Adakah Ambang Batas Maksimal Nilai Mahar?

HARTA mahar telah ditetapkan dalam syariat bahwa 100% menjadi hak seorang wanita. Maka besar dan kecilnya nilai mahar, juga 100% terletak di tangan seorang wanita. Kalau dia mau mahar dengan nilai tertentu, maka suami harus memenuhinya. Sebaliknya, kalau dia minta dengan nilai yang jauh lebih rendah, juga tetap merupakan haknya.

Di masa khalifah Umar, ada sedikit permintaan dari para laki-laki yang mengeluhkan betapa mahalnya tarif mahar para wanita di masa itu. Maka Umar berinisiatif untuk memberikan plafon atau angka tertinggi, yaitu 400 dirham. Sekedar perbandingan saja, harga seekor ayam di masa itu kurang lebih satu dirham. Jadi misalnya harga ayam di zaman kita 25 ribu, maka kira-kira 10 juta rupiah. Ini cuma angka kira-kira saja, sekedar bisa dibayangkan nilainya.

Maka para wanita tidak boleh memasang tarif mahar melebihi ambang batas maksimal. Tujuannya tentu baik, yaitu agar para pemuda dimudahkan untuk bisa segera menikah. Tetapi kebijakan sang Khalifah langsung diprotes mentah-mentah oleh para wanita, ketika Umar masih di atas mimbar dan belum selesai berpidato. Dalam salah satu riwayat disebutan bahwa wanita itu bernama Asy-Syifa’ binti Abdillah radhiyallahuanha, beliau mengingatkan sang Khalifah dengan dalil sebuah ayat Al-Quran:

Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan dosa yang nyata? (QS. An-Nisa’ : 20)

Seketika Umar pun tersentak kaget dan berkata,”Allahumma afwan, ternyata orang -orang lebih faqih dari Umar”. Kemudian Umar meralat ketetapannya dan berkata, “Sebelumnya aku melarang kalian untuk menerima mahar lebih dari 400 dirham, sekarang silahkan lakukan sekehendak Anda”.

 

INILAH MOZAIK