Bicara Baik atau Diam

Sungguh beruntung orang yang banyak diam
Ucapannya dihitung sebagai makanan pokok
Tidak semua yang kita ucapkan ada jawabnya
Jawaban yang tidak disukai adalah diam
Sungguh mengherankan orang yang banyak berbuat aniaya
Sementara meyakini bahwa ia akan mati

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
Seseorang mati karena tersandung lidahnya
Dan seseorang tidak mati karena tersandung kakinya
Tersandung mulutnya akan menambah (pening) kepalanya
Sedang tersandung kakinya akan sembuh perlahan
.”

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya (hadits no. 6474) dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga.”

Yang dimaksud dengan “sesuatu yang ada di antara dua janggutnya” adalah mulut, sedangkan “sesuatu yang ada di antara dua kakinya” adalah kemaluan.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Ibnu Hajar menjelaskan, “Ini adalah sebuah ucapan ringkas yang padat makna; semua perkataan bisa berupa kebaikan, keburukan, atau salah satu di antara keduanya. Perkataan baik (boleh jadi) tergolong perkataan yang wajib atau sunnah untuk diucapkan. Karenanya, perkataan itu boleh diungkapkan sesuai dengan isinya. Segala perkataan yang berorientasi kepadanya (kepada hal wajib atau sunnah) termasuk dalam kategori perkataan baik. (Perkataan) yang tidak termasuk dalam kategori tersebut berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan. Oleh karena itu, orang yang terseret masuk dalam lubangnya (perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan) hendaklah diam.” (lihat Al-Fath, 10:446)

Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang hendak berbicara maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikannya, silakan diucapkan. Jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka ditahan (jangan bicara).”

Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara.”

Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya, Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala, hlm. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.

Beliau berkata pula di hlm. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi dua telinga, sedangkan diberi hanya satu mulut, supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Sering kali orang menyesal pada kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan itu lebih mudah daripada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.”

Beliau menambahkan di hlm. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat maka dia akan diam. Sementara orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya.”

Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahih-nya, hadits no.10; dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.”

Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Muslim, no. 64, dengan lafal,

إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Siapakah orang muslim yang paling baik?’ Beliau menjawab, ‘Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.’

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, hadits no. 65, dengan lafal seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar.

Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadis tersebut. Beliau berkata, “Hadits ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu karena lisan memungkinkan berbicara tentang sesuatu yang telah berlalu, yang sedang terjadi sekarang, dan juga yang akan terjadi pada masa mendatang. Berbeda dengan tangan; pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh lisan.”

Oleh karena itu, dalam sebuah syair disebutkan,
Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya
Tanganku kan lenyap, namun tulisan tanganku kan abadi
Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal
Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan.”

Tentang hadits (yang artinya), “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam,” Imam Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah mengatakan dalam Syarah Hadits Arbain, “‘Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir‘, maknanya: siapa saja yang beriman dengan keimanan yang sempurna, yang menyelamatkan dari azab Allah dan mengantarkan kepada keridhaan Allah maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dengan keimanan yang sebenarnya, ia takut ancaman-Nya, mengharap pahala-Nya, berusaha mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Kemudian memelihara seluruh anggota tubuhnya yang menjadi gembalaannya, dan ia bertangung jawab terhadapnya, sebagaimana firman-Nya,

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوولًا

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban.’ (QS. Al-Isra’:36)

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.’ (QS. Qaf :18)

Yakni selalu mengawasinya dan menyaksikan hal ihwalnya, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya,

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ( )كِرَامًا كَاتِبِينَ( )يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ

Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah), dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (QS. Al-Infithar:10–12)”

Demikian pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang menyungkurkan leher manusia di dalam neraka melainkan hasil lisan mereka.” (Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 5136)

Siapa pun yang mengetahui hal itu dan mengimaninya dengan keimanan yang sebenarnya maka ia bertakwa kepada Allah berkenaan dengan lisannya, sehingga ia tidak berbicara kecuali kebaikan atau diam.” (Tafsir As-Sa’di)

Semoga Allah selalu menjaga lisan kita dari hal-hal yang tidak berguna, agar tidak menuai sesal di hari akhir dengan tidak membawa amal sedikit pun dari jerih payah amal kita di dunia.

عن أبي هريرة : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوْاالْمُفْلِسُ فِيْنَا يَا رَسُو لَ اللَّهِ مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ قَالَ رَسُو لَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّيِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَتِهِ وَصِيَامِهِ وِزَكَاتِهِ وَيَأتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَاَكَلاَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَيَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُحِذَ مِنْ خَطَايَاهُم فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرحَ فِي النَّارِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?

Para shahabat pun menjawab, ”Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda.”

Beliau menimpali, ”Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya, no. 2581)

Wallahul Musta’an.

Wahai Rabb, ampunilah dosa-dosa hamba, bimbinglah hamba untuk senantiasa taat kepada-Mu dan masukkanlah kami kedalam golongan orang-orang yang Engkau beri Rahmat.

Bandung, 18 Dzulhijjah 1434 H (1 November 2013 M).

Maraji’:

  • Taisir Karimir Rahman, karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
  • Syarah Arbain An-Nawawi, karya Sayyid bin Ibrahim Al-Huwaithi.
  • Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
  • Tazkiyatun Nafs, karya: Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dan Imam Al-Ghazali.
  • Catatan pribadi kajian islam ilmiah “Waspada Bahaya Lisan” yang disampaikan oleh Al-Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, Lc. Hafidzahullah; Masjid Habiburrahman PT. DI, Bandung; Ahad, 27 0ktober 2013; diselenggarakan oleh Yayasan Ihya’us Sunnah Bandung bekerja sama dengan DKM Masjid Habiburrahman PT. DI.
  • Almanhaj.or.id

Penulis: Umi Romadiyani (Ummu ‘Afifah)
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/5118-bicara-baik-atau-diam.html

11 Amalan Bid’ah di Bulan Muharram

Berikut adalah beberapa amalan bid’ah (tidak ada tuntunan) yang ada di bulan Muharram yang masih laris manis di tengah-tengah kaum muslimin di tanah air.

Pertama: Keyakinan bahwa bulan Muharram bulan keramat

Keyakinan semacam ini masih bercokol pada sebagian masyarakat. Atas dasar keyakinan ala jahiliyyah inilah banyak di kalangan masyarakat yang enggan menikahkan putrinya pada bulan ini karena alasan akan membawa sial dan kegagalan dalam berumah tangga [1]!!. Ketahuilah saudaraku, hal ini adalah keyakinan jahiliyyah yang telah dibatalkan oleh Islam. Kesialan tidak ada sangkut pautnya dengan bulan, baik Muharram, Shafar atau bulan-bulan lainnya.

