DAHULU kala pada masa pemerintahan seorang Kisra di Negeri Persia, Iran, yang adil dan bijak hingga membuat masyarakatnya hidup penuh kebaikan, terjadi sebuah perselisihan antara seorang pembeli rumah dengan penjualnya.
Sang pembeli menemukan harta karun di rumah barunya, dan berniat mengembalikan harta tersebut kepada sang penjual yang merupakan pemilik lama rumah tersebut. Sang pembeli berkata, “Aku hanya membeli rumah itu. Bukan untuk harta karun di dalamnya.”
“Aku sudah menjualnya, jadi aku tidak peduli apa isi di dalamnya. Sekarang semua itu milikmu dan merupakan tanggung jawabmu,” jawab sang penjual.
Pertikaian terus terjadi karena tidak ada yang mau mengambil harta karun tersebut. Masing-masing merasa benar. Karena tak kunjung usai, ada seseorang yang melerai dan mengusulkan untuk mengajukan permasalahan tersebut ke Kisra.
Sesampainya di sana, Kisra bertanya, “Apakah kalian mempunyai anak yang sudah baligh?”
Sang penjual menjawab sambil terheran, “Aku mempunyai anak laki-laki yang sudah baligh.” Sementara sang pembeli pun mengatakan kalau dia memiliki seorang putri. “Dia sudah baligh,” tambahnya.
Kisra lalu melanjutkan, “Jika demikian, kenapa kalian tidak mempertemukan mereka berdua. Barangkali mereka berjodoh. Jika keduanya setuju untuk menikah, tentu kalian akan menjadi kerabat. Lalu wariskan harta itu kepada mereka untuk membiayai rumah tangganya.”
Sang pembeli dan sang penjual tersenyum. Mereka merasa memperoleh jawaban yang adil atas anjuran Kisra tersebut. Sesungguhnya Allah Swt telah melancarkan semua urusan atas kejujuran dan kebaikan mereka. Akhirnya anak keduanya pun menikah dan memperoleh warisan dari harta karun yang berasal dari rumah orangtua mereka. [An Nisaa Gettar]