Tradisi maulid Nabi Muhammad saw. di Indonesia tahun ini terbilang masih semarak, meskipun pelaksanaannya harus mematuhi protokol kesehatan karena kita masih dalam bayang-bayang ancaman virus covid-19. Melaksanakan tradisi maulid bagi Muslim merupakan ungkapan ekspresi kebahagiaan mereka dalam menyambut lahirnya nabi yang membawa rahmat bagi semesta alam. Namun masih ada beragam pertanyaan sekitar perayaan ini. Di antaranya, mengapa hari wafat Nabi Muhammad tidak diperingati juga?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam kitab beliau, “Haul al-Ihtifal bi Dzikra al-Maulid an-Nabawi asy-Syarif” halaman 40, mengutip pernyataan Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitabnya “al-Hawi lil Fatawi (1/193) yang membantah pernyataan bahwa merayakan maulid nabi berarti merayakan kematian beliau, yang menurut beberapa riwayat sama-sama bertepatan tanggal 12 Rabiulawwal:
إِنَّ وِلَادَتَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْظَمُ النِّعَمِ عَلَيْنَا وَوَفَاتَهُ أَعْظَمُ المـَصَائِبِ لَنَا وَالشَّرِيْعَةُ حَثَّتْ عَلَى إِظْهَارِ شُكْرِ النِّعَمِ وَالصَّبْرِ وَالسُّكُوْنِ وَالْكَتْمِ عِنْدَ المـَصَائِبِ، وَقَدْ أَمَرَ الشَّرْعُ بِالعَقِيْقَةِ عِنْدَ الوِلَادَةِ وَهِيَ إِظْهَارُ شُكْرٍ وَفَرَحٍ بِالمـَوْلُوْدِ، وَلَمْ يَأْمُرْ عِنْدَ الـمَـوْتِ بِذِبْحٍ وَلَا بِغَيْرِهِ بَلْ نَهَى عَنِ النِّيَاحَةِ وَإِظْهَارِ الـجَزْعِ فَدَلَّتْ قَوَاعِدُ الشَّرِيْعَةِ عَلَى أَنّهُ يُحَسَّنُ فِيْ هَذَا الشَّهْرِ إِظْهَارُ الفَرَحِ بِوِلَادَتِهِ صلى الله عليه وسلم دُوْنَ إِظْهَارِ الحُزْنِ فِيْهِ بِوَفَاتِهِ.
“Kelahiran Nabi Muhammad merupakan nikmat terbesar bagi kita. Sebaliknya, wafatnya beliau adalah musibah terbesar bagi kita. Syariat telah mendorong kita untuk mengekspresikan rasa syukur akan nikmat, pun mendorong kita untuk sabar dan menahan diri saat terjadi musibah.
Oleh karena itu, Syariat memerintahkan pelaksanaan akikah ketika lahirnya seorang bayi dalam rangka mengekspresikan rasa syukur dan bahagia dengan adanya bayi tersebut. Namun syariat tidak memerintahkan kurban atau hal lain saat kematian, bahkan melarang meratap dan menampakkan keluhan.
Oleh karena itu, kaidah syariat memberi dalil bahwa di bulan ini (Rabiuwwal) baiknya menampakkan kebahagiaan dengan lahirnya Nabi Muhammad, bukan malah menampakkan kesedihan dengan wafatnya beliau”
Demikianlah, dapat disimpulkan bahwa umat Islam tidak memperingati hari wafatnya baginda Nabi- walaupun juga bertepatan dengan hari kelahiran beliau-karena momen kelahiran beliau merupakan momen kebahagiaan dan kegembiraan, sedangkan hari wafatnya beliau merupakan momen kesedihan dan duka lara bagi umat Islam, sehingga layak bagi kita untuk memperingati momen menggembirakan tersebut.
Wallahu al’lam