Saat ini penelitian membuktikan bahwa DNA babi dekat dengan DNA manusia, meski DNA paling dekat dengan manusia adalah simpanse. Sehingga banyak eksperimen transplantasi pun banyak dilakukan menggunakan DNA babi. “Pemikiran saya, ketika seseorang memakan sesuatu yang memiliki DNA yang mirip dengan dirinya, maka dapat dianggap sebagai kanibal,”jelas dia.
Dampak dari kanibal secara teori evolusi adalah sulitnya mereka untuk berkembang sehingga mengakibatkan kepunahan pada akhirnya. Terry juga menjelaskan contoh lain dari Alquran yang menjadi petunjuk bagi orang yang berpikir. Di dalam Alquran terdapat ayat sunnatullah, hukum alam tetang pergantian siang dan malam.
Bagi orang yang berpikir, tentu mereka akan mencari secara logis bagaimana siang dan malam dapat muncul bergantian. Tentu mereka akan mengamati benda-benda langit yang menjadi petunjuk tanda-tanda alam tersebut.
Sebagai peneliti Fisika nuklir, Terry berusaha untuk menjadi ilmuwan yang sejalan dengan keyakinannya sebagai Muslim. Banyak buku-buku yang dipelajarinya untuk menambah keimanannya sebagai seorang ilmuwan.
Tiga buku yang menjadi favoritnya adalah buku //Bible, Quran and Sains Modern tulisan Maurice Bucaille. Buku ini menjelaskan bahwa tidak ada kontradiksi antara Islam dan ilmu pengetahuan modern.
Kedua, buku Perjuangan Melawan Ortodhoksi dalam Islam karangan Abdus Salam. Dia menyebut rel agama dan rel sains berjalan di jalan berbeda.
Abdus Salam bersama Steven Weinberg merupakan penerima nobel Fisika. Karya sumbangsihnya pada penemuan persatuan lemah dan interaksi elektromagnetik antara unsur dasar, termasuk, inter alia, perkiraan arus netral lemah.
Abdus Salam merupakan seorang Muslim yang semakin bertambahnya usia semakin bertambah keimanannya. Namun Weinberg fisikawan Amerika yang sebenarnya Yahudi, menjadi Atheis karena pemikirannya.
Ini membuktikan bahwa agama apapun, sains terlepas dari agama. “Rel mereka terpisah meskipun satu kali dapat bertemu, tetapi jika bercampur maka akan ada masalah,” ujarnya.
Tetapi Terry tidak berhenti dalam kedua buku tersebut. Dia melanjutkan perjalanan membaca pada buku ketiga dari seorang ilmuwan Timur Tengah, yang menyebut bahwa dalam menginterpretasikan Alquran itu berlapis-lapis. Lapis pertama dilakukan oleh orang awam secara harfiah. Sedangkan lapis kedua dilakukan oleh peneliti yang menggiatkan pada aktivitas ilmuwan.
“Buku ketiga inilah yang membuat saya yakin, bahwa sains dan agama dapat berjalan beriringan, karena Alquran merupakan sebuah panduan untuk sains,” jelas dia.