Laki-Laki adalah Pemimpin Rumah Tangga (Bag. 5)

Baca pembahasan sebelumnya Laki-Laki adalah Pemimpin Rumah Tangga (Bag. 4)

Memimpin dengan Penuh Kelembutan

Memimpin rumah tangga dengan tanggung jawab yang sedemikian besar, bukanlah artinya seorang suami harus bersikap keras dan kasar di rumah. Bahkan sebaliknya, hendaknya dia berhias dengan akhlak yang mulia, berhias dengan kelembutan, dan kasih sayang sebagaimana yang ditunjukkan oleh teladan kita, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Allah Ta’ala berfirman,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 159)

Allah Ta’ala memerintahkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memiliki sikap tawadhu’. Allah Ta’ala berfirman,

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy-Syu’araa [26]: 215)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan umatnya agar memiliki sikap kelembutan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ

“Hendaklah kamu berbuat lembut kepadanya.” (HR. Muslim no. 2594)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi agar seseorang memiliki sikap lemah lembut kepada sesama. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya kasih sayang (kelembutan) itu tidak akan berada pada sesuatu, melainkan dia akan menghiasinya (dengan kebaikan). Sebaliknya, jika kasih sayang (kelembutan) itu dicabut dari sesuatu, dia akan membuatnya menjadi buruk.” (HR. Muslim no. 2594)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai sikap lemah lembut dalam semua perkara.” (HR. Bukhari no. 6024)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ، وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

“Allah akan memberikan pada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan pada sikap yang keras dan juga akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan pada sikap lainnya.” (HR. Muslim no. 2593)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ، يُحْرَمِ الْخَيْرَ

“Siapa saja yang dijauhkan dari sifat lemah lembut (kasih sayang), berarti dia dijauhkan dari kebaikan.” (HR. Muslim no. 2592)

Ketika seorang istri diperintahkan untuk taat kepada suami, maka sudah semestinya bagi seorang suami untuk bersikap lembut, penuh kasih sayang, dan bersikap mudah (tidak mempersulit) kepada sang istri. 

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52793-pemimpin-rumah-tangga-5.html

4 Adab dan Sopan Santun Umat Terhadap Rasulullah

BEGITU perhatiannya Allah pada Nabi Muhammad saw hingga harus mengatur adab serta sopan santun umat di hadapan nabinya.

Tak tanggung-tanggung, siapapun yang tidak berlaku sopan dan melanggar adab ini di hadapan Rasul, maka Allah telah menyiapkan ancaman yang begitu dahsyat.

Apa saja adab di hadapan Rasulullah saw?

1. Jangan Mendahului (pendapat) Allah dan Rasul-Nya.

Salah satu adab yang paling ditekankan adalah untuk tidak memutuskan sesuatu sebelum keputusan Rasulullah saw. Dan tidak pula merubah keputusan yang telah ditetapkan oleh beliau. Allah Berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah.” (QS.Al-Hujurat:1)

“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang Mukmin dan perempuan yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah Menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka.” (QS.Al-Ahzab:36)

2. Jangan Memanggil Rasulullah tanpa penghormatan.

Jangan samakan posisi Rasulullah dengan orang lain di sekitar kita. Berilah penghormatan yang tinggi dengan tidak memanggil nama beliau dengan kurang sopan.

“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (QS.An-Nur:63)

3. Jangan meninggikan suara melebihi suara Nabi.

Hati-hati untuk tidak meninggikan suara di hadapan beliau. Ayat ini turun ketika ada segerombolan orang yang berteriak dan meninggikan suaranya dihadapan Nabi, saat itu juga Allah memberi ancaman yang besar.

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi.” (Al-Hujurat:2)

Apakah ayat ini hanya berlaku ketika Nabi masih hidup? Tentu tidak, bentuk meninggikan suara itu tetap berlaku walaupun beliau telah tiada. Ayat ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak meninggikan suara di pusara suci beliau. Hati-hati untuk tidak berteriak-teriak di makam Nabi Muhammad saw. Selain itu, ayat ini juga mengajarkan untuk tidak mengangkat pendapat diatas pendapat Nabi sepeninggal beliau.

