Umat Islam berada di puncak kekuatan. Bersama 10 ribu pasukan, Rasulullah Muhammad saw. berbondong-bondong menuju kota Mekkah.
Sudah delapan tahun Rasulullah meninggalkan kota kelahirannya itu demi menghindari kejaran kafir Quraisy dan menghimpun kekuatan di Madinah. Kini, kondisi telah berbalik. Jumlah pengikut Nabi jauh lebih banyak ketimbang lawan.
Mendengar kabar kedatangan rombongan, masyarakat Quraisy gentar. Selain kekuatan yang sudah tak lagi imbang, mereka juga digelayuti perasaan takut dan sesal.
Masyarakat Quraisy berpikir, para pemeluk Islam yang dulu pernah dianiayanya itu akan menuntut balas. Yang terluka akan membalas melukai, yang dirampas, akan mengambil hartanya kembali.
Kengerian itu kian menjadi, ketika salah satu dari rombongan, Saad ibn Ubadah berteriak dari gerbang Tanah Haram, “Al yaum, yaum al malhamah! (Hari ini, hari pembalasan).”
Penduduk Mekkah panik, mereka berlarian mengunci pintu-pintu rumah. Sementara salah satu petinggi mereka, Abu Sufyan, dengan perasaan nekat menghampiri Nabi dan rombongan.
“Akankah engkau menuntut balas kepada saudara-saudaramu, Ya Muhammad,” tanya Abu Sufyan kepada Nabi, memelas.
Para sahabat di sekeliling Rasulullah geram. Betapa mereka ingat kezaliman yang dilakukan Abu Sufyan, Abu Lahab, dan para petinggi Quraisy lainnya ketika mereka diketahui telah masuk Islam.
Sebagian dari keluarga mereka disiksa hingga meninggal dunia, harta bendanya disita, serta yang masih bisa bertahan diusir ke luar kota Mekkah.
Akan tetapi, Nabi mengajarkan Islam bukan sebagai agama balas dendam. Namun, sebagai agama kasih sayang.
Rasulullah bersabda, “Inna hadza al yaum laisa yaum al malhamah, walakinna hadza al yaum yaum al marhamah! (Sesungguhnya hari ini bukanlah hari pembantaian, melainkan hari kasih sayang).
Rasulullah pun mencampakkan Abu Sufyan dan meminta para sahabat untuk tidak menyakiti dan merusak apa pun. Nabi bergerak ke arah kakbah, mengeluarkan berhala-berhala dan menghancurkannya. Bilal ibn Rabbah diperintah mengumandangkan azan, salat jamaah dilaksanakan.
Begitulah saat Islam membebaskan kota Mekkah pada 10 Ramadhan 8 H. Hari yang dikenal dengan Fathu Makkah itu, menjelma sebabak penaklukkan dengan tanpa sedikit pun ada kekerasan, kezaliman, dan pertumpahan darah.
Sumber: Disarikan dari Nurul Yaqin Fi Sirati Sayyidil Mursalin karya Syeikh Muhammad ibn Afifi Al Khudari Al Bajuri