JANGANLAH Anda meninggalkan sedekah karena khawatir harta milik akan berkurang. Rasul Shalallaahu `alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah harta itu berkurang karena disedekahkan.” Bahkan bersedekah itu dapat menyebabkan kekayaan dan keluasan, serta menolak kemiskinan dan kesusahan. Sedangkan tidak mau bersedekah malah menyebabkan sebaliknya, yaitu menarik kemiskinan dan menghilangkan kekayaan.
Allah Ta’ala berfirman: “…Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Saba’ [34]: 39).
Ketahuilah bahwa orang miskin yang bersedekah dengan harta yang jumlahnya sedikit lebih utama dibandingkan sedekah banyak dari orang yang kaya raya. Nabi bersabda: “(Pahala) satu dirham dapat melebihi seribu dirham.”
Beliau ditanya: “Bagaimana bisa seperti itu?” Rasul bersabda lagi: “Ada seseorang yang hanya memiliki dua dirham lalu salah satunya digunakan untuk sedekah. Dan ada lagi seseorang yang karena melimpah hartanya, dia bersedekah seribu dirham. Maka yang satu dirham itu dapat melebihi yang seribu dirham.” Maka satu dirhamnya orang yang tak berpunya itu lebih utama dibandingkan dengan seribu dirhamnya orang yang kaya raya.
Di antara akhlak yang tercela dan dilarang adalah melecehkan dan menghina orang fakir karena kefakirannya. Padahal orang fakir itu adalah syiarnya (simbol) para nabi, perhiasannya orang-orang yang tulus (wali), dan sekaligus kebanggaan mereka. Dengan demikian, memandang rendah mereka, meremehkan hak-hak mereka, mengutamakan orang-orang kaya karena mengharapkan dunia mereka, maka itu semua merupakan tindakan jahat yang tercela dan berbahaya.
Hendaknya Anda berhati-hati dalam masalah ini. Hormatilah manusia dari sisi karena mereka telah mengagungkan Allah dan Rasul-Nya, juga karena mereka telah menegakkan agama-Nya dan mengetahui hak-hak Allah Ta’ala. Tak peduli apakah mereka itu fakir atau kaya.
Benar, orang-orang fakir dibandingkan dengan orang-orang kaya dalam kaca mata agama memang memiliki nilai lebih. Ini karena kefakiran mereka, penderitaan mereka, serta sedikitnya orang yang menghargai mereka. Lain halnya dengan orang-orang kaya. Sesungguhnya mental-mental kerdil –yang dimiliki oleh kebanyakan manusia– mendorong mereka menghormati orang-orang kaya. Semua itu karena dunia yang mereka miliki. Di mata orang-orang yang bermental kerdil, harta adalah di atas segala-galanya.
Hendaknya Anda menyedekahkan dan menginfakkan sesuatu yang Anda sukai. Niscaya Anda akan mendapatkan kebajikan. Allah Ta’ala berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai…” (Aali `Imraan [3]: 92).
Menurut para ulama penafsir Al-Qur’an, yang dimaksud dengan kebajikan di sini adalah surga. Hendaknya Anda juga mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan Anda sendiri. Artinya, Anda memiliki sesuatu benda yang diperlukan, namun Anda mengalah karena ada saudara muslim lainnya yang juga memerlukannya. Dengan sebab inilah Anda akan termasuk orang-orang yang beruntung.
Dalam hal ini Allah Ta’ala telah berfirman: “…dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr [59]: 9).
Gembirakan orang-orang yang meminta di depan pintumu. Sesungguhnya orang yang datang itu merupakan hadiah dari Allah untukmu. Dia berhak untuk diberi, meskipun dia datang dengan berkuda. Sebagaimana telah dijelaskan dalam riwayat hadits. Setidak-tidaknya tolaklah dengan cara yang halus.
Senangkan juga dirimu saat memberi kepada peminta tersebut meskipun kerap kali dia datang untuk meminta. Sesungguhnya Rasulullah menyambut peminta dengan tangannya yang mulia. Karena Allah Ta’ala juga mengambil sedekah dari tangan pemberi dengan tangan-Nya yang suci sebelum sedekah itu jatuh di tangan orang yang meminta, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits.
Bahkan Allah Ta’ala juga berfirman: “Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” (At-Taubah [9]:104).*/Syaikh ‘Abdullah bin ‘Alawi Al Hadad, dari bukunya Pancaran Iman Seorang Muslim.