Kedua: Doa awal dan akhir tahun [2]

Syaikh Bakr Bin Abdillah Abu Zaid berkata: “Tidak ada dalam syariat ini sedikitpun doa’ atau dzikir untuk awal tahun. Manusia zaman sekarang banyak membuat bid’ah berupa do’a, dzikir atau tukar menukar ucapan selamat, demikian pula puasa awal tahun baru, menghidupkan malam pertama bulan Muharram dengan shalat, dzikir atau do’a, puasa akhir tahun dan sebagainya yang semua ini tidak ada dalilnya sama sekali!!”. [3]

Ketiga: Peringatan tahun baru hijriyyah

Tidak ragu lagi perkara ini termasuk bid’ah. Tidak ada keterangan dalam as-Sunnah anjuran mengadakan peringatan tahun baru hijriyyah. Perkara ini termasuk bid’ah yang jelek. [4]

Keempat: Puasa awal tahun baru hijriyyah [5]

Perkara ini termasuk bid’ah yang mungkar. Demikian pula puasa akhir tahun, termasuk bid’ah. Hanya dibuat-buat yang tidak berpijak pada dalil sama sekali!. Barangkali mereka berdalil dengan sebuah hadits yang berbunyi;

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ, وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ, فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ بِصَوْمٍ وَافْتَتَحَ السَّنَةَ الْمُسْتَقْبَلَةَ بِصَوْمٍ, جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَّارَةً خَمْسِيْنَ سَنَةً

Barangsiapa yang puasa pada akhir hari Dzulhijjah dan puasa awal tahun pada bulan Muharram, maka dia telah menutup akhir tahun dengan puasa dan membuka awal tahunnya dengan puasa. Semoga Allah manghapuskan dosanya selama lima puluh tahun!!”. Hadits ini adalah hadits yang palsu menurut timbangan para ahli hadits. [6]

Kelima: Menghidupkan malam pertama bulan Muharram [7]

Syaikh Abu Syamah berkata: “Tidak ada keutamaan sama sekali pada malam pertama bulan Muharram. Aku sudah meneliti atsar-atsar yang shahih maupun yang lemah dalam masalah ini. Bahkan dalam hadits-hadits yang palsu juga tidak disebutkan!!, aku khawatir -aku berlindung kepada Allah- bahwa perkara ini hanya muncul dari seorang pendusta yang membuat-buat hadits!!. [8]

Keenam: Menghidupkan malam hari ‘Asyuro

Sangat banyak sekali kemungkaran dan bid’ah-bid’ah yang dibuat pada hari ‘Asyuro [9]. Kita mulai dari malam harinya. Banyak manusia yang menghidupkan malam hari ‘Asyuro, baik dengan shalat, do’a dan dzikir atau sekedar berkumpul-kumpul. Perkara ini jelas tidak ada tuntunan yang menganjurkannya.

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: “Termasuk bentuk bid’ah dzikir dan doa adalah menghidupkan malam hari ‘Asyuro dengan dzikir dan ibadah. Mengkhususkan do’a pada malam hari ini dengan nama do’a hari Asyuro, yang konon katanya barangsiapa yang membaca doa ini tidak akan mati tahun tersebut. Atau membaca surat al-Qur’an yang disebutkan nama Musa pada shalat subuh hari ‘Asyuro [10]. Semua ini adalah perkara yang tidak dikehendaki oleh Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin!!”. [11]

Ketujuh: Shalat ‘Asyuro

Shalat ‘Asyuro adalah shalat yang dikerjakan antara waktu zhuhur dan ashar, empat rakaat, setiap rakaat membaca al-Fatihah sekali, kemudian membaca ayat kursi sepuluh kali, Qul HuwAllahu Ahad sepuluh kali, al-Falaq dan an-Nas lima kali. Apabila selesai salam, istighfar tujuh puluh kali. Orang-orang yang menganjurkan shalat ini dasarnya hanyalah sebuah hadits palsu!! [12]

As-Syuqoiry berkata: “Hadits shalat ‘Asyuro adalah hadits palsu. Para perowinya majhul, sebagaimana disebutkan oleh as-Suyuti dalam al-Aala’I al-Mashnu’ah. Tidak boleh meriwayatkan hadits ini, lebih-lebih sampai mengamalkannya!!”. [13]

Kedelapan: Do’a hari ‘Asyuro

Diantara contoh do’a ‘Asyuro adalah; “Barangsiapa yang mengucapkan HasbiyAllah wa Ni’mal Wakil an-Nashir sebanyak tujuh puluh kali pada hari ‘Asyuro maka Allah akan menjaganya dari kejelekan pada hari itu”.

Doa ini tidak ada asalnya dari Nabi, para sahabat maupun para tabi’in. Tidak disebutkan dalam hadits-hadits yang lemah apalagi hadits yang shahih. Do’a ini hanya berasal dari ucapan sebagian manusia!!. Bahkan sebagian syaikh sufi ada yang berlebihan bahwa barangsiapa yang membaca doa ini pada hari ‘Asyuro dia tidak akan mati pada tahun tersebut!!.[14] Ucapan ini jelas batil dan mungkar, karena Allah telah berfirman:

إِنَّ أَجَلَ اللَّهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu Mengetahui. (QS.Nuh: 4)

Kesembilan: Memperingati hari kematian Husein [15]

Pada bulan Muharram, kelompok Syi’ah setiap tahunnya mengadakan upacara kesedihan dan ratapan dengan berdemontrasi ke jalan-jalan dan lapangan, memakai pakaian serba hitam untuk mengenang gugurnya Husain. Mereka juga memukuli pipi mereka sendiri, dada dan punggung mereka, menyobek saku, menangis berteriak histeris dengan menyebut: Ya Husain. Ya Husain!!!”

Lebih-lebih pada tanggal 10 Muharram, mereka lakukan lebih dari itu, mereka memukuli diri sendiri dengan cemeti dan pedang sehingga berlumuran darah!!! Anehnya, mereka menganggap semua itu merupakan amalan ibadah dan syi’ar Islam!! Hanya kepada Allah kita mengadu semua ini [16].

Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab: “Adapun menjadikan hari asyuro sebagai hari kesedihan/ratapan sebagaimana dilakukan oleh kaum Rofidhah karena terbunuhnya Husain bin Ali, maka hal itu termasuk perbuatan orang yang tersesat usahanya dalama kehidupan dunia sedangkan dia mengira berbuat baik. Allah dan rasulNya saja tidak pernah memerintahkan agar hari mushibah dan kematian para Nabi dijadikan ratapan, lantas bagaimana dengan orang yang selain mereka?!”. [17]

Husein bin Ali bin Abi Thalib adalah cucu Rasulullah dari perkawinan Ali bin Abi Thalib dengan putrinya Fatimah binti Rasulullah. Husein sangat dicintai oleh Rasulullah. Beliau bersabda:

حُسَيْنٌ مِنِّي وَأَنَا مِنْ حُسَيْنٍ أَحَبَّ اللَّهُ مَنْ أَحَبَّ حُسَيْنًا حُسَيْنٌ سِبْطٌ مِنَ اْلأَسْبَاطِ

