Ratusan santri di Pondok Pesantren Darus-Sunnah, Tangerang Selatan, Banten, tak bisa membendung air mata saat mengantar jenazah mantan Imam Besar Masjid Istiqlal Kiai Ali Mustafa Yaqub ke pemakaman, Kamis siang (28/4/2016) tadi. Kiai kelahiran Batang, Jawa Tengah, 2 Maret 1952 itu menghembuskan nafas terakhir pada Kamis pagi.
Kiai Ali Mustafa Yaqub dikenal sebagai ulama yang teduh dengan tutur kata lembut. Dia juga konsisten mengajarkan bahwa menunaikan ibadah haji cukup sekali, infak ribuan kali.
Pada Januari 2006 melalui sebuah kolom yang dimuat di Majalah Gatra, Kiai Ali Mustafa mengkritik kebiasaan masyarakat Indonesia yang gemar menunaikan ibadah haji lebih dari sekali. Menurut dia orang yang gemar naik haji berulang-ulang dengan niat tak tulus adalah ‘pengabdi setan’.
Menurut Ali Mustafa tak ada satu pun ayat yang menyuruh umat Islam melaksanakan haji berkali-kali, sementara masih banyak kewajiban agama yang harus dilakukan. Seperti menyantuni anak yatim dan memberi makan fakir miskin.
Kiai Ali Mustafa mengulangi lagi pendapatnya itu saat khutbah Arafah di tenda perkemahan jamaah haji Indonesia dalam pelaksanaan Wukuf di Padang Arafah, Arab Saudi, pada Kamis 26 November 2009 ba’da salat zuhur. Saat itu Kiai Ali mendapat amanah sebagai Naib Amirul Haj 1430 Hijriah.
Kepada para jemaah, Kiai Ali menjelaskan soal kewajiban haji bagi kaum muslimin. Ibadah haji dan umrah diwajibkan kepada umat Islam pada tahun 6 Hijriah. Begitulah pendapat yang masyhur di kalangan ulama.
Pada tahun 6 Hijriah, Nabi Muhammad SAW bersama sejumlah sahabat bermaksud melakukan umrah ke Makkah, namun tidak berhasil memasuki kota itu karena masih dikuasai kaum musyrikin. Berdasarkan perjanjian Hudaibiyah dengan kaum musyrikin, Muhammad diizinkan untuk melakukan umrah pada tahun ke 7 Hijriah.
Baru pada tanggal 12 Ramadhan 8 Hijriah, Muhamamd berhasil membebaskan kota Makkah melalui operasi damai Fath Makkah. Pada bulan Dzulqa’dah di tahun itu, Nabi melakukan ibadah umrah dari Ji’ranah, di luar kota Makkah. Dan selanjutnya pergi ke Madinah tanpa melakukan ibadah haji, padahal waktu itu kota Makkah sudah dikuasai umat Islam.
Nabi Muhammad SAW baru melakukan ibadah haji pada tahun 10 Hijriah. Setahun kemudian Nabi wafat. Walau Muhammad mempunyai kesempatan untuk beribadah haji sebanyak tiga kali, yaitu pada tahun 8, 9, 10 Hijriah, beliau melaksanakan ibadah haji hanya satu kali.
“Sahabat Anas bin Malik menuturkan, bahwa Nabi SAW melakukan ibadah haji hanya satu kali saja, dan melakukan ibadah umrah empat kali, semuanya dilakukan pada bulan Dzulqa’dah, kecuali umrah yang bersama ibadah haji,” kata Kiai Ali Mustafa dalam kotbahnya di Padang Arafah.
Pertanyaan yang muncul sekarang, lanjut Ali, mengapa Muhammad beribadah haji hanya satu kali saja, padahal beliau mempunyai kesempatan untuk beribadah haji tiga kali? Bandingkan dengan selera kaum muslimin sekarang yang, tentu yang punya dana, ingin beribadah haji setiap tahun. Nampaknya, selera seperti ini sudah menjadi gejala bagi sebagian besar umat Islam di mana saja mereka berada.
Ali mengungkapkan ada tiga hal yang menyebabkan Nabi Muhammad SAW tidak melakukan haji berulang-ulang. Pertama, saat itu Muhammad masih melakukan jihad fi sabilillah melawan kaum musyrikin. Kedua, lebih memperhatikan untuk menyantuni anak yatim dan janda akibat peperangan dengan kaum musyrikin. Bahkan Muhammad menegaskan; penyantun janda dan orang miskin (pahalanya) seperti berjihad fi sabilillah atau seperti orang yang berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari (Hadis Bukhari dan Muslim).
Selebihnya, Muhammad lebih mementingkan syiar Islam kepada para pemuda pengikutnya, serta menjamin makanannya selama belajar. Dari ketiga hal penting itulah yang menyebabkan Muhammad tidak mendahulukan ibadah-ibadah sunnah individual (ibadah qashirah), tetapi justru beliau memprioritaskan ibadah-ibadah sosial (ibadah muta’addiyah).
Karenanya, Muhammad tidak pernah walau sekali beribadah haji sunnah dan tidak pernah beribadah umrah pada bulan Ramadhan. Sementara sebagian umatnya sekarang ingin beribadah haji setiap tahun, ingin beribadah umrah setiap bulan atau setiap minggu. Padahal rata-rata keadaan umat Islam saat ini di segala penjuru dunia sangat memprihatinkan.
“Dalam keadaan umat Islam seperti ini, pantaskah seorang muslim yang kaya setiap tahun pergi ke Makkah untuk melakukan sesuatu yang tidak wajib? Pantaskah mereka bolak-balik umrah ke Makkah? Siapakah gerangan yang menyuruh mereka begitu? Ayat al-Qur’an manakah yang menyuruh agar kita beribadah haji berulang-ulang, sedangkan kondisi umat Islam sedang terpuruk? Hadis manakah yang menyuruh kita bolak-balik umrah, sementara kaum muslimin sedang kelaparan?” tanya Ali lantang.
Ali menegaskan, semua itu tidak ditemukan dalam ayat Al Quran maupun hadis yang menyuruh umat Islam untuk melakukan hal itu. Bila demikian, maka tidak ada lain, yang menyuruh mereka untuk melakukan hal seperti itu adalah hawa nafsu atas bisikan setan.
“Maka haji seperti itu layak disebut sebagai haji pengabdi setan, bukan haji yang mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan ternyata perilaku Nabi Muhammad adalah berhaji cukup sekali, berinfak ribuan kali. Atau dengan kata lain, Nabi Muhammad lebih mengutamakan ibadah sosial daripada ibadah individual,” pungkasnya.
Kamis siang tadi ratusan santri mengantar kepergian sang kiai ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Selamat jalan Kiai Haji Ali Mustafa Yaqub.