Namun sayangnya, makam Nabi tak lagi dihormati. Bahkan ada orang-orang khusus yang dibayar untuk berteriak dan mengusir para peziarah yang mendatangi Nabi mereka saw.

4. Jangan berbicara dengan suara keras.

“Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain.” (QS.Al-Hujurat:2)

Lalu apa ancaman Allah kepada orang-orang yang tidak sopan dengan Rasulullah saw itu? Tak tanggung-tanggung, Allah Mengancam orang-orang yang tidak sopan di hadapan Nabi dengan menghapus semua amal perbuatannya dan tidak menyisakannya sedikit pun. Puluhan tahun amal yang telah dikumpulkan akan habis jika kita berlaku tidak sopan dan meninggikan suara di hadapan Rasulullah saw.

Allah Berfirman, “Nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS.Al-Hujurat:2)

Semoga kita termasuk orang-orang yang memuliakan Nabi Muhammad saw dan selalu menghormati beliau, kapan pun dan di mana pun. Karena ingat, semua ini adalah perintah Allah yang tertulis abadi dalam ayat-ayat Alquran. Apakah kita masih akan mempertanyakan kebenarannya? []

INILAH MOZAIK

Nabi Isa Saja Ingin Menjadi Umat Nabi Muhammad

SUATU hari, Nabi Isa berjalan menuju puncak sebuah gunung untuk beribadah. Di sana, ia menemui batu besar putih yang warnanya mirip air susu.

Nabi mengamati keindahannya dengan mengitarinya secara perlahan. Belum selesai mengitarinya, Allah lalu berfirman, “Wahai Isa, senangkah engkau jika Aku menunjukkan padamu sesuatu yang menakjubkan?”

“Tentu, wahai Tuhanku.”

Tidak lama kemudian batu besar itu terbelah dengan sendirinya. Tampaklah di dalamnya seorang laki-laki yang sedang salat, rambutnya telah memutih, di sisinya sebuah tongkat biru dan anggur segar. Setelah beribadah, Nabi Isa menyapanya. “Wahai Syekh, bagaimana Anda bisa bertahan hidup di dalam batu ini?”

“Bukankah Anda melihat anggur segar di hadapanku? Inilah rezekiku sepanjang hari,” kata manusia dari dalam batu itu.

“Sejak kapan Anda beribadah pada Allah di dalam batu ini?” tanya Nabi Isa kembali.

“Sejak empat ratus tahun lalu.”

“Ya Allah,” kata Nabi spontan dengan suara parau dan penuh rasa takjub. Putra Maryam as itu melanjutkan, “Sungguh, saya tidak mampu membayangkan ada makhluk Allah yang lebih mulia darimu.”

Kemudian Allah menurunkan wahyu pada Isa, “Sesungguhnya kelak akan datang suatu umat, yaitu umat Muhammad saw. Jika mereka beribadah pada-Ku dengan sungguh-sungguh, kedudukan mereka lebih mulia di sisi-Ku daripada orang yang beribadah selama empat ratus tahun ini.”

“Ya Allah, betapa beruntungnya umat Muhammad dan betapa bahagianya saya jika Engkau menjadikanku sebagai bagian dari umat Muhammad,” kata Nabi Isa separuh meminta.[]

INILAH MOZAIK

Apakah Nabi Muhammad Pernah Lakukan Kesalahan? (dibaca hingga selesai!)

Khazanahalquran menulis, bahwa sebagian orang meyakini bahwa Rasulullah saw pernah melakukan kesalahan.

Mereka berpendapat bahwa beliau maksum (terjaga dari salah dan dosa) hanya ketika diutus sebagai nabi, sebelum itu beliau dikatakan “tidak terjaga” dan bisa saja melakukan kesalahan. Bahkan sebagian lagi berpendapat bahwa Nabi Muhammad itu tidak beriman sebelum menjadi nabi.

