Jika ada orang yang tidak mengetahui fitnah dan dampak buruknya, maka sangat mungkin jatuh ke dalam suatu fitnah dan bahkan bergelimang dengannya. Hal ini sangat membahayakan hidupnya, namun ia tidak menyadarinya. Jika terus demikian maka dia akan menyesal. Tapi apalah daya, sesal kemudian tiada guna. Oleh karena itu, sebagai muslim yang baik, dia akan berusaha untuk mencari jalan keluar dari berbagai macam fitnah tersebut.
Sahabat mulia Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu ‘anhu meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:
إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنَ
“Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah.”
(HR. Abu Daud, no. 4263. Ahli Hadits Syaikh Albani rahimahullah menilai derajat hadits ini ‘shahih’ dalam kitabnya Shahih Sunan Abi Daud).
1. Definisi Fitnah
Ulama ahli bahasa, Ibnu Faris rahimahullah pernah berkata,
الفاء والتاء والنون أصل صحيح يدل على الابتلاء والاختبار
“Huruf Fa`, Ta`, dan Nun adalah huruf dasar yang shahih menunjukkan kepada cobaan dan ujian”
(Maqayisul Lughah, 4/472).
Ahli bahasa lainnya, semisal Al-Azhari rahimahullah juga mengatakan, “Inti makna fitnah di dalam bahasa Arab terkumpul pada makna Cobaan dan ujian
الابتلاء، والامتحان
(lihat Tahdziibul Lughah, 14/296).
Adapun makna secara umumnya bermakna ujian atau musibah yang bisa merusak agama bahkan dunia seseorang.
Dan yang perlu kita ketahui, ada berbagai macam variasi dari makna fitnah.
قال ابن القيم رحمه الله : ” وأما الفتنة التي يضيفها الله سبحانه إلى نفسه أو يضيفها رسوله إليه كقوله: ( وكذلك فتنا بعضهم ببعض ) وقول موسى : ( إن هي إلا فتنتك تضل بها من تشاء وتهدي من تشاء ) فتلك بمعنى آخر وهي بمعنى الامتحان والاختبار والابتلاء من الله لعباده بالخير والشر بالنعم والمصائب فهذه لون وفتنة المشركين لون ، وفتنة المؤمن في ماله وولده وجاره لون آخر ، والفتنة التي يوقعها بين أهل الإسلام كالفتنة التي أوقعها بين أصحاب علي ومعاوية وبين أهل الجمل ، وبين المسلمين حتى يتقاتلوا و يتهاجروا لون آخر . زاد المعاد ج: 3 ص: 170
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Dan adapun kata fitnah yang Allah Subhanahu wa ta’ala sandarkan kepada diri-Nya atau Rasul-Nya sandarkan kepada-Nya, seperti firman Allah
وَكَذَٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
“Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka dengan sebahagian mereka yang lain”
(QS. Al-An’aam: 53).
Dan perkataan Nabi Musa ‘alaihis salam,
إِنْ هِيَ إِلَّا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ
“Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki”
(QS. Al-A’raaf: 155).
Maka (fitnah dalam konteks tersebut) berfaedah (bermakna) lain, yaitu bermakna ujian dan cobaan dari Allah bagi hamba-hamba-Nya, baik berupa kebaikan maupun keburukan, dengan diberi kenikmatan ataupun ditimpa musibah, maka ini memiliki makna tersendiri.
Fitnah kaum musyrikin juga memiliki makna tersendiri, fitnah seorang mukmin pada hartanya, anaknya, dan tetangganya pun memiliki makna tersendiri. Fitnah yang Allah takdirkan terjadi diantara kaum muslimin, sepertti fitnah yang Dia takdirkan terjadi diantara pengikut Ali dan Mu’awiyah dengan Ahlul (pasukan perang) Jamal dan (fitnah yang terjadi) di antara kaum muslimin hingga saling memerangi dan saling memboikot, ini juga memiliki makna tersendiri
(lihat Zaadul Ma’aad, 3/170).
Kata ‘Fitnah’ Menurut KBBI
Berbeda dengan bahasa Indonesia, kata fitnah lebih sempit maknanya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang), sikap ini adalah perbuatan yang tidak terpuji.
(lihat https://kbbi.web.id/fitnah).
Salah Paham Yang Harus Diluruskan
Di negeri kita, banyak yang salah paham, jika ada orang berkata seperti:
“Jangan asal fitnah ya, Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan”
Jika maksudnya potongan ayat Al-Quran, maka TIDAK tepat, ayatnya adalah:
ﻭَﺍﻟْﻔِﺘْﻨَﺔُ ﺃَﺷَﺪُّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘَﺘْﻞِ
“… dan fitnah (kesyirikan) itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan “.
(QS. Al-Baqarah: 191)
Karena fitnah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah kesyirikan, sebagaimana penjelasan para ulama pakar tafsir.
Imam At-Thabari rahimahullah juga membawakan perkataan Abu Ja’far, bahwa makna Fitnah dalam ayat tersebut adalah kesyirikan.
ﻭﺍﻟﺸﺮﻙ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺃﺷﺪُّ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺘﻞ
”Syirik (menyekutukan) Allah lebih bahaya daripada pembunuhan” (lihat Tafsir At-Thabari tentang ayat ini). Hal yang sama juga ditafsirkan oleh ayat yang lain;
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:
ﻭَﻗَﺎﺗِﻠُﻮﻫُﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﻟَﺎ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﻓِﺘْﻨَﺔٌ ﻭَﻳَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﻟِﻠَّﻪِ ﻓَﺈِﻥِ ﺍﻧْﺘَﻬَﻮْﺍ ﻓَﻠَﺎ ﻋُﺪْﻭَﺍﻥَ ﺇِﻟَّﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah
(Syirik) lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
(Q.S. Al- Baqarah: 193).