Husein adalah bagianku juga dan Aku adalah bagian Husein. Semoga Allah mencintai orang yang mencintai Husein. Husein termasuk cucu keturunanku[18]

Husein terbunuh pada peristiwa yang sangat tragis, yaitu pada tanggal 10 Muharram tahun 61 H, di sebuah tempat bernama Karbala, karenanya peristiwa ini kemudian lebih dikenal dengan peristiwa Karbala. [19]

Namun, apapun musibah yang terjadi dan betapapun kita sangat mencintai keluarga Rasulullah bukan alasan untuk bertindak melanggar aturan syariat dengan memperingati hari kematian Husein!!. Sebab, peristiwa terbunuhnya orang yang dicintai Rasulullah sebelum Husein juga pernah terjadi seperti terbunuhnya Hamzah bin Abdil Muthollib, dan hal itu tidak menjadikan Rasulullah dan para sahabatnya mengenang atau memperingati hari peristiwa tersebut, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Syi’ah untuk mengenang terbunuhnya Husein!!. [20]

Kesepuluh: Peringatan hari suka cita

Yang dimaksud hari suka cita adalah hari menampakkan kegembiraan, menghidangkan makanan lebih dari biasanya dan memakai pakaian bagus. Mereka yang membuat acara ini, ingin menyaingi dan mengganti hari kesedihan atas peristiwa terbunuhnya Husein dengan kegembiraan, kontra dengan apa yang dilakukan orang-orang Syiah. Tentunya, acara semacam ini tidak dibenarkan, karena bid’ah tidak boleh dilawan dengan bid’ah yang baru!! Dan tidak ada satu dalilpun yang membolehkan acara semacam ini. [21]

Kesebelas: Berbagai ritual dan adat istiadat di tanah Air

Di tanah air, bila tiba hari ‘Asyuro kita akan melihat berbagai adat dan ritual yang beraneka ragam dalam rangka menyambut hari istimewa ini. Apabila kita lihat secara kacamata syar’I, adat dan ritual ini tidak lepas dari kesyirikan! Seperti meminta berkah dari benda-benda yang dianggap sakti dan keramat, bahkan yang lebih mengenaskan sampai kotoran sapi-pun tidak luput untuk dijadikan alat pencari berkah!!. [22]

Wallahu waliyyut taufiq.

[1] Syarh Masail al-Jahiliyyah, DR.Sholih al-Fauzan hal.302

[2] Ishlahul Masajid, al-Qoshimi hal.129, as-Sunan wal Mubtada’at, Muhammad Ahmad Abdus Salam hal.155

[3] Tashih ad-Duu’a, Bakr Abu Zaid hal.107

[4] Bida’ wa Akhtho’ hal.218. Lihat secara luas masalah ini dalam risalah Al- Ihtifal bi Ra’si Sanah wa Musyabahati Ashabil Jahim oleh Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari.

[5] as-Sunan wal Mubtada’at hal.191, Tashihud Du’a hal.107

[6] al-A’lai al-Mashnu’ah, as-Suyuti 2/108, Tanziihus Syari’ah, Ibnu Arroq 2/148, al-Fawaid al-Majmu’ah, as-Syaukani no.280. Kritik Hadits-Hadits Dho’if Populer, Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi hal.114

[7] Tashihud Du’a hal.107, Bida’ wa Akhtho hal.221

[8] al-Ba’its Ala Inkaril Bida’ wal Hawadits hal.239

[9] Iqthido as-Sirath al-Mustaqim 2/129-134, Majmu’ Fatawa 25/307-314 keduanya oleh Ibnu Taimiyyah, al-Ibda’ Fi Madhoril Ibtida’ Ali Mahfuzh hal.56, 269, as-Sunan wal Mubtada’at hal.154-158, 191.

[10] Bida’ al-Qurro Bakr Abu Zaid hal.9

[11] Tashihud Du’a hal.109

[12] al-Fawaid al-Majmu’ah no.60 al-Aala’I al-Masnu’ah 2/92.

[13] as-Sunan wal Mubtada’at hal.154

[14] Du’a Khotmil Qur’an, Ahmad Muhammad al-Barrok, buku ini sarat dengan khurafat dan kedustaan!!. (Bida’ wa Akhtho hal.230).

[15] Iqthidho as-Siroth al-Mustaqiem 2/131-132

[16] Lihat Min Aqoid Syi’ah/Membongkar Kesesatan Aqidah Syi’ah hlm. 57-58, Syaikh Abdullah bin Muhammad

[17] Lathoiful Ma’arif   hlm. 113

[18] HR.Tirmidzi: 3775, Ibnu Majah: 144. Ibnu Hibban: 2240, Hakim 3/177, Ahmad: 4/172, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Shahihah: 1227.

[19] Lihat kisah lengkapnya dalam al-Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir 8/172-191.

[20] Syahr al-Muharram wa Yaum ‘Asyuro, Abdullah Haidir hal.29

[21] Majmu’ Fatawa 25/309-310, Iqtidho as-Siroth al-Mustaqiem 2/133, Tamamul Minnah, al-Albani hal.412

[22] Diantara adat ritual yang sering dilakukan di daratan Jawa adalah yang dikenal dengan istilah Kirab 1 Syuro. Acara ini sarat dengan kesyirikan, mulai dari keyakinan mereka terhadap benda pusaka keraton, keyakinan kerbau yang punya kekuatan ghaib, tirakatan dengan doa dan dzikir pada malam harinya dan kemungkaran-kemungkaran lainnya yang sangat jelas!!. Wallahul Musta’an.

Penulis: Ustadz Syahrul Fatwa bin Luqman (Penulis Majalah Al Furqon Gresik)

Sumber: https://muslim.or.id/23085-11-amalan-bidah-di-bulan-muharram.html

Doa Agar Tidak Galau dan Berlindung dari Kesedihan

Setiap manusia pasti pernah merasakan galau, sedih, cemas dan gundah gulana. Perasaan semacam ini adalah lumrah sebagaimana Alqur’an mengabarkan bahwa manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.’ (QS. Al-Ma’arij: 19).

Betapa lemahnya manusia dari sisi fisik maupun melawan hawa nafsu yang buruk sehingga butuh pertolongan Dzat Yang Maha Kuasa, Allah ‘Azza wa Jalla. Bagi muslim yang beriman, ia tidak akan mengandalkan usaha dan akalnya melainkan berharap hanya kepada Allah Ta’ala.

Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) mengajarkan hikmah dan memberi tips kepada umatnya dalam menghadapi ujian hidup. Salah satunya mengajarkan doa ketika seseorang dilanda kesedihan, lemah, malas hingga doa berlindung dari segala keburukan. Berikut Doanya:

1. Doa Ini Selalu Dibaca Nabi SAW.
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ ابْنِ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ الْمِنْهَالِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَوَاتٌ لَا يَدَعُهُنَّ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami Ali Ibnul Mundzir dari Ibnu Fudlail ia berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Al Minhal bin ‘Amru dari Anas bin Malik ia berkata; “Rasulullah SAW mempunyai doa-doa yang tidak pernah lupa untuk membacanya, beliau selalu membaca: ALLAHUMMA INNI A’UUDZU BIKA MINAL HAMMI WAL HAZNI WAL ‘AJZI WAL KASALI WA BUKHLI, WAL JUBNI WA GHALABATIR RIJAL (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, kebakhilan, sifat pengecut dan penindasan para penguasa).” (Hadis Sunan An-Nasa’i No.5354)

2. Doa Rasulullah ketika Ditimpa Kesusahan yang Berat.
لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ العَظِيمُ الحَلِيمُ، لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيمِ، لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ، وَرَبُّ العَرْشِ الكَرِيمِ
Artinya:
Tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Agung, Maha Penyantun, Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah, Penguasa ‘Arsy Yang Agung, Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah, Rabb langit dan bumi serta Rabb ‘Arsy Yang Mulia. (Shahih Al-Bukhari No.6346 )

3. Doa Agar Diperbaiki Semua Urusan.
اللهُمَّ رحْمتَك أرجُو، فلا تكلْنِي إلى نَفْسي طرْفَةَ عَينٍ، وأصلحْ لي شأنيكُلَّهُ، لا إلهَ إلا أنتَ
Artinya:
Ya Allah ya Rabbku, aku berharap Rahmat-Mu, janganlah Engkau serahkan urusanku kepada diriku sendiri, janganlah Engkau berpaling dari ku walaupun hanya sekejap mata, perbaikilah semua urusanku, tidak ada Rabb yang berhak disembah melainkan Engkau semata. (Sunan Abu Dawud No.5090)

KALAM SINDO

Ini Lima Amalan yang Dianjurkan di Bulan Muharram

Kedatangan bulan Muharram sebagai awal tahun baru Islam pasti selalu disambut dengan rasa syukur oleh kaum muslimin khususnya di negeri tercinta ini. Pada biasanya rasa syukur tersebut diwujudkan dalam bentuk memperbanyak amal ibadah maupun amalan semisal puasa di hari Asyura’, memperbanyak dzikir serta doa dan sebagainya di bulan Muharram.

Imam bukhari dan muslim meriwayatkan hadis perihal keutamaan bulan Muharram sebagaimana berikut,

عَنْ أَبِى بَكْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ قَالَ الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ.

Dari Abi Bakrah dari Rasulullah, bersabda: “Sesungguhnya waktu itu berputar seperti hari dimana Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah 12 bulan, di antaranya ada empat bulan yang mulia. Yang tiga secara beriringan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, dan Rajab yang terletak antara Jumada dan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam menyambut tahun baru Islam di bulan Muharram terdapat lima amalan yang sangat dianjurkan (sunnah) untuk dilaksankan antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, Berpuasa di hari pertama bulan Muharram (tanggal 1 Muharram)

Bagi umat Islam dianjurkan berpuasa pada pada hari pertama bulan Muharram dan pada hari-hari setelahnya pula sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah dalam hadisnya yang berbunyi,

رُوِيَ عَنْ حَفْصَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : مَنْ صَامَ آخِرَيَوْمٍ مِنْ ذِيْ الْحِجَّةِ وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ جَعَلَهُ اللهُ تَعَالَى لَهُ كَفَّارَةَ خَمْسِيْنَ سَنَةً. وَصَوْمُ يَوْمٍ مِنَ الْمُحَرَّمِ بِصَوْمِ ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا.

Diriwayatkan dari Sayyidah Hafshah dari Rasulullah bahwasanya Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di hari terakhir dari bulan Dzulhijjah dan hari pertama dari bulan Muharram, maka Allah akan menjadikan (puasa)nya itu sebagai pelebur (dosa) selama 50 tahun. Dan puasa sehari di bulan Muharram sama dengan puasa 30 hari di bulan selainnya.”(HR. Ad-Dailami)

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمِ

Rasulullah bersabda, “Puasa yang paling utama pasca bulan Ramadan ialah puasa bulan Muharram.” (HR. Bukhari dan Muslim)

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صَوْمُ يَوْمٍ مِنْ شَهْرِ حَرَامٍ أَفْضَلُ مِنْ ثَلَاثِيْنَ مِنْ غَيْرِهِ وَصَوْمُ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ أَفْضَلُ مِنْ ثَلَاثِيْنَ مِنْ شَهْرِ حَرَامٍ

Rasulullah bersabda, “Puasa satu hari di Bulan Muharram itu lebih utama daripada puasa 30 hari di bulan lainnya, dan puasa satu hari di Bulan Ramadan itu lebih utama daripada puasa 30 hari di Bulan Muharram.” (HR. Bukhari, Ahmad dan Ibnu Majah)

Kedua, Membaca akhir tahun

Membaca doa akhir tahun ini hendaknya dibaca tiga kali ba’da Maghrib di hari terakhir bulan Dzulhijjah. Pembacaan ini di awali dengan membaca surat Yasin sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan dengan doa di bawah ini:

اَللّٰهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هٰذِهِ السَّنَةِ مَا نَهَيْتَنِي عَنْهُ وَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِيْ وَدَعَوْتَنِيْ إِلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِيْ عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي اسْتَغْفَرْتُكَ فَاغْفِرْلِيْ وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَى وَوَعَدْتَّنِي عَلَيْهِ الثَّوَابَ فَأَسْئَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِيْ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ

Artinya, “Wahai Tuhanku, aku meminta ampun atas perbuatanku di tahun ini yang termasuk Kau larang-sementara aku belum sempat bertobat, perbuatanku yang Kau maklumi karena kemurahan-Mu-sementara Kau mampu menyiksaku, dan perbuatan (dosa) yang Kau perintahkan untuk tobat-sementara aku menerjangnya yang berarti mendurhakai-Mu. Wahai Tuhanku, aku berharap Kau menerima perbuatanku yang Kau ridhai di tahun ini dan perbuatanku yang terjanjikan pahala-Mu. Janganlah kau membuatku putus asa. Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.” (Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Kudus, Kanzun Najah Was Surur Fi Ad’iyyah Al-Ma’tsur Al-Lati Tasyrah As-Shudur, hal: 298-299)

Ketiga, Membaca Doa Awal Tahun

Karena kalender hijriyah berpedoman pada peredaran Bulan bukan Matahari, maka doa awal tahun ini hendaknya dibaca setelah melaksanakan shalat Maghrib (saat itulah tanggal 1 Muharram telah tiba). Dimulai dengan membaca surat Yasin dan kemudian dilanjutkan dengan doa di bawah ini sebanyak 3 kali:

اَللّٰهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ، وَهٰذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِهِ، وَالعَوْنَ عَلَى هٰذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ

Artinya, “Wahai Tuhanku, Engkau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karunia-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang mulia, Engkau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun mengharap pertolongan-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.” (Abdullah bin Muhammad Al-Khayyath Al-Harusyi, Al-Fathul Mubin Wad Durrut Tsamin, hal: 318-319)