Untuk mencari jawaban dari pernyataan ini, marilah kita renungkan sejenak ayat-ayat berikut ini.

Sejak Nabi Musa as lahir, Allah telah merencanakan skenario yang begitu indah untuk menyelamatkan nabi-Nya dari keganasan Firaun.

Dia memerintahkan ibu Musa untuk menghanyutkannya di sungai hingga diselamatkan oleh istri Firaun sendiri. Hingga dewasa pun, Firaun tidak pernah mampu menggagalkan dakwah Nabi Musa kepada umatnya.

Semua ini dapat terjadi karena Musa berada langsung dibawah pengawasan dan penjagaan Allah swt. Seperti dalam Firman-Nya,

“Dan agar engkau (Musa) diasuh di bawah pengawasan-Ku.” (QS.Thaha:39)

Sekarang kita mulai akan menyimpulkan bahwa ternyata Nabi Musa as telah berada dalam “penjagaan” dan “pengawasan” Allah sejak masih bayi. Sementara kita tau bahwa Nabi termulia dari deretan para Nabi adalah Nabi Muhammad saw.

Mungkinkah Nabi Musa berada dalam pengawasan Allah sejak bayi sementara Nabi Muhammad baru memdapatkannya setelah menjadi Nabi?

Mungkinkah Nabi Musa ‘dijaga’ oleh Allah sejak awal kelahirannya sementara Nabi Muhammad baru mendapat penjagaan setelah diutus sebagai Rasul?

Sungguh hal yang mustahil

Karena Allah pun menggunakan kata yang sama seperti yang digunakan kepada Nabi Musa, yaitu dengan kata dibawah “Penglihatan” atau “Pengawasan”-Ku) seperti dalam Firman-Nya,

“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu Ketetapan Tuhan-mu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami.” (QS.At-Thur:48).

Jika Nabi Musa dibawah pengawasan Allah sejak bayi, maka Nabi Muhammad pasti mendapat kemuliaan yang lebih agung dari Musa. Beliau telah terjaga dari segala kesalahan, bahkan ketika masih kanak-kanak dan belum diutus sebagai Nabi.

Bagaimana Nabi Muhammad akan melakukan kesalahan sementara beliau adalah makhluk termulia dan ciptaan paling sempurna yang telah mendapat stempel dari Allah sebagai Uswatun Hasanah, contoh bagi seluruh umat manusia. “Allah telah mendidikku dan itulah sebaik-baik didikan” (Rasulullah saw).

Dalam berbagai Firman-Nya, Allah selalu mengagungkan Nabi Muhammad saw, Lalu mengapa kita pelit untuk mengagungkan seorang yang telah diagungkan oleh Allah dengan kemuliaan yang tak terhingga? []

INILAH MOZAIK

Kenapa Kita Harus Meneladani Rasulullah?

Setidaknya ada enam alasan kaum Muslimin perlu meneladani Rasulullah SAW.

Umat Islam di berbagai belahan dunia hari-hari belakangan ini tengah memperingati hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi sangat semarak. 

Hari kelahiran Rasulullah SAW diperingati di berbagai masjid, surau/mushala, majelis taklim, pondok pesantren/sekolah, hingga kantor-kantor pemerintah. Pada umumnya, para dai yang tampil mengisi acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW selalu mengajak kaum Muslimin untuk meneladani kehidupan Rasulullah SAW.

Pemkot Depok, Jawa Barat, menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tingkat Kota Depok di Lapangan Balaikota Depok, Jalan Margonda Raya Depok, Kamis (14/11). Penceramahnya adalah Dr KH Saroni NA, MA. Ia mengupas tema “Meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam kehidupan personal dan social untuk Depok unggul, nyaman dan religius.”

Menurut Dr Saroni, paling tidak ada enam alasan mengapa kaum Muslimin perlu meneladani Rasulullah.  Pertama, Rasulullah  adalah manusia yang paling baik ibadahnya.  Bahkan sampai-sampai bengkak kakinya.

