Saran itu dalam konteks dan kondisi dimana pandemi Covid-19 belum berakhir.
10 hari terakhir bulan suci Ramadhan merupakan waktu yang ditunggu-tunggu Muslim seluruh dunia untuk menjalankan iktikaf. Ibadah yang dimaksudkan untuk bermuhasabah diri ini banyak disebut sebaiknya dilakukan di masjid.
Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), KH Mahbub Maafi Ramdhan, menyebut berdasarkan pandangan ulama yang kuat, pelaksanaan iktikaf memang sebaiknya di masjid.
“Di rumah itu biasanya ada ruang sendiri untuk melaksanakan shalat, itu disebut masjidul bait. Imam Abu Hanifah membolehkan wanita beriktikaf di masjid rumah ini,” kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (2/5).
Meski sebagian ulama dari mazhab syafi’i menyatakan boleh melakukan iktikaf di masjidul bait, Kiai Mahbub Maafi menyebut hal ini masih dianggap sebagai pandangan yang lemah atau marjuh.
Kiai Mahbub Maafi lantas menyampaikan pandangannya atas hal ini. Di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini, pandangan yang dianggap marjuh tersebut bisa menjadi alternatif. Pandangan tersebut bisa dilakukan mengingat saat ini beberapa masjid menutup pintunya atau mengizinkan namun dengan jumlah yang sangat terbatas.
“Dalam konteks dan kondisi dimana pandemi Covid-19 belum berakhir, maka menurut saya pandangan yang menyebut boleh iktikaf di masjid dalam rumah ini bisa digunakan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebut satu pandangan yang dikatakan rajih bisa saja kuat di satu masa, namun berubah menjadi marjuh di masa yang lain. Karena situasi saat ini tidak normal, maka diperlukan pandangan lain yang menyatakan boleh melakukan iktikaf di rumah.
Kiai Mahbub Maafi lantas menyebut pelaksanaan iktikaf di rumah ini sama seperti pelaksanaan di masjid. Hal yang membedakan hanya pelaksanaan ibadah tersebut.
Terkait jamaah yang masih ingin melaksanakan iktikaf di masjid, ia cenderung tidak menganjurkan dan memilih pandangan untuk melakukan iktikaf di masjid rumah saja.
“Orang bisa saja berargumen telah memakai masker dan mencuci tangan, namun soal menjaga jarak ini berat dilakukan jika sudah bertemu dengan sesama jamaah,” kata dia.
Di beberapa daerah yang telah dikategorikan hijau atau aman, menurutnya memiliki kesempatan lebih untuk menjalankan ibadah sesuai dengan saat normal. Namun, hal ini harus tetap diamati dan dibatasi secara ketat. Sebuah masjid maksimal diisi setengah atau bahkan satu pertiga, sebagai upaya untuk menjaga jarak ini.
“Saya sendiri mengusulkan agar masjid ini ditutup saja sepenuhnya. Dikhawatirkan jika dibuka untuk iktikaf, jamaah akan membludak dan pengurus masjid kesulitan mengurus dan mengaturnya,” lanjutnya.