Jakarta (PHU)–Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah kini bukan lagi urusan orang kota saja, serta bukan lagi urusan orang kaya semata, tetapi sudah menjadi urusan seluruh lapisan masyarakat. Perubahan kebijakan serta pergeseran segmen dan karakter Jemaah yang teramat dinamis mengharuskan pemerintah mengambil langkah-langkah reformasi supaya negara tetap hadir di tengah Jemaah.
Demikian dikatakan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Nizar dalam laporannya saat Penandatanganan nota kesepahaman tentang Pencegahan, Pengawasan, dan Penanganan Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Umrah 9 Kementerian/Lembaga di Hotel Borobudur Jakarta. Jumat (08/02).
Saat ini, kata Nizar, Langkah-langkah reformasi yang telah dilakukan Kemenag di antaranya adalah Penguatan regulasi dengan terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018; Penguatan kelembagaan dengan pembentukan unit eselon II tersendiri sejak tahun 2017; Pelayanan perizinan secara online yang terintegrasi dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kemenag.
Selanjutnya adalah Sertifikasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sebagai Biro Perjalanan Wisata yang akan rampung Maret tahun ini; Nota Kesepahaman dengan Komite Akreditasi Nasional untuk Pelaksanaan Akreditasi PPIU oleh Lembaga yang akan dimulai pada tahun ini, serta Pembangunan Sistem Pendaftaran dan Pengawasan Umrah secara elektronik yang terintegrasi sebagai pengembangan dari SIPATUH yang telah rilis tahun 2018 yang lalu.
“Keenam langkah ini merupakan langkah pemerintah supaya negara tetap hadir di tengah Jemaah,” kata Nizar
Upaya peningkatan kualitas ini akan terus dilakukan Kemenag. Saat ini pihaknya sedang mengupayakan penguatan kelembagaan di tingkat Kanwil dengan mengubah/menambah nomenklatur Seksi Pembinaan dan Pengawasan Haji Khusus dan Umrah serta penambahan staff teknis umrah pada Kantor Urusan Haji Indonesia di Jeddah.
Demikian pula penguatan regulasi melalui internalisasi regulasi umrah dalam pembahasan RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, serta upaya pengintegrasian sistem dengan berbagai stake holder yang terkait, termasuk dengan e-Umrah di Arab Saudi.
“Upaya-upaya itu terus dilakukan untuk memastikan bahwa reformasi umrah akan menghasilkan sistem penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yang zero persoalan, dan bahkan akan memberikan manfaat bagi bangsa indonesia secara umum,” ujarnya.
Pada aspek penegakan hukum dan regulasi, lanjut Nizar, akan terus melakukan koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah dengan para stake holder terkait untuk memastikan bahwa penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah itu on the rail, sesuai dengan visi yang kita tuju.
“Hal ini penting untuk menimbulkan kesadaran bersama bahwa penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah merupakan tugas nasional, seperti halnya ibadah haji, yang memerlukan partisipasi banyak pihak,” tutur mantan Kakanwil Kemenag Yogyakarta ini.
“Karena itulah, kami berinisiatif untuk merangkul Kementerian dan Lembaga yang terkait untuk membentuk satu wadah koordinasi bersama yang akan memastikan bahwa tugas nasional ini dapat terlaksana dengan baik,” sambung Nizar.(ha/ha)