Rasulullah SAW bersabda, “Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu.” (HR. Ahmad).
Menurut Imam Ali ra, zuhud adalah amal yang lebih utama setelah mengenal Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah SAW bersabda, “Zuhudlah kamu di dunia, niscaya Allah mencintaimu.”
Zuhud terhadap dunia bukan berarti terlarang memiliki harta dunia dan kekayaan lainnya. Zuhud berarti lebih yakin dengan yang ada di tangan Allah daripada yang ada di tangan makhluk. Bagi orang zuhud, ketentraman tidak ditentukan banyaknya harta. Baginya, ketentraman adalah keyakinan akan janji dan jaminan Allah. Allah Mahatahu akan segala kebutuhan makhluk-Nya.
Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW Dia menceritakan keadaan suaminya, yang jika malam hari ia tidak pernah tidur karena ingin beribadah. Hampir tiap hari dia juga selalu shaum. Rasul SAW kemudian memanggil sang suami dan mengklarifikasi hal itu. Sang suami menjawab: “Ya Rasulullah saya melakukan semua itu karena merasa bahwa ibadah saya tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan ibadahmu”.
Rasulullah SAW menimpali perkataan laki-laki itu, “Ketahuilah, bahwa saya ini adalah orang yang paling takwa di antara kamu sekalian. Tapi di malam hari, saya ada waktu untuk tidur dan ada pula untuk ibadah. Di siang hari, saya ada waktu buka dan ada waktu shaum”. Dari Hadis di atas, kita lihat bahwa zuhud tidak berarti meninggalkan dunia sama sekali. Dunia tetap dicari, tapi tidak sampai terbuai olehnya. Seorang sufi mengatakan, orang zuhud adalah orang yang menyikapi dunia hanya sebatas tangannya saja. Maka dari itu, dia akan lebih berhati-hati, cermat dan tidak sampai diperbudak oleh dunia.