“Kedua, Rasul adalah orang yang paling bertakwa di antara orang-orang  bertakwa,” kata pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Sa’id Yusuf, Parungbingung, Depok.

Ketiga, Rasulullah adalah manusia yang paling mulia dan terpuji baik di langit maupun di bumi,di dunia dan di akhirat. “Keempat, Rasulullah adalah manusia yang paling suci dan manusia yang diharapkan syafaatnya di hari kiamat kelak,” ujar Saroni dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Kelima, kata dia, Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya mahluk Allah di muka bumi ini.  Baik akhlaknya  maupun bentuknya.

Adapun yang keenam, Rasulullah adalah manusia yang sabar dalam menyampaikan dakwah. Ia tidak pernah dendam, apalagi sakit hati.

Jika sifat-sifat  ini kita teladani, kita ikuti dan aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, maka kita akan menjadi manusia mulia di atas dunia ini.  Maka, mari kita jadikan  momentum maulid untuk meneladani tata cara kehhidupan  Rasulullah SAW,” kata doktor pendidikan jebolan Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor itu.

KHAZANAH REPUBLIKA


6 Kelompok Manusia ini Masuk Neraka tanpa Hisab, Siapa Saja?

Kelompok manusia masuk neraka karena amal mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, Ada enam kelompok manusia yang akan masuk neraka tanpa melalui proses penghitungan amal ibadah (hisab). Mereka adalah orang-orang yang berbuat kezaliman di dunia dan selalu merugikan banyak orang. Mereka bukan tidak mengerjakan amal ibadah yang diwajibkan dan amalan-amalan sunnah yang lain. Namun, amal ibadah yang mereka kerjakan sulit untuk mengalahkan dosa-dosa yang telah mereka perbuat.

Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Minhaj al-Abidin, keenam kelompok orang itu (seperti dalam hadis yang diriwayatkan ad-Dulaimi) adalah : Pertama, pemimpin yang dzalim. Mereka adalah pemimpin yang tidak amanah di saat memegang jabatan. Jabatan yang dimiliki digunakan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya bukan untuk kepentingan umat. 

Padahal, dalam pandangan Islam, jabatan merupakan sebuah amanah yang besar.  Pertanggungjawabannya bukan hanya kepada manusia melainkan juga kepada Allah SWT. Itulah mengapa para sahabat enggan untuk memegang jabatan sebagai pemimpin untuk menggantikan posisi Rasulullah SAW. 

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa jenazah Rasulullah baru dimakamkan tiga hari setelah beliau wafat. Ini disebabkan para sahabat menunggu siapa pemimpin sesudah Rasulullah. 

Kedua, pengusaha yang khianat. Segala bentuk usaha yang dilakukan bertentangan dengan apa yang sudah ditentukan dalam Islam. Usahanya menggunakan cara-cara tidak terpuji seperti menipu.

Kalau ia seorang pedagang buah, di atas keranjang buah selalu ditempatkan buah-buah yang masih baru dan segar tetapi di bagian bawah, buahnya dalam keadaan jelek bahkan ada yang busuk. Islam pun melarang setiap pedagang untuk mengurangi timbangan karena dengan berbuat itu akan merugikan konsumen. 

Kegiatan menimbun barang juga merupakan perbuatan yang ditentang dalam ajaran Islam. Alasannya, kegiatan itu biasanya digunakan untuk meresahkan masyarakat aibat mahalnya harga barang. Tindakan itu merugikan masyarakat.

Ketiga, penguasa kecil yang mempunyai kesombongan besar. Terkadang kita jumpai di masyarakat bahwa pemimpin-pemimpin daerah justru ingin diperlakukan dengan istimewa bahkan terkadang melebihi pemimpin yang memiliki kekuasaan yang lebih besar. Mereka sombong dengan jabatan yang dikuasai. Padahal yang berhak sombong tidak lain adalah Allah SWT.