Keempat, Membaca dzikir dan doa Asyura’ (10 Muharram)

Menurut Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Kudus dalam kitabnya yaitu Kanzun Najah Was Surur pada hari Asyura’ kita dianjurkan untuk membaca dzikir

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ, نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْر

Sebanyak 70 kali pada waktu ba’da Maghrib. Setelah itu dilanjutkan membaca doa di bawah ini sebanyak tujuh kali,

بسم الله الرحمن الرحيم. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. سُبْحَانَ اللهِ مِلْءَ الْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَزِنَةَ الْعَرْشِ, لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنَ اللهِ إِلَّاَ إِلَيْهِ, سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ الشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَعَدَدَ كَلِمَاتِ اللهِ التَآمَّاتِ كُلِّهَا, نَسْأَلُكَ السَّلَا مَةَ كُلَّهَا بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ, وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلّاَ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ, نِعمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا خَيْرِ خَلْقِهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Kelima, Puasa Tasu’a dan Asyura’

Pada hari Asyuro’ umat Muslim juga dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Anjuran ini termaktub dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi dari jalur Abi Qatadah, Rasulullah bersabda:

 عن أبي قتادة : أن النبي صلى الله عليه و سلم قال صيام يوم عاشوراء إني أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله

Dari Qatadah, Nabi Saw bersabda, “Puasa hari Arafah saya berharap kepada Allah dapat menghapuskan (dosa) tahun sebelum dan tahun sesudahnya. Dan puasa hari Asyura saya berharap kepada Allah dapat menghapus (dosa) tahun sebelumnya.”  (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)

Di samping melakukan puasa Asyura ini juga dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram (hari Tasu’a). Anjuran ini dengan alasan agar amalan umat Islam di bulan Muharram terssebut tidak menyerupai puasa kaum Yahudi, seperti diceritakan dari sahabat Ibnu Abbas, beliau berkata,

Ketika Rasulullah datang ke Madinah, beliau melihat orang Yahudi yang sedang berpuasa pada hari Asyura’. Kemudian Rasulullah bertanya kepadanya, ‘Hari apa ini?’ Mereka pun menjawab, ‘Hari ini adalah hari yang baik. Hari di mana Allah menyelamatkan kaum Bani Israil dari musuhnya, kemudian Nabi Musa berpuasa pada hari itu.’ Rasulullah menanggapi seraya berkata, ‘Aku lebih berhak daripada kalian.’” (HR. Bukhari)

Kemudian Rasulullah Saw berpuasa pada hari itu dalam suatu riwayat karena mengagungkan Nabi Musa dan memerintahkan para sahabat agar berpuasa.

Itulah 5 amalan yang dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan Muharram. Semoga bermanfaat. Wallahua’lam.

BINCANG MUSLIMAH

Apakah Bayi Meninggal Diakikahkan?

Bismillahirrahmanirrahim.

Akikah memiliki keutamaan yang sangat besar. Hal ini sebagaimana yang dikabarkan di dalam hadis sahih dari sahabat Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

“Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya. Disembelih atas namanya pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama” (HR. Ahmad no. 20722, at-Tirmidzi no. 1605, dan dinilai sahih oleh al-Albani).

Al-Khottobi Rahimahullah menerangkan makna hadis ini, dengan mengutip keterangan Imam Ahmad Rahimahullah,

قال أحمد: هذا في الشفاعة يريد أنه إن لم يعق عنه فمات طفلاً لم يُشفع في والديه

“Imam Ahmad berkata, ‘(Makna tergadaikan di sini adalah) tentang syafaat. Jika tidak diakikahi, kemudian anak meninggal sebelum baligh, maka orang tua terhalang dari (mendapatkan) syafaat anak’” (Lihat Al-Mifshal fi Ahkam Al-Aqiqah, hal. 30).

Penjelasan Imam Ahmad di atas dikuatkan oleh Ibnu Hajar Rahimahumallah,

اختلف الناس في هذا، وأجود ما قيل فيه: ما ذهب إليه أحمد بن حنبل قال: هذا في الشفاعة، يريد أنه إذا لم يعق عنه فمات طفلاً لم يشفع في أبويه

“Para ulama berbeda pendapat tentang makna ‘anak tergadai sampai diakikahi’. Namun pendapat yang paling baik adalah apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hambal. Beliau mengatakan, ‘Hadis ini berkenaan dengan syafaat.’ Maksud beliau, jika anak belum ditunaikan akikahnya, lalu meninggal saat masih kecil, maka kedua orangtuanya tidak bisa mendapatkan syafaatnya” (Fathul Bari, 12: 410).

Mengingat keutamaan yang besar ini, maka tetap dianjurkan mengakikahkan bayi yang lahir meskipun telah meninggal.

Sebagaimana dijelaskan dalam Fatwa Lajnah Da-imah (Majelis Fatwa dan Ulama Senior Saudi Arabia) berikut,

إذا توفي الحمل بعد نفخ الروح فيه، وسقط من بطن أمه فإنه يغسل ويكفن ويصلى عليه ويدفن، ويستحب أن يسمى وأن يعق عنه وهو ما تسمونه الطلوعة، والسنة عن الذكر اثنتان وعن الأنثى واحدة من الغنم كل واحدة تجزئ في الأضحية. وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

“Jika janin meninggal setelah ditiupkan ruh, kemudian ibunya keguguran, maka janin itu dimandikan, dikafani dan disalatkan, kemudian dikuburkan. Disunahkah diberi nama dan diakikahkan. Bagi anak laki-laki dua kambing, anak perempuan satu kambing. Kriterianya adalah kambing yang sah untuk kurban. Semoga Allah memberikan taufik, selawat serta salam untuk Nabi kita Muhammad serta keluarga dan para sahabat beliau” (Fatwa Lajnah Da-imah, 10: 459-460).

Selain itu, bayi yang sudah ditiupkan ruh (yakni sejak umur 4 bulan di dalam kandungan), sudah dihukumi sebagai manusia yang kelak di hari kiamat akan dibangkitkan. Sehingga, dianjurkan untuk tetap diakikahkan.

Semoga penjelasan ini bermanfaat untuk penulis dan juga para pembaca sekalian.

Wallahua’lam bis showab.

Penulis: Ahmad Anshori

Sumber: https://muslim.or.id/68047-apakah-bayi-meninggal-diakikahkan.html

Perempuan Rentan Alami Gangguan Kesehatan Mental Selama Pandemi

Meski jarang terdengar, isu kesehatan mental mulai digaungkan oleh masyarakat terutama selama pandemi. Disadari atau tidak, kesehatan mental nyatanya membawa pengaruh yang cukup besar. Tidak hanya dalam perilaku keseharian, bahkan dapat memengaruhi kondisi kesehatan fisik. Bagaimana tidak? Ketika seseorang memiliki emosi negatif seperti depresi, maka akan ada satu respon tubuh yang aktif yaitu saraf simpatik yang memunculkan hipotalamus.

