Masjid Al Aqsha di Palestina tercatat sebagai salah satu masjid tertua dan memiliki nilai religius tinggi bagi umat Muslim. Sejarah bahkan mencatat, masjid agung tersebut merupakan kiblat pertama sebelum kemudian berganti ke Kabah.
Terdapat beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, yang menegaskan bahwa selama Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat berada di Madinah, mereka melaksanakan shalat dengan berkiblat ke Masjid Al Aqsha. Hal ini terus dilaksanakan selama enam belas bulan.
Hingga suatu hari, ketika Nabi Muhammad SAW tengah menunaikan shalat di masjid di Madinah, turunlah QS Al Baqarah (2) ayat 144 yang memerintahkan umat Muslim agar memalingkan wajah (berkiblat) ke Masjidilharam (Fawalli wajhaka sathral Masjidilharam).
“Di mana pun berada, palingkanlah mukamu ke arah itu (wa khaitsu ma kuntum fa wallu wujuhakum syatrahu).” Sebenarnya Rasulullah sendiri telah mendambakan turunnya perintah perubahan kiblat ini. Dalam satu riwayat menyatakan bahwa Rasulullah seringkali menengadahkan wajah ke langit, memanjatkan doa agar turun wahyu yang memerintahkan menghadap ke Baitullah.
Kendati demikian, dengan adanya perubahan kiblat ini, Islam tidak lantas ‘meminggirkan’ kedudukan Masjid Al Aqsha. Bagaimana pun kitab suci Alquran telah menempatkan masjid tersebut dalam kemuliaan khususnya pada saat peristiwa Isra Miraj-nya Nabi Muhammad SAW.
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Isra [17]:1)
Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun kesembilan (620 M) dari penyebaran Islam oleh Rasul. Di malam yang hening, dengan didampingi Malaikat Jibril, Nabi Muhammad SAW lantas singgah di Al Aqsha dalam perjalanan Isra Miraj untuk menerima perintah shalat. Masjid Al Aqsha merupakan sebuah masjid bersejarah bagi umat Islam yang terletak di jantung kota Jerusalem. Masjid itu juga adalah bagian dari awal sejarah dimulainya penyebaran agama Islam.
Tidak ada catatan pasti, kapan tepatnya dan oleh siapa Masjid Al Aqsha ini didirikan. Namun satu riwayat menyebut, bahwa Nabi Adam AS-lah yang pertama kali membangun masjid ini setelah ia membangun Baitul Haram. Namun seiring perjalanan waktu, bangunan tersebut roboh, hingga beberapa abad kemudian, Nabi Daud AS membangunnya kembali.
Nabi Sulaiman AS akhirnya menyempurnakan lagi masjid itu. Adapun sebuah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dzar dan dikutip oleh Al-Alusi, menyatakan, masjid ini dibangun oleh Nabi Yakub AS sekitar 40 tahun setelah kakeknya yakni Nabi Ibrahim AS mendirikan Kabah di Makkah.
Tahun 638 M, beberapa tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, Khalifah Umar bin Khattab untuk pertama kalinya melakukan pengembangan Masjid Al-Aqsha. Pengembangan ini berlanjut sampai pada masa kepemimpinan Al-Walid (705M) yang meliputi kubah masjid (The Dome of Rock) dan bangunan di sekelilingnya.
Sejak saat itu, renovasi bangunan masjid terus dilakukan. Hal ini antara lain berkaitan dengan bertambahnya jumlah jamaah tanpa mengubah bentuk dasar bangunan yang telah berusia sekitar 13 abad. Demikianlah hingga membuat Masjid Al-Aqsa selalu dimuliakan oleh segenap umat Islam.
Di samping menjadi tempat peribadatan umat Muslim, Al-Aqsha juga menjadi tempat penimbaan ilmu agama Islam baik Alquran maupun hadis. Imam Al-Ghazali merupakan salah satu ilmuwan besar Islam pada abad ke-11 yang memperdalam pengetahuannya di tempat ini.
Menyangkut nama Masjid Al-Aqsha, terdapat perbedaan pendapat dari para ulama. Seperti dikutip dari bukuEnsiklopedi Islam, sebagian ulama berpendapat bahwa masjid ini disebut aqsha (jauh) karena letaknya yang cukup jauh dari Masjidil Haram di Makkah. Menurut Al-Alusi, jarak kedua masjid ini 40 malam perjalanan dengan mengendarai unta.
Sementara pendapat yang lain menyatakan masjid ini disebut aqsha karena masjid ini bebas dari kotoran, tempat turun malaikat, dan wahyu serta kiblat para nabi sebelum Rasulullah SAW.
Hal ini dibenarkan pula oleh Ibn Khaldun yang menurutnya masjid itu merupakan tempat para nabi beribadah. Tidak ada satu jengkal pun tanah di areal masjid itu yang tidak dipakai para nabi dan malaikat guna melaksanakan ibadah. Bentuk asli bangunan Masjid Al Aqsa berupa serambi kiblat, tidak memiliki lapangan di tengah, sebagaimana masjid pada umumnya.
Walaupun telah beberapa kali mengalami renovasi maupun perbaikan besar-besaran, utamanya setelah gempa besar tahu 1916, akan tetapi bentuk bangunan asli tetap dipertahankan. Kaum Yahudi punya pandangan sendiri menyangkut Masjid Al Aqsa. Mereka amat percaya bahwa di salah satu dinding pada masjid ini dibuat dari tempat ibadah (haekal) Nabi Sulaiman AS. Inilah yang menjadikan alasan mereka terus menerus berupaya menghancurkan Masjid Al Aqsha.