Keempat, fanatisme golongan. Mereka memiliki rasa fanatisme yang berlebihan terhadap sebuah kelompok atau golongan. Apa pun akan mereka lakukan asalkan demi golongannya. Mereka berjuang bukan untuk mencari ridha Allah SWT melainkan untuk kepentingan golongan. Ketika umat Islam dizalimi mereka tidak beraksi tapi kalau kelompok mereka diganggu dan dianiaya mereka berjuang habis-habisan untuk membela kelompoknya.

Kelima, orang awam karena kebodohannya. Mereka hanya ikut-ikutan dengan sekolompok orang yang mereka anggap benar. Akibatnya, mereka tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Di dalam Alquran, Allah SWT menjelaskan, akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Karena itu, mencari ilmu dalam Islam juga merupakan kewajiban bagi setiap Muslim.

Keenam, ulama yang mempunyai hati dengki. Ulama menurut arti bahasa adalah orang yang berilmu. Setiap ilmu yang dimiliki harus digunakan untuk kepentingan umat, bukan untuk kepentingan individu ataupun kelompok. 

Dan, pastinya ilmu yang dimiliki akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Apa yang dikatakan Rasulullah SAW itu sangat relevan dengan kehidupan kita sehari-hari. Saat ini keenam kelompok itu bermunculan di negeri ini. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Gemar Memakmurkan Masjid, Sifat Orang Beriman

Allah Ta’ala berfirman:

{مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ. إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ}

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)” (QS At-Taubah: 18).

Ayat yang mulia ini menunjukkan besarnya keutamaan memakmurkan masjid yang didirikan karena Allah Ta’ala, dalam semua bentuk pemakmuran masjid, bahkan perbuatan terpuji ini merupakan bukti benarnya iman dalam hati seorang hamba.

Imam al-Qurthubi berkata: “Firman Allah Ta’ala ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa mempersaksikan orang-orang yang memakmurkan masjid dengan keimanan adalah (persaksian yang) benar, karena Allah Ta’ala mengaitkan keimanan dengan perbuatan (terpuji) ini dan mengabarkan tentanganya dengan menetapi perbuatan ini. Salah seorang ulama Salaf berkata: Jika engkau melihat seorang hamba (yang selalu) memakmurkan masjid maka berbaiksangkalah kepadanya”1.

Ada hadits dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menyebutkan hal ini, diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi (5/12 dan 277), Ibnu Majah (no. 802), Ahmad (3/68 dan 76) dan al-Hakim (1/322 dan 2/363) dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jika engkau melihat seorang hamba yang selalu mengunjungi masjid maka persaksikanlah keimanannya”, kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membaca ayat tersebut di atas.

Akan tetapi hadits ini lemah karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Darraj bin Sam’an Abus samh al-Mishri, dia meriwayatkan hadits ini dari Abul Haitsam Sulaiman bin ‘Amr al-Mishri, dan riwayatnya dari Abul Haitsam lemah, sebagaimana penjelasan Imam Ibnu hajar al-‘Asqalani2.

Hadits ini dinyatakan lemah oleh Imam adz-Dzahabi dan Syaikh al-Albani karena rawi di atas3.

Karena hadits ini lemah, maka tentu tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dan argumentasi yang menunjukkan keutamaan di atas, tapi cukuplah firman Allah Ta’ala di atas dan hadits-hadits lain yang shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menunjukkan keutamaan tersebut.

Misalnya, hadits riwayat Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya… (di antaranya): Seorang hamba yang hatinya selalu terikat dengan masjid4.

Imam an-Nawawi berkata: “Artinya: dia sangat mencintai masjid dan selalu menetapinya untuk melaksanakan shalat berjamaah”5.

Hakikat memakmurkan masjid

Makna memakmurkan masjid adalah menetapinya untuk melaksanakan ibadah di dalamnya dalam rangka mencari keridhaan-Nya, misalnya shalat, berdzikir kepada Allah Ta’ala dan mempelajari ilmu agama. Juga termasuk maknanya adalah membangun masjid, menjaga dan memeliharanya6.

