Dari seluruh negara yang memberangkatkan warganya ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji, Indonesia mendapat kuota tertinggi. Adapun alasan pemerintah Arab Saudi memberikan kuota lebih tinggi kepada Indonesia yaitu karena Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim yang terbanyak di dunia.
Namun, kuota ini tidak permanen, setiap tahun kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi. Realitasnya, banyak calon jamaah haji Indonesia yang telah mendaftarkan diri namun harus menunggu keberangkatan sekitar 7 hingga 19 tahun kemudian.
“Kuota segitu, daya tampung juga tidak bisa dipaksakan. Masjid di Saudi masih direnovasi. Di samping keterbatasan tadi yang menjadi catatan masyarakat kita. Biro haji kita tidak bisa ditampung,” ungkap Ketua Umum Majelis Pengurus Pusat Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfudinusai mengisi diskusi dengan topik persiapan pelaksanaan haji yang digelar di Hall Dewan Pers, di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Minggu (30/8).
Dengan adanya masa tunggu akibat kuota yang terbatas, Ade berharap kepada calon jamaah yang telah mendaftarkan diri agar menggunakan masa tunggu tersebut untuk belajar tentang ilmu haji (spiritual). Hal ini diungkapkan lantaran ada jamaah yang mengalami kesulitan saat menunaikan ibadah haji di Arab Saudi lantaran belum memahami lebih dalam ilmu spiritual.
“Masa tunggu itu masa persiapan diri, ilmu manasik yang disiapkan. Jadikan bagian dari persiapan.” imbuh Ade,
“Inikan efeknya kepada pembinaan. Di mana jamaah sudah terdaftar itu harus dalam pembinaan. Jadi haji itu bukan sekedar haji tapi ilmunya pak,” tutup Ade.
sumber Merdeka.com