Ayat di atas menjelaskan tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi utang-piutang.Selain harus dalam perjanjian tertulis, hal penting diperhatikan adalah waktu yang ditentukan untuk pelunasan utang.
Utang diperbolehkan untuk suatu keperluan yang penting dan sangat mendesak, tetapi kondisi keuangan tidak mencukupi sehingga harus berutang kepada orang lain yang mempunyai kelebihan.Orang yang akan berutang harus mempertimbangkan kemampuan diri untuk mengembalikan utang dalam jangka waktu tertentu.
Rasululullah SAW bersabda, “Siapa saja yang berutang, sedangkan ia berniat tidak melunasi utangnya, ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri.” (HR Ibnu Majah).Hadis ini menerangkan tentang ancaman yang berat bagi seseorang yang sejak awal sudah berniat tidak melunasi utang, yaitu sebagai pencuri.
Sejatinya dalam transaksi utang-piutang, ada tiga hal yang mendasari.Pertama, pihak yang memberi utang tidak melakukannya kecuali dengan niat berbuat kebaikan untuk menolong orang lain yang sedang mengalami kesulitan.
Kedua, pihak yang berutang mempergunakan utang yang diperoleh sesuai manfaat dan tujuan yang telah direncanakan serta berkomitmen kuat melunasi sesuai yang telah disepakati dengan pemberi utang. Ketiga, saling mempercayai.
Jika sudah memperoleh utang, jangan lalai untuk melunasi utang dengan menundanya.Namun, masih ada orang yang belum bisa menjalankan amanat utang-piutang dengan benar, yaitu membayar utang tepat waktu.
Menunda pembayaran utang saat lapang dan bisa membayarnya adalah tanda ketidakjujuran.Jangan sampai juga mengalami beban utang berkepanjangan dengan berutang lagi pada orang lain untuk melunasi utang sebelumnya.
Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui (QS al-Baqarah [2] : 280).
Sesuai ayat di atas, jika seseorang berutang mengalami kesulitan melunasi utang sesuai perjanjian yang dibuat dan meminta penangguhan pelunasannya, pihak yang memberi utang harus dengan penuh kerelaan memenuhinya.
Kesepakatan baru antara kedua pihak dibuat dengan berbagai pertimbangan untuk kebaikan bersama. Bahkan, menyedekahkan sebagian atau semua utang adalah hal yang mulia.
Jika orang yang berutang wafat sebelum utangnya lunas, menjadi kewajiban ahli waris untuk melunasinya, sesuai firman Allah SWT, …,setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris).Demikian ketentuan Allah.Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun (QS an- Nisa’ [4] :12).
”Sesungguhnya ruh seorang mukmin terkatung- katung ditangguhkan (dari hisabnya) sampai utangnya dibayar” (HR Ahmad dan Tirmidzi).Dengan memperhatikan hadis ini, orang yang mempunyai utang- piutang dengan orang wafat harus menghubungi ahli warisnya.Dengan demikian, bisa segera diselesaikan urusan utang-piutang tersebut dengan baik.Wallahu a’lam.
Oleh: Sigit Indrijono