2. Jenis Fitnah Beserta Solusinya
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah pernah berkata,
وأصل كل فتنة إنما هو من تقديم الرأي على الشرع، والهوى على العقل
“Sumber segala fitnah (keburukan) adalah
a. mendahulukan akal pikiran daripada syariat,
b. mendahulukan hawa nafsu daripada akal sehat.
فالأول : أصل فتنة الشبهة، والثاني: أصل فتنة الشهوة
Adapun yang pertama adalah sumber fitnah syubhat (kerancuan berpikir dalam agama) dan yang kedua adalah sumber fitnah syahwat.
ففتنة الشبهات تدفع باليقين، وفتنة الشهوات تدفع بالصبر، ولذلك جعل سبحانه إمامة الدين منوطة بهذين الأمرين،
Fitnah syubhat bisa ditepis dengan keyakinan (ilmu), sedangkan fitnah syahwat bisa ditepis dengan kesabaran. Oleh karena itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan kepemimpinan dalam agama ini di atas dua hal ini.
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
وجعلنا منهم أئمة يهدون بأمرنا لما صبروا وكانوا بآياتنا يوقنون
‘Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar dan yakin dengan ayat-ayat Kami.’
فدل علي أنه بالصبر واليقين تنال الإمامة في الدين.
Ini menunjukkan bahwa dengan kesabaran dan keyakinan, akan diperoleh kepemimpinan dalam agama ini.”
(lihat Ighatsatu al-Lahafan, 1/167)
3. Membendung Dan Menghindar Dari Berbagai Macam Fitnah
– Dengan Keyakinan
Keyakinan itu dari ilmu, dan ilmu itu diambil dan bersumberkan dari wahyu Al-Qur’an dan As-Sunnah serta berpegang teguh dengan keduanya.
Sesungguhnya berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah jalan menuju kemuliaan, keselamatan dan keberuntungan hidup di dunia dan akhirat.
Imam Malik rahimahullah (Imam Daril-Hijrah di kota Madinah Nabawiyah) pernah berkata:
اَلسُّنَّةُ سَفِيْنَةُ نُوْحٍ, فَمَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَرَكَهَا هَلَكَ وَغَرِقَ
“As-Sunnah adalah perahu (Nabi) Nuh. Barang siapa yang menaikinya maka akan selamat. Barang siapa yang meninggalkannya, maka dia akan binasa dan tenggelam.”
(lihat Dzammu al-Kalam, oleh al-Harawy, 4/124).
Dan perlu kita ketahui bahwa ilmu itu diambil dari ahlinya, yaitu mengambil ilmu dari para ulama yang mendalam ilmunya dan para imam peneliti (pakar) serta tidak mengambil ilmu dari orang-orang muda yang baru belajar ilmu dan hanya sebentar mencarinya.
Dari sahabat mulia Abdullah Bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُمْ
“Keberkahan ada bersama orang-orang tua di antara kalian.”
(HR. Ibnu Hibban no. 559. Ahli hadits Syaikh Al-Albani menghukumi derajat hadits ini ‘shahih’ dalam kitabnya Ash-Shahihah, no. 1778).
Keberkahan ada bersama pada orang-orang tua di antara kalian yang “kaki-kaki” mereka telah “tertancap” pada ilmu, yang masa belajarnya sangat lama untuk mendapatkannya, sehingga mereka memiliki kedudukan tinggi di antara umat, atas apa-apa yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka berupa ilmu, hikmah, ketegaran, ketenangan dan kejelian dalam melihat akibat-akibat yang akan terjadi. Dan dari merekalah kita diperintahkan untuk mengambil ilmu.
Keyakinan ini juga disertai dengan doa penuh harap kepada Allah Yang Maha Kuasa, ditanganNya lah segala urusan para hamba. Doa yang dibarengi dengan rasa yakin adalah kunci dari setiap kebaikan di dunia dan akhirat. Terlebih lagi, permohonan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla agar kaum muslimin dijauhkan dari fitnah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Berlindung kepada-Nya subhanahu wa ta’ala dari fitnah-fitnah yang menyesatkan.
Sesungguhnya, siapa saja yang meminta perlindungan kepada Allah Yang Maha Melindungi, maka Allah akan melindunginya. Siapa yang memohon kepada-Nya, maka Allah akan mengabulkannya. Sesungguhnya Allah Yang Maha Adil Dan Bijaksana tidak akan mengecewakan seorang hamba yang berdoa kepada-Nya dan tidak akan menolak seorang hamba yang memanggil-Nya. Dia Yang Maha Pemurah adalah yang berkata:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Oleh karena itu, hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS. Al-Baqarah: 186).
Pada akhirnya, kita akan selalu butuh dan berdoa kepada Allah Yang Maha Kuasa,
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim.”
(QS. Yunus: 85).
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS. Al Mumtahanah: 5)
Wallahu Ta’ala A’lam.
Referensi Tambahan: ‘Dhawabithu Litajannubil-Fitan’ Oleh Prof. Abdurrazzaq Al Badr
Disusun oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Selasa, 23 Rabiul Akhir 1442 H / 08 Desember 2020 M