Kelenjar hipotalamus ini membuat tubuh melepaskan hormon stres yaitu kortisol dan adrenalin. Respon ini pada umumnya normal. Namun jika seseorang mengalami stres hingga depresi dalam jangka waktu yang lama, maka dapat berdampak fatal. Jika saraf otonom diaktifkan secara terus menerus dapat menganggu sistim pencernaan hingga daya tahan tubuh. Tidak sepele, stres kronis dapat memicu penyakit migrain, jantung, stroke dan sebagainya.

Selama pandemi Covid-19 sendiri, gangguan kesehatan mental rentan dialami oleh setiap orang. Namun, nyatanya perempuan jauh lebih berisiko alami gangguan kesehatan. Bahkan jauh sebelum pandemi menjajaki dunia.

Isu Kesehatan Mental Perempuan

Tidak dapat dipungkiri selama pandemi Covid-19, kesehatan mental setiap orang diuji. Bagaimana tidak? Selama pandemi, banyak orang yang terjangkit penyakit virus Sars Cov 2 ini. Tidak hanya itu, sebagian di antara kita harus kehilangan mata pencaharian. Berkurangnya penjualan hingga dipecat oleh atasan. Berbagai masalah ini lah yang menggerogoti akal sehat hingga mental.

Namun, disadari atau tidak, nyatanya perempuan lebih berisiko. Pertama, bagi perempuan rumah tangga, selama pandemi, aktifitas berlipat ganda. Tidak hanya mengurus persoalan domestik, kini perempuan perlu mendampingi anak-anak bersekolah lewat daring. Selain itu, istri juga mengurus keperluan suami yang bekerja di rumah.

Istri dan ibu mengemban tugas berlipat ganda di waktu yang bersamaan. Menjadi seorang istri, ibu, guru dan karyawan bagi perusahaan tempat ia bekerja. Hal ini membuat istri hampir kehilangan waktu untuk mengambil jeda untuk dirinya sendiri.

Namun bagi mereka, perempuan yang bekerja di rumah mungkin masih bisa terhitung beruntung. Lantas bagaimana bagi perempuan yang diberhentikan dari pekerjaan? Mereka harus berada di rumah dengan berbagai tekanan. Ditambah pula dengan stigma miring yang teramat membebani.

Terhitung di luar masa pandemi saja, perempuan telah medapatkan tekanan luar biasa. Seperti yang diungkapkan oleh Pakar Psikologi Universitas Airlangga Dr. Ike Herdiana, M.Psi. Banyak pemicu yang pengaruhi kesehatan mental perempuan. Seperti pengasuhan anak dan permasalahan domestik yang dibebankan pada perempuan. Objektifitas yang rentan sebabkan kasus pelecehan hingga diskriminasi.

Lantas bagaimana Islam sendiri memandang isu kesehatan mental?

Jika menengok pada buku Psikologi Agama karya Dr. Jalaluddin,  menyebutkan jika kesehatan mental merupakan kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan  tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan  batin  dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri  secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan).

Hal ini persis terdapat dalam QS Al-Ra’ad ayat 28:

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ

 “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya  dengan  mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.

Karenanya, penyelesaian masalah kesehatan mental bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama dari pihak profesional dari kejiwaan. Kedua, melalui pendekatan agama, tentunya dari Al-Quran yang bersifat sebagai obat atau asy-syifa.

BINCANG MUSLIMAH

Sikap Istri Yang Tidak Diperlakukan Dengan Baik Oleh Suaminya

Ada kalanya seorang mukmin diuji oleh Allah ta’ala dengan perlakuan kurang baik dari pasangan hidupnya. Seorang suami yang memiliki komitmen pada agama kadang juga tergelincir dengan sikap atau akhlak yang tidak terpuji pada istrinya. Rumah tangga yang di awalnya penuh dengan ketenteraman serta kebahagiaan seiring berjalan waktu terkadang mengalami badai dan terguncang ketika ada perkataan dan perbuatan yang bertentangan dengan syariat Islam. Ini sebuah ujian yang harus dihadapi pasutri agar laju bahtera pernikahan tetap stabil menuju sakinah, mawaddah, dan penuh rahmat Allah ta’ala.

Semoga nasehat syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah di bawah ini mampu mencerahkan imam pasutri untuk lebih menjaga keutuhan rumah tangga serta mampu bersikap bijak saat badai mengguncang.

Beliau ditanya:

Saya sudah menikah 25 tahun dan memiliki beberapa anak. Akhir-akhir ini saya ada masalah dengan suami. Dia sering melecehkan saya di hadapan anak-anak dan keluarga besar tanpa sebab yang jelas. Saya tidak lagi merasa nyaman kecuali kalau ia tidak ada di rumah, padahal suami saya ini selalu shalat dan takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Mohon nasehat, bagaimana sikap saya yang benar? Jazaakumullahu khairan.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjawab:

Anda wajib bersabar dan berusaha menasehatinya dengan baik dan mengingatkannya supaya ingat kepada Allah ‘azza wa jalla dan hari kiamat. Semoga dengan ini dia mendengar dan kembali ke jalan yang benar serta meninggalkan perangainya yang buruk. Jika dia tidak berubah, maka dia yang berdosa dan anda mendapatkan pahala yang besar dengan sebab kesabaran anda menghadapi keburukannya.

Disyariatkan pula bagi anda untuk berdoa dalam shalat dan di luar shalat supaya Allah ‘azza wa jalla memberikan petunjuk kepadanya ke arah kebenaran mengaruniainya akhlak terpuji juga agar Allah ‘azza wa jalla melindungi anda dari keburukannya.

Di samping itu, anda harus berusaha mengevaluasi diri dan berusaha tetap istiqamah dan bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla dari semua keburukan dan kesalahan yang mungkin saudari perbuat dalam menunaikan hak Allah ‘azza wa jalla, hak suami atau hak yang lain. Karena bisa jadi kejadian ini menimpa saudari karena perbuatan maksiat yang saudari lakukan. Karena Allah ‘azza wa jalla berfirman:

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ

Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syu’ara: 30).

Bisa jadi anda minta tolong kepada bapaknya, atau ibunya, atau kakaknya atau siapa saja yang didengar suaranya untuk menasehatinya agar memperlakukan saudari dengan baik, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa jalla,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

  “Dan bergaulah dengan mereka secara patut” (QS. An-Nisa: 19)

Juga firman Allah ‘Azza wa jalla,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ

 “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya” (QS. Al-Baqarah: 228).

Semoga Allah ‘Azza wa jalla memperbaiki biduk rumah tangga kalian dan semoga Allah ‘Azza wa jalla memberikan hidayah kepada suami saudari dan menunjukinya jalan yang benar. Semoga Allah ‘Azza wa jalla senantiasa mengumpulkan kalian dalam kebaikan dan petunjuk, karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa jalla Maha Dermawan lagi Maha Pemurah” (Fatawa al-Mar’ah al- Muslimah, hal. 687-688).

