Haji Furada Jadi Duri dalam Daging Pemerintah Indonesia

IHRAM.CO.ID, JAKARTA — Komisi VIII DPR RI tengah menyelesaikan revisi Undang-Undang tentang penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU). RUU ini ditargetkan selesai pembahasan dan diusahakan menjadi UU pada Agustus mendatang.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzili mengatakan RUU ini menjadi penting dilakukan lantaran masih ada pelaporan terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Salah satunya, keberadaan haji furada. Mengingat dari aspek hukum di Indonesia, haji furada tidak diakui karena dasar hukum penyelenggaraan haji di Indonesia berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2008 yang diubah menjadi UU Nomor 34 Tahun 2009.

“Kami mendesak haji furodah bagian dari regulasi yang diatur revisi UU haji, supaya jika terjadi apa-apa maka jamaah yang menggunakan haji furada tersebut tetap dalam pengawasan Pemerintah Indonesia. Haji furada ada pelaporan kasus, ada jamaah haji yang telantar yang menggunakan visa furada maka Pemerintah Indonesia yang akan bertanggung jawab,” ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (14/2).

Menurutnya, haji furodah merupakan haji yang menggunakan visa dari pemerintah Saudi. Artinya, haji ini tidak masuk ke dalam reguler atau khusus yang diberikan kuota oleh Pemerintah Saudi ke Pemerintah Indonesia.

“Kami punya komitmen akan segera mengesahkan UU haji yang baru. Ada beberapa hal krusial, termasuk haji furada, bisa menjadi duri dalam daging, tidak masuk UU, tetapi kalau ada masalah yang disalahkan pemerintah,” ucapnya.

Untuk itu, pihaknya terus menggodok RUU ini hingga tuntas. Setidaknya, jika ada permasalahan terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah memiliki payung hukum, sehingga akuntabilitasnya bisa terjaga dengan baik.

IHRAM REPUBLIKA