Syam, Mesir, Aljazair, Basra, menetap di Makkah dan Madinah selama enam tahun, Kufah, dan Baghdad. Tak jarang beliau bolak-balik ke tempat tersebut karena mendapati keterangan baru atau hadis baru.
Perjalanan panjang itu akhirnya membuat sang Imam dapat mengumpulkan sedikitnya 600 ribu hadis. Dari angka tersebut, 300 ribu di antaranya dihafal. Hadis-hadis yang dihafal itu terdiri dari 200 ribu hadis tidak sahih dan 100 ribu hadis sahih.
Jumlah yang banyak itu tidak lantas dimasukkan semua dalam Sahih Bukhari. Dari 100 ribu hadis yang sahih, ia hanya mencantumkan 7.275 hadis dalam kitab tersebut. Jumlah ini diseleksi dengan metode yang sangat ketat. Karena itu, tak mengherankan jika para ulama menempatkan Sahih Bukhari sebagai kitab pertama dalam urutan kitab-kitab hadis yang muktabar.
Selama hidup, selain Jami’as as-Sahih, Imam Bukhari juga menulis kitab-kitab lain seperti Tarikh as-Sagir, Asami as-Sahabah, al-Kuna, dan al-‘Illal yang kesemuanya membahas tentang hadis.