Demikianlah nasehat penyejuk iman agar pasutri tetap optimis dalam mencari solusi dalam setiap permasalahan rumah tangga. Mendoakan suami agar menjadi lebih baik adalah langkah utama agar Allah ta’ala membuka hati suami untuk segera menyadari kekhilafannya. Mintalah pada Allah ta’ala dan jangan berputus asa. Selain itu istri juga harus lebih memperbaiki diri untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas iman dan amal shalih karena terkadang tingkah laku suami dipicu oleh berbagai kemaksiatan yang dilakukan istri. Dan langkah yang tak kalah penting adalah tetap bersikap baik kepada suami, tunaikan kewajiban-kewajiban sebagai suami istri dengan ikhlas dan bergaulah dengan adab mulia. Bersabar terhadap keburukan orang lain sungguh butuh perjuangan ekstra. Di sinilah ketangguhan iman dan tawakkal seorang mukmin diuji, akankah ia lulus dalam menghadapi badai ujian ini. Bayangkan betapa istri akan merasakan puncak kebahagiaan ketika suatu saat suaminya berubah menjadi lebih shalih, mampu memperlakukan istri dengan lebih baik, niscaya anda akan bersemangat menjalani segala aktivitas.

Semoga uraian di atas mampu mencerahkan pikiran dan pandangan kaum mukminah bahwa kehidupan pernikahan akan indah dan barakah ketika kita menyandarkan harapan hanya pada Allah ta’ala dan senantiasa berdzikir, berdoa dan berupaya untuk meraih keridaan Allah ta’ala.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi:

1. Majalah As-Sunnah, Tahun XX syawal 1437 H.

2. Bekal Berharga Menjadi Ibu Serba Bisa. Diterbitkan oleh Tim sekolah ibu, Bantul, 2019

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/13973-sikap-istri-yang-tidak-diperlakukan-dengan-baik-oleh-suaminya.html

Cara Mengobati Baby Blues Syndrome

Fatwa Al-Lajnah Ad-Da-imah

Soal:
Aku adalah seorang pemudi di berusia 20-an. Saya muslimah multazimah dan telah menikah sekitar satu setengah tahun. Alhamdulillah kami telah diberi rizki sekitar 6 (enam) bulan berupa seorang anak laki-laki. Persalinanku berjalan normal, Alhamdulillah. Sekitar satu pekan setelah melahirkan, aku merasa sangat tertekan yang belum pernah menimpaku sebelumnya. Sehingga aku tidak memiliki semangat untuk mengurus apapun termasuk bayiku.

Aku telah berkonsultasi kepada psikolog dan mengambil program terapi dalam jangka pendek. Namun terapi ini tidaklah mengembalikan keadaanku menjadi seperti semula sebagaimana sebelum melahirkan. Dan aku telah jenuh dengan panjangnya masa terapi.

Aku memohon kepada Allah Ta’ala agar Anda semua bisa mengajarkan pengobatan syar’i untuk mengobati sempitnya dada dan depresi ini. Atau pengobatan yang terbaik agar aku kembali kepada keadaanku semua. Sehingga dapat melayani suamiku, anakku, dan juga mengurusi rumah.

Aku pernah mendengar hadis yang mengatakan bahwa air zamzam itu khasiatnya tergantung niat yang meminumnya. Aku mohon kepada Allah kemudian anda sekalian menjelaskan hadis ini. Apakah keutamaan ini berlaku juga untuk keadaan-keadaan psikologis ataukah hanya pada kondisi-kondisi fisik? Apabila air zamzam bermanfaat atas izin Allah sebagai penyembuh keadaanku ini, lalu bagaimana cara mendapatkan air zamzam tersebut?

Jawab:
Yakinlah kepada Allah dan berprasangka baiklah kepada-Nya! Serahkan perkaramu kepada Allah, jangan berputus asa dari rahmat-Nya, karunia dari-Nya, dan kebaikan-Nya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menurunkan penyakit kecuali pasti menurunkan untuknya obat.

Wajib bagi Anda untuk mengambil sebab-sebab pengobatan, dan teruskanlah berkonsultasi kepada dokter-dokter yang spesialis dalam masalah penyakit dan obatnya.

Bacakan pada diri Anda surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, dan surat An-Nas, sebanyak 3 (tiga) kali. Dan tiupkan di telapak tangan Anda setiap kali selesai membacanya. Usapkan dengan keduanya wajah Anda dan juga apa yang Anda mampu digapai dari badan Anda. Ulangi hal tersebut berkali-kali di malam hari, siang hari, dan sebelum tidur. Bacakan pada diri Anda juga surat Al-Fatihah di jam berapa pun pada malam atau siang hari dan bacakan juga ayat kursi setiap berbaring di tempat tidur. Itu semua merupakan yang terbaik untuk meruqyah diri sendiri dan melindunginya dari keburukan.

Kemudian berdoalah kepada Allah Ta’ala dengan doa berikut

لا إله إلا الله العظيم الحليم، لا إله إلا الله رب العرش العظيم، لا إله إلا الله رب السموات ورب الأرض ورب العرش الكريم

/laa ilaaha illallahul-azhimul-haliim, laa ilaaha illallahu rabbul-’arsyil-azhiim, laa ilaaha illallahu rabbus-samawati wa rabbul-ardhi wa rabbul-’arsyil-kariim/
(Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Agung lagi Maha Pemaaf, Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Rabb ‘Arsy yang agung, Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Rabb langit dan bumi dan Rabb ‘Arsy yang mulia” (HR. Al-Bukhari no. 6346, Muslim no.2730. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma).

Dan ruqyahlah diri Anda juga dengan doa yang dipraktekkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam:

اللهم رب الناس، مذهب البأس، اشف أنت الشافي، لا شافي إلا أنت، شفاء لا يغادر سقما

/Allahumma Rabban naas, mudzhibul ba’sa, isyfi antasy syafi, laa syafiya illa anta, syifaa-an laa yughadiru saqama/
(Ya Allah, Rabbnya Manusia, Yang menghilangkan kesulitan, berilah kesembuhan, Engkau adalah Zat yang Maha Penyembuh, tidak ada yang mampu menyembuhkan kecuali Engkau, kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit).

Dan zikir-zikir, ruqyah-ruqyah, doa serta pengobatan yang lain, yang disebutkan di dalam kitab-kitab hadis. Imam An-Nawawi Rahimahullah menyebutkannya dalam kitab Riyadhus Shalihin dan kitab Al-Adzkar.

Adapun yang anda sebutkan tentang air zamzam, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda,

ماء زمزم لما شرب له

Khasiat air Zamzam tergantung niat orang yang meminumnya” (HR. Ahmad 3/357, Ibnu Majah No. 3062).

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah, dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam. Dan hadis ini hasan. Kandungan hadis ini juga bersifat umum. Dan ada hadis yang lebih sahih, yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam tentang air zamzam,

إنها مباركة، وإنها طعام طعم وشفاء سقم

Sesungguhnya (air zamzam) itu berkah. Sesungguhnya ia adalah makanan segala makanan dan obat segala penyakit” (HR. Muslim, Abu Daud, Ath-Thabarani dalam Mu’jam Ash-Shaghir no.947. Dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no.3585).

