Manusia adalah makhluk lernah yang tidak berarti apa- apa di hadapan Allah Swt. Manusia membutuhkan karunia, ampunan dan rahmat dari Allah Swt.
Tanpa rahmat, karunia dan nikrnat dari Allah Swt., manusia tidak akan bisa bertahan hidup, bahkan tidak akan pernah ada di atas permukaan bumi ini.
Sikap Rendah Hati
Pengertian tawadhu secara etimologi, kata tawadhu berasal dari kata wadh’a yang berarti merendahkan, serta juga berasal dari kata “ittadha’a” dengan arti merendahkan diri.
Disamping itu, kata tawadhu juga diartikan dengan rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah, tawadhu adalah menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan.
Bahkan, ada juga yang mengartikan tawadhu sebagai tindakan berupa mengagungkan orang karena keutamaannya, menerima kebenaran dan seterusnya.
Orang yang tawadhu menyadari bahwa apa saja yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan lain-lain sebagainya, semuanya adalah karunia dari Allah Swt.
Sikap rendah hati akan memudahkan individu untuk memaafkan orang lain yang telah menyakitinya. Orang yang memiliki sikap rendah hati atau tawadhu juga akan membuka diri terhadap berbagai hal.
Orang yang terbuka akan mau dan tak malu untuk mengakui bahwa dirinya mungkin pernah melakukan kesalahan pada orang lain sehingga menyebabkan orang lain bertindak tidak menyenangkan.
Sikap rendah hati akan membuat seseorang lebih mudah memahami masalah yang terjadi. Apabila masalah bisa dipahami dengan sebaik-baiknya, maka maaf pun mudah diberikan untuk orang yang telah menyakiti.
Itulah mengapa sifat tawadhu penting dimiliki oleh setiap individu, terutama individu yang memiliki banyak ilmu pengetahuan, seperti para pelajar, santri, dan mahasiswa.
Tawadhu yang dimiliki individu dipengaruhi sejumlah faktor, seperti religiusitas dan kecerdasan emosi.
Religiositas adalah suatu keadaan yang ada dalam diri individu yang mendorongnya berfikir, bersikap, dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Di dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata istilah yang menunjuk langsung pada kata tawadhu. Akan tetapi, yang disebutkan adalah beberapa kata yang memiliki kesamaan arti dan maksud sama dengan kata tawadhu.
Ada kata rendah diri, merendahkan, atau rendahkanlah, tidak sombong, lemah lembut, dan seterusnya.
Sikap tawadhu’ tidak akan membuat derajat seseorang menjadi rendah, malah dia akan dihormati dan dihargai. Masyarakat akan senang dan tidak ragu bergaul dengannya.
Dalam buku Psikologi Islami Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi (2011) karya Dr. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso dituliskan tentang religiositas adalah tingkat keyakinan, pelaksanaan ibadah, perilaku keseharian, pengalaman, dan pengetahuan agama seseorang yang dimotivasi oleh kekuatan spiritual.
Kecerdasan emosi adalah faktor lain yang memengaruhi sikap rendah hati atau tawadhu. Kecerdasan emosi bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami emosi yang dirasakannya.
Selain itu, tawadhu juga bisa diartikan sebagai kemampuan mengendalikan diri dan emosi yang dirasakan, mempunyai daya tahan dalam menghadapi problematika.
Seseorang yang memiliki sikap rendah hati juga akan mampu menyemangati diri, memahami perasaan dan emosi orang lain, dan mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain.
Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik mampu untuk mengidentifikasi intensitas perasaan atau emosi baik itu pada diri sendiri maupun orang lain.
Ada lima aspek dalam kecerdasan emosi yakni memahami emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, memahami emosi orang lain, dan membina hubungan sosial dengan orang lain.
Lantas apa hubungannya kecerdasan emosi dengan sikap tawadhu?
Hubungannya adalah bahwa pemahaman seseorang akan dirinya menjadikan seseorang tidak bersikap angkuh atau sombong terhadap orang lain. Itulah mengapa semua orang mesti memiliki sikap rendah hati dalam dirinya.
Ciri-ciri Tawakkal
Sikap rendah hati bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari apabila seseorang telah memahami bagaimana dan apa saja ciri-ciri rendah hati.
Sebagai makhluk sosial, manusia menjalin komunikasi, menjalin hubungan, bekerjasama dengan orang lain, menerima pertolongan dan memberi pertolongan.
