Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Boy Rafli Amar buka suara soal pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Singapura, K Shanmugam terkait Ustadz Abdul Shomad (UAS). Boy Rafli menanggapi dengan berbicara soal fanatisme beragama.
Boy Rafli menilai fanatisme pada dasarnya adalah sikap positif pemeluk agama. Ia menyebut fanatisme dapat meningkatkan keimanan para pemeluk agama.
“Fanatisme itu sebuah hal positif bagi pemeluk agama yang bersangkutan dalam menjalankan syariat agama untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan,” kata Boy Rafli Amar di Universitas Bung Karno (UBK), Jakarta, Selasa (24/5/2022), dilansir Detikcom.
Boy Rafli menuturkan pernyataan seorang tokoh memang bisa menjadi inspirasi pemeluk agama. Hal itu, menurutnya, juga termasuk beberapa peristiwa ketika ucapan tokoh menginspirasi orang lain melakukan aksi teror.
“Tapi, dalam beberapa peristiwa lain, ucapan tokoh bisa menginspirasi orang melakukan kekerasan dan bahkan melakukan tindakan teror. Kita punya fakta itu,” katanya.
Boy Rafli juga beranggapan, bahwa dalam konteks kehidupan beragama, fanatisme merupakan karakter penganut agama.
Boy menyebut yang terpenting adalah jangan menyalahkan ajaran agama lain. Sebab, katanya, menyalahkan ajaran agama lain berpotensi menimbulkan intoleransi.
“Fanatisme ini saya pikir, dalam konteks kehidupan kita beragama, itu karakter kita sebagai penganut agama. Yang terpenting, kita harus menghormati kebenaran versi agama lain. Yang penting kita tidak menyalahkan ajaran orang lain yang berbeda dengan keyakinan kita. Mereka punya fanatisme sendiri,” katanya.
“Kalau kita memaksakan versi kebenaran kita, sementara agama lain mengajarkan lain, tentu ini berpotensi menimbulkan intoleransi,” sambungnya.
Sebelumnya, Mentri Dalam Negri Singapura K. Shanmugam menuding pendakwah Indonesia Ustadz Abdul Shomad (UAS) sebgai sosok pemecah belah. Dia juga mengklaim UAS telah terbukti mempengaruhi warganya menjadi radikal.
Shanmugam mengatakan UAS telah berada di radar otoritas Singapura selama beberapa waktu. Hal itu, menurutnya, setelah terungkap bahwa beberapa warga yang diindikasi terdampak radikalisasi telah menonton videonya dan mengikuti khotbahnya.
“Khotbah Somad memiliki konsekuensi dunia nyata,” kata Shanmugam di kantor pusat Kementerian Dalam Negeri (MHA) di daerah Novena Senin (23/5/2022), dilansir oleh Strait Times.
Di antara mereka, kata Shanmugam, adalah seorang anak berusia 17 tahun yang ditahan di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri pada Januari 2020. Remaja itu, klaimnya, telah menonton ceramah YouTube UAS tentang bom bunuh diri, dan mulai percaya bahwa pelaku bom bunuh diri adalah martir.
Shanmugam juga mengutip contoh-contoh terbaru dari pernyataan pendukung UAS yang memprotes pemerintahan Singapura setelah UAS didepak oleh otoritasnya. Ia juga menuding US sebagai sosok yang memecah belah.
“Bahasanya, retorikanya, seperti yang Anda lihat, sangat memecah belah – sama sekali tidak dapat diterima di Singapura,” tudingnya. “Kerukunan ras, agama, kami menganggap (ini) mendasar bagi masyarakat kami dan sebagian besar warga Singapura menerima itu,” tambahnya.*