رواه مسلم وأبو داود، وهذا لفظ أبي داود. فإذا أردت منه شيئا أمكنك أن توصي من يحج من بلدك ليأتي بشيء منه في عودته من حجه.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Dawud. Dan ini lafaz dari Abu Dawud. Jika Anda menginginkan air zamzam, Anda mungkin bisa berpesan kepada orang yang berhaji dari negeri Anda untuk membawakan sedikit air zamzam ketika pulang dari haji.

***

Sumber: Majmu’ Fatawa Al-Lajnah Ad-Da-imah As-Su’udiyyah, Jilid Ketujuh (Al-‘Aqidah), dinukil dari http://iswy.co/e3jca

Penerjemah: Muhammad Fadhli, ST.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/13976-cara-mengobati-blue-baby-syndrome.html

Anak Jadi Yatim Piatu Sebelum Wafatnya Ayah dan Ibu

Banyak anak jadi yatim piatu karena ayah dan ibunya sibuk dan tak memberi perhatian.

Hari ini bertepatan dengan 10 Muharram. Selain dikenal sebagai Hari Asyura, 10 Muharram disebut sebagai hari Lebaran Anak Yatim. Mengapa? Alasannya banyak majelis taklim dan masjid di Indonesia memberikan santunan kepada anak yatim pada 10 Muharram berbarengan dengan perayaan tahun baru Islam, sehingga kegiatan santunan itu menjadi tradisi. Namun, sebenarnya ada yang lebih menderita dari anak-anak yatim dan piatu yang mendapatkan bantuan itu, yakni anak-anak yang sudah menjadi yatim piatu sebelum ayah dan ibunya meninggal dunia.

Kita mengenal anak yatim adalah anak yang sudah ditinggal meninggal dunia bapaknya. Sementara anak piatu adalah anak yang ditinggal wafat ibunya. Kehilangan ayah, ibu, apalagi kehilangan keduanya, tentu memberikan dampak serius dalam kehidupan seorang anak.

Dalam Surah al-Kahfi ayat 82, disebutkan kata ‘yatiimaini’ yang bermakna dua orang anak yatim. Dalam ayat tersebut, dikisahkan Nabi Khaidir alaihi salam membangun tembok yang hampir roboh agar harta yang terpendam di bawahnya yang menjadi milik anak yatim itu tetap terlindungi.

Pakar tafsir Alquran dari Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, KH Muchlis M Hanafi mengatakan, kata yatim disebut dalam konteks anak-anak yang harus dilindungi dan diperlakukan secara baik. Penggunaan kata yatim umumnya banyak terdapat pada ayat-ayat Makkiyah (yang turun di Makkah). Anak yatim, kata KH Muchlis, sangat diperhatikan dalam Alquran sebab ayah merupakan tulang punggung keluarga, terutama dalam bidang ekonomi. Karenanya, ketika sang ayah meninggal itu diumpamakan seakan-akan rumah yang hampir roboh.

Anak yatim disebut sebagai anak yang kehilangan sandaran dalam kehidupannya. Karena itu anak yang dalam situasi tersebut tidak boleh diberi kesusahan lagi, salah satunya dengan cara tidak berkata kasar terhadapnya.

Baca juga : Jubir JK Luruskan Kabar Bohong yang Dibuat Warganet

Kehilangan ayah yang sebagai penjemput rezeki, di banyak keluarga menjadi persoalan utama. Apalagi jika sang ibu tidak memiliki pekerjaan di luar statusnya sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan jika ditinggal meninggal ibu, seorang anak akan kehilangan sandaran hidup, lenyapnya kehangatan, dan kasih sayang.

Karena itu, seorang anak yatim, anak piatu, atau anak yatim piatu, tidak hanya membutuhkan bantuan finansial atau biaya pendidikan serta kehidupan sehari-hari. Bukan sekadar uang, mereka butuh perhatian, kasih sayang, seseorang yang memuji, membela, hingga tempat berbagi cerita.

Seorang anak yang ditinggal wafat ayahnya akan kehilangan sosok panutan. Ia tidak memiliki panutan dalam pembinaan dirinya sebagai pemangku tanggung jawab. Sifat kelaki-lakiannya pun bisa terganggu jika tidak ada sosok panutan dalam keluarga yang mengambil tanggung jawab itu.

Kita bisa belajar dari kisah hidup baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Ketika ditinggal wafat sang ayah saat masih di dalam kandungan, sedari lahir Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak kehilangan panutan sebagai seorang laki-laki. Kakek dan paman Rasulullah menjadi penjaga sekaligus roles model Rasulullah menjadi seorang pemimpin. Ketika kehilangan ibunda Aminah, kasih sayang seorang ibu tetap didapatkan Rasulullah dari bibi-bibinya.

Psikolog anak Endang Widyorini menilai, anak yatim telah kehilangan sosok panutan mereka. Dalam konteks ini adalah figur ayah atau ibu atau bahkan keduanya, harus ada menggantikan peran mereka.

“Mereka harus dididik dengan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. Usahakan ada figur ibu yang penuh kasih dan figur ayah yang mengajarkan tentang cara berjuang untuk hidup,” ujarnya saat diwawancara Republika beberapa waktu lalu.

Lantas bagaimana bisa seorang anak menjadi yatim piatu walau bapak dan ibunya masih hidup?

KHAZANAH REPUBLIKA

Setiap Amal Perbuatan Baik dan Buruk Pasti akan Mendapat Balasan

Setiap amal perbuatan yang kita lakukan di dunia ini pasti akan mendapatkan balasannny nanti di akhirat kelak, entahitu erbuatan baik atau perbuatan buruk, semua akan mendapat balsannya dari Allah.

Allah berfirman dalam surat Al Zalzalah ayat 6-8:

يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ

Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.

Dari ayat di atas Allah memperingatkan pada kita semua agar selalu ingat bahwa setiap perbuatan kita nanti aka nada balasannya, dan balasannya adalah berupa kebaikan dan keburukan yaitu kenikmatan surga atau siksa neraka, bahkan sebelum di hisab amal kita selama di dunia akan mendapat balasan berupa pertolongan Allah ketika di padang mahsyar.

Ibrah yang bisa kita ambil dari untaian ayat yang mulia ini adalah

  1. Hendaknya kita selalu mengingat akhirat
  2. Hendaknya kita takut untuk berbuat maksiat walau sekecil apapun karena balasan yang akan kita terima di akhirat pastilah keburukan
  3. Hendaklah kita memperbanyak amal baik kita agar kita mendapat kebaukan di akhirat kelak

Demikian sedikit penjelasn mudah-mudahn kita selalu dijaga dari perbuatan buruk dan dimudahkan untuk berbuat baik. (AN)

ISLAM KAFAH