Kepala Subdit Perencanaan Anggaran Operasional dan Pengelolaan Aset Haji Kementerian Agama (Kemenag) Sunaryo mengatakan, biaya operasional haji selama ini tidak pernah mengalami penurunan.
“Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang dibayar oleh pemerintah kepada pihak layanan haji tidak pernah turun. Biaya operasional haji total tahun 2016 mencapai Rp 9,2 triliun, sedangkan tahun 2017 naik menjadi Rp 12,5 triliun, jadi tahun 2017 setiap jamaah dikenakan biaya sebesar Rp 60 juta,” kata Sunaryo dalam Peresmian Kantor Kas CIMB Niaga Syariah di Kementrian Agama Kota, Jakarta Timur, Rabu (27/9).
Tetapi, kata Sunaryo, yang dibayarkan langsung dari kantong jamaah hanya Rp 34,890 juta. Sedangkan, kekurangannya dibayarkan dari dana optimalisasi nilai manfaat setoran awal. Artinya, setiap jamaah haji 2017 mendapat subsidi Rp 26 juta. Jika dikalikan dengan jumlah jamaah haji yang berangkat tahun ini sebanyak 204 ribu, maka total subsidi sebanyak Rp 9,9 triliun.
Dari data tersebut, menurut Sunaryo, jelas biaya haji selalu naik. Belum lagi biaya yang dikeluarkan setiap pemerintah daerah yang bervariasi sesuai kemampuan masing-masing.
Selama ini terjadi simpang siur terkait dana haji yang disimpan. Selama dana haji tersimpan di Kemenag, lanjut Sunaryo, belum pernah satu kalipun digunakan untuk investasi infrastruktur secara langsung.
Dana haji yang dikelola hanya dalam bentuk deposito, giri, dan sebagiannya menjadi surat berharga negara. Sesuai dengan UU BPKH, dana haji dapat dikelola oleh Kemenag dan dapat diinvestasikan langsung untuk infrastruktur. “Biaya subsidi merupakan dana sebagian jamaah yang belum berangkat, yakni dana optimalisasi sebagian dana setoran awal jamaah haji yang belum berangkat, ” jelas Sunaryo.
Sesuai UU BPKH Nomor 13/2008 Pasal 3 ayat 1, setoran awal dikelola oleh Kemenag dengan mempertimbangkan nilai manfaat. Kemenag diberi kuasa mengelola dana BPIH termasuk dana dari jamaah haji yang belum berangkat.