Umumnya kaum Muslimin mengenai sosok Abu Bakar ash-Shiddiq salah satu sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam yang paling utama, satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga, khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah.
Namun tidak banyak yang mengetahui jika Abu Bakar– radhiyallahu ‘anhu – adalah seorang mujtahid, yang memutuskan perkara-perkara hukum tatkala tidak dijumpai dalilnya secara qath’i di dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah.
Demikian yang terungkap dalam INSISTS Special Forum yang digelar Institute for The Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) Sabtu 12 Desember 2015 di Kalibata Jakarta Selatan.
Diskursus mengenai ijtihad Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat oleh Dr. Ahmad Faiz, sebagai narasumber kajian tersebut, dari hasil disertasi doktoralnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 silam.
Beberapa aspek fikih yang dikaji oleh alumni Gontor kelahiran Jakarta 1972 ini, terkait ijtihad khalifah ar-Rasyidah yang pertama itu, adalah fiqh siyasah (14 ijtihad), fiqh jinayah (10 ijtihad),fiqh mu’amalah (7 ijtihad), dan (7 ijtihad).
Menurut jebolan Al-Azhar Kairo ini, sebagaimana layaknya manusia biasa yang tidak ma’shum, tidak semua pendapat ijtihad Abu Bakar ash-Shiddiq diterima oleh keempat Madzhab Sunni (madzhab Imam Malik, madzhab Imam Abu Hanifah, madzhab Imam Syafi’i, dan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal).
Meskipun demikian, secara persentase (72,68% – 76,31%) ketersebaran ijtihad Abu Bakar ash-Shiddiq di keempat madzhab tersebut menunjukkan besarnya pengaruh beliau terhadap ijtihad yang dilakukan oleh para ulama madzhab Sunni.