Istilah sociopreneurship dalam beberapa tahun belakangan ini semakin populer di kalangan masyarakat. Sociopreneurship atau wirausaha sosial adalah bentuk wirausaha yang mengedepankan aspek sosial dalam bisnisnya. Bukan profit semata.
Sosok sukses yang mengembangkan sociopreneurship di Indonesia adalah Gamal Albinsaid. Dokter muda ini pernah mendapatkan penghargaan HRH (His Royal Highness) The Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneurship dari Cambridge, Inggris. Satu penghargaan internasional yang mengakui prestasi dokter Gamal mengelola klinik asuransi premi sampah.
Gamal menyisihkan 511 wirausahawan muda dari 90 negara. Ia menginspirasi anak muda dunia untuk peduli pada masalah yang dihadapi masyarakat umum, terutama terkait lingkungan, sosial, dan kesehatan.
Pada acara Aksi Wakaf Fest 2020 bertema Wakaf dan Sociopreneurship Mindset yang digelar Baitul Wakaf secara virtual (29/10/2020), Gamal menceritakan kisah suksesnya.
Menurut Gamal, klinik asuransi sampah yang ia rintis adalah upaya menyelesaikan dua persoalan sekaligus. Yakni persoalan kesehatan dan sampah. “Kesehatan masyarakat terjaga, persoalan sampah pun teratasi,” ujar Gamal.
Menjadi pelaku sociopreneurship, jelas Gamal, harus siap menanggung risiko. Inti dari wirausaha sosial bukan untuk mencari keuntungan materi. Tetapi memberi keuntungan signifikan kepada masyarakat dengan ide inovatif.
“Jadi harus bersiap tidak digaji tetap. Kemudian harus konsisten. Jangan sampai tidak berlanjut, harus konsistensi pada misi,” ungkap dokter lulusan Universitas Brawijaya Malang ini.
Soal ide inovatif ini sangat penting bagi yang ingin memulai wirausaha sosial. Dikatakan Gamal, salah satu tantangan yang dihadapi pelaku wirausaha sosial adalah masalah pendanaan. Dengan ide inovatif dan konsistensi akan mendatangkan sponsor atau funding dari pihak lain.
“Inovasi itu penting. Di Jawa Timur terdapat ribuan klinik kesehatan. Tapi kami dirikan klinik sampah. Itu yang kemudian mendatangkan funding,” jelas Gamal.
Kemudian, bisa juga wirausaha sosial dikembangkan berbasis wakaf. Gamal mencontohkan wakaf sumur yang dilakukan oleh Utsman bin Affan. Utsman membeli sumur seharga 20.000 dirham atau Rp 5 miliar dan mewakafkan untuk kaum Muslimin yang kekurangan air.
Kemudian dari sumur itu melebar menjadi kebun yang luas, wakaf itu kemudian dirawat kekhalifahan Islam, lalu beralih ke tangan Kerajaan Arab Saudi. Hingga hari ini kebun wakaf itu masih tumbuh 1.550 pohon kurma. Keuntungannya mampu membeli sebidang tanah yang kemudian dibangun hotel bintang lima dekat Masjid Nabawi.
Hotel ini bernama hotel Utsman bin Affan dengan keuntungan per tahun diperkirakan senilai 50 juta real atau lebih dari Rp 177 miliar. Keuntungan dari semua wakaf itu separuh diberikan kepada anak-anak yatim dan fakir miskin. Separuhnya digunakan mengembangkan wakaf Utsman bin Affan yang tersimpan dalam rekening wakaf yang bernama Utsman bin Affan.
“Bayangkan, sudah 1400 tahun wakaf Utsman bertahan. Bahkan terus berkembang, ini berawal dari wakaf sumur,” kata Gamal mengakhiri pembicaraan.
Selain Gamal, pada Aksi Wakaf Fest 2020 edisi Oktober ini hadir pula pembicara Uzroni Al Fatih, inovator pemberdayaan bidang peternakan yang juga owner Villa Domba dan disupport wakaf produktif oleh Baitul Wakaf untuk mengembangkan peternakan lokal di Cirebon.* (BW)
—————————
WAKAF JAM MASJID. Kita semua bisa memulai wakaf dari hal yang sederhana, misalnya mewakafkan Jam Masjid (jam pengingat waktu Sholat). Kita bisa membeli Jam Masjid itu di Toko Albani, kemudian kita wakafkan ke masjid atau musholah yang belum memiliki Jam pengingat waktu sholat. Nah, wakaf inilah yang bis membuat pahalanya terus mengalir untuk Anda, seperti halnya yang dilakukan Khalifah Utsman bin Affan.