Saat berinteraksi dengan orang lain, sikap yang positif sangat dibutuhkan. Sementara sifat yang sebaliknya, seperti sombong dan berbangga diri, sangat merusak relasi dengan orang lain.
Salah satu sikap positif yang sangat dianjurkan dalam relasi dengan orang lain adalah rendah hati atau tawadhu.
Ajaran agama Islam menganjurkan manusia agar menghidupkan sifat tawadhu atau rendah hati dalam kehidupan sehari-hari.
Nabi Muhammad saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bertawadhu sehingga seseorang tidak merasa bangga lagi sombong terhadap orang lain dan tidak pula berlaku aniaya kepada orang lain” (H.R. Imam Muslim dalam al-Uwaisyah).
Rendah hati adalah sikap yang dimiliki seseorang dimana ia tidak memandang dirinya lebih tinggi dari orang lain.
Sikap untuk merendahkan diri tanpa meremehkan harga diri, sehingga orang lain tidak memandang rendah atau tidak meremehkan yang bersangkutan juga merupakan pengertian lain dari rendah hati.
Sementara itu, apa yang dimaksud tawadhu adalah merendahkan diri dan berperilaku lembut, di mana perilakunya tidak bertujuan untuk dilihat sebagai orang yang terpuji namun semata-mata hanya mengharap ridha dari Allah SWT.
Dalam buku Semulia Akhlak Nabi (2014), Amru Khalid mengartikan bahwa rendah diri atau tawadhu adalah bentuk ketundukan kepada kebenaran.
Kebenaran yang dimaksud adalah kebenran yang datang dari manapun sumbernya, menjalin interaksi dengan kelembutan, dan tidak membedakan satu dan yang lainnya.
Masih menurut Amru Khalid dan masih dalam buku yang sama, ada beberapa ciri tawadhu. Apa saja ciri-ciri rendah hati yang dituliskan? Berikut ciri-cirinya:
Pertama, mengenal diri sendiri.
Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah Hadis yang berbunyi: “Barangsiapa mengenal dirinya pasti ia akan bertawadhu kepada Allah” (HR. Imam al-Syafi’i).
Kedua, mengenal Allah, Sang Pencipta.
Mengenal Allah mencakup empat bagian, yaitu mengenal keberadaannya, keesaan rububiyah, keesaan uluhiyah (hak Allah untuk diibadahi) serta mengenal namanama dan sifat-sifat Allah.
Ketiga, mengaplikasikan tawadhu dalam hal-hal berikut: tawadhu dalam berpakaian, tawadhu kepada pembantu, tawadhu dalam membangun rumah, tawadhu terhadap para kerabat terutama yang miskin, tawadhu terhadap orang di bawah, tawadhu terhadap guru, tawadhu terhadap orang yang diajar, tawadhu kepada orangtua.
Perlu diingat bahwa rendah diri adalah tentang aspek ketulusan, keadilan, serta kesederhanaan yang memiliki kontribusi penting dalam membangun kerjasama dan hubungan interpersonal.
Sikap tawadhu cenderung mengundang rasa simpatik kepada sesama manusia. Oleh sebab itu, setiap Muslim hendaknya memiliki ciri-ciri rendah diri seperti apa yang telah disebutkan dalam rangka meneladani Nabi Muhammad Saw.
Orang yang memiliki sifat tawadhu akan mengakui kesalahan dan merasa pengetahuannya masih kurang sehingga terbuka untuk menerima ide-ide baru dan nasihat yang bijaksana dari orang lain.
Ciri orang yang mempunyai sikap tawadhu ketika berhadapan dengan Allah Swt. yaitu ketika berdoa, berdzikir, dan memohon dengan suara tidak keras, takut, dan penuh harap sehingga biasanya orang yang tawadhu akan bersikap selalu optimis.
Ciri orang yang mempunyai sikap tawadhu dengan orang yaitu kepada orang tua dan orang lain, ketika berhadapan dengan orang-orang, yang bersikap tawadhu akan patuh, sayang, penuh hormat, dan suka membantu terhadap orang tua.
Sikap tawadhu dengan orang lain adalah tidak menyakiti, suka menolong,dan menyayangi. Ciri orang yang bersikap tawadhu dalam dirinya tidak menyombongkan dan membanggakan diri sendiri.[]