HARTA mahar telah ditetapkan dalam syariat bahwa 100% menjadi hak seorang wanita. Maka besar dan kecilnya nilai mahar, juga 100% terletak di tangan seorang wanita. Kalau dia mau mahar dengan nilai tertentu, maka suami harus memenuhinya. Sebaliknya, kalau dia minta dengan nilai yang jauh lebih rendah, juga tetap merupakan haknya.
Kebanyakan ulama juga tidak menetapkan batas minimal mahar, sehingga ada wanita di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang rela tidak mendapatkan mahar dalam bentuk benda atau jasa yang bisa dimiliki. Cukup baginya suaminya yang tadinya masih non muslim itu untuk masuk Islam, lalu waita itu rela dinikahi tanpa pemberian apa-apa. Atau dengan kata lain, keIslamanannya itu menjadi mahar untuknya.
Dari Anas bahwa Abu Thalhah meminang Ummu Sulaim lalu Ummu Sulaim berkata,” Demi Allah, lelaki sepertimu tidak mungkin ditolak lamarannya, sayangnya kamu kafir sedangkan saya muslimah. Tidak halal bagiku untuk menikah denganmu. Tapi kalau kamu masuk Islam, keislamanmu bisa menjadi mahar untukku. Aku tidak akan menuntut lainnya”. Maka jadilah keislaman Abu Thalhah sebagai mahar dalam pernikahannya itu. (HR Nasa’i).
Hadist ini menunjukkan bahwa boleh hukumnya bila seorang wanita tidak meminta mahar sedikit pun. Walalhu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc., MA]