Dua makna inilah yang diungkapkan oleh para ulama Ahli tafsir ketika menafsirkan ayat dia atas. Imam Ibnul Jauzi berkata: “Yang dimaksud dengan memakmurkan masjid (dalam ayat di atas) ada dua pendapat:

  1. Selalu mendatangi masjid dan berdiam di dalamnya (untuk beribadah kepada Allah Ta’ala)
  2. Membangun masjid dan memperbaikinya”7.

Maka hakikat memakmurkan masjid adalah mencakup semua amal ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala yang diperintahkan atau dianjurkan dalam Islam untuk dilaksanakan di masjid.

Oleh karena itu, tentu saja shalat berjamaah lima waktu di masjid bagi laki-laki adalah termasuk bentuk memakmurkan masjid, bahkan inilah bentuk memakmurkan masjid yang paling utama.

Imam Ibnu Katsir menukil dengan sanad beliau ucapan shahabat yang mulia, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata: “Barangsiapa yang mendengar seruan adzan untuk shalat (berjamaah) kemudian dia tidak menjawabnya dengan mendatangi masjid dan shalat (berjamaah), maka tidak ada shalat baginya dan sungguh dia telah bermaksiat (durhaka) kepada Allah dan Rasul-Nya”. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu membaca ayat tersebut di atas8.

Sebaliknya, semua perbuatan yang bertentangan dengan petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, meskipun dihadiri oleh banyak orang dan menjadikan masjid penuh dan ramai, maka semua ini tidaklah termasuk memakmurkan masjid. Seperti pelaksanaan acara-acara bid’ah9yang dilakukan di beberapa masjid kaum muslimin oleh orang-orang yang jahil, apalagi jika dalam acara tersebut terdapat unsur kesyirikan (menyekutukan Allah Ta’ala) dan hal-hal yang bertentangan dengan aqidah Islam yang lurus.

Imam Ibnu Katsir berkata: “Bukanlah yang dimaksud dengan memakmurkan masjid-masjid Allah hanya dengan menghiasi dan mendirikan fisik (bangunan)nya saja, akan tetapi memakmurkannya adalah dengan berdzikir kepada Allah dan menegakkan syariat-Nya di dalamnya, serta membersihkannya dari kotoran (maksiat) dan syirik (menyekutukan Allah Ta’ala)”10.

Demikian pula, perbuatan yang dilakukan oleh sebagian dari orang-orang awam ketika mendirikan masjid, dengan berlebih-lebihan menghiasi dan meninggikannya, sehingga mengeluarkan biaya yang sangat besar, bukan untuk memperluas masjid sehingga bisa menampung jumlah kaum muslimin yang banyak ketika shalat berjamaah, tapi hanya untuk menghiasi dan mempertinggi bangunan fisiknya.

Perbuatan ini jelas-jelas bertentangan dengan petunjuk Allah Ta’ala yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana yang dinyatakan dalam beberapa hadits shahih berikut:

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah terjadi hari kiamat sampai manusia berbangga-bangga dengan masjid11.

Arti “berbangga-bangga dengan masjid” adalah membanggakan indahnya bangunan, hiasan, ukiran dan tinggi bangunan masjid, supaya terlihat lebih indah dan megah dibandingkan dengan masjid-masjid yang lain12.

Hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan ini diharamkan dalam Islam karena perbuatan ini dikaitkan dengan keadaan di akhir jaman sebelum terjadinya hari kiamat, yang waktu itu tersebar berbagai macam kerusakan dan keburukan, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits-hadits shahih lainnya13.

Dalam hadits lain, dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Aku tidak diperintahkan untuk menghiasi (atau meninggikan bangunan) masjid (secara berlebihan)”. ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu berkata: (Artinya) menghiasinya seperti orang-orang Yahudi dan Nashrani menghiasi (tempat-tempat ibadah mereka)14.

Hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut di atas haram hukumnya dalam Islam, karena menyerupai perbuatan orang-orang Yahudi dan Nashrani dan ini dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk (bagian) dari mereka15.

Bahkan perbuatan ini bertentangan dengan petunjuk sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan termasuk bid’ah, ditambah lagi dengan pemborosan harta untuk biaya hiasan dan peninggian bangunan tersebut, serta hilangnya kekhusyu’an dalam ibadah akibat dari hiasan-hiasan yang melalaikan hati tersebut, padahal khusyu’ adalah ruh ibadah16.

Berdasarkan keterangan di atas, maka yang sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam mendirikan masjid adalah memilih yang sederhana dalam bangunan dan hiasan masjid.

Imam Ibnu Baththal dan para ulama lain berkata: “Dalam hadits di atas terdapat dalil (yang menunjukkan) bahwa (yang sesuai dengan) sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam mendirikan masjid adalah (bersikap) sederhana dan tidak berlebih-lebihan dalam menghiasinya. Sungguh ‘Umar bin al-Khattab radhiallahu’anhu di jaman (kekhalifahan) beliau, meskipun banyak negeri musuh yang ditaklukkan dan ada kelapangan harta, tapi beliau radhiallahu’anhu tidak merubah Masjid Nabawi dari keadaannya semula… Lalu di jaman (kekhalifahan) ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu’anhu yang waktu itu harta lebih banyak, tapi beliau radhiallahu’anhu hanya memperindah (menambah luas) Masjid Nabawi tanpa menghiasinya (secara berlebihan)”17.

Bercermin pada Masjidil haram dan Masjid Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam

Sebaik-baik masjid yang ada di muka bumi ini adalah dua masjid yang berada di dua kota suci dan paling dicintai oleh Allah Ta’ala, yaitu Mekkah dan Madinah.

Masjidul haram dan Masjid Nabawi adalah dua masjid yang paling dirindukan oleh orang-orang yang beriman dan paling pantas untuk dimakmurkan dengan berbagai macam ibadah yang disyariatkan dalam Islam, seperti thawaf dan sa’i ketika melaksanakan ibadah haji atau ‘umrah di Masjidil haram, melaksanakan shalat di kedua masjid tersebut, dan ibadah-ibadah agung lainnya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih utama daripada seribu (kali) shalat di masjid lain kecuali Masjidil haram”18. Dalam riwayat lain dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhu ada tambahan: “… Dan shalat di Masjidil haram lebih utama daripada seratus seribu (kali) shalat di masjid lain”19.

Bahkan kerinduan untuk mengunjungi dan memakmurkan dua masjid mulia ini merupakan bukti benarnya iman yang ada di hati seorang hamba.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya iman akan selalu kembali (berkumpul) di kota Madinah sebagaimana ular yang selalu kembali ke lubang (sarang)nya”20. Dalam riwayat lain dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “… Agama Islam akan selalu kembali (berkumpul) di dua masjid (Masjidul haram dan Masjid Nabawi) sebagaimana ular yang selalu kembali ke lubang (sarang)nya”21.

Khusus yang berhubungan dengan “memakmurkan masjid”, sebagian dari para ulama mengatakan bahwa ibadah ‘umrah secara bahasa asalnya diambil dari kata “memakmurkan Masjidil haram”22, ini menunjukkan bahwa masjid inilah yang paling pantas untuk selalu dikunjungi dan dimakmurkan dengan ibadah-ibadah yang disyariatkan dalam Islam.

Dan memang pada kenyataannya, dari dulu sampai sekarang, kedua masjid inilah yang selalu menjadi teladan dalam ‘kemakmuran masjid’ karena banyaknya kegiatan-kegiatan ibadah agung yang dilaksanakan di dalamnya. Seperti maraknya majelis ilmu yang bermanfaat di beberapa tempat di dalam dua masjid tersebut, dengan nara sumber para ulama yang terpercaya dalam ilmu mereka. Demikian pula halaqah-halaqah tempat para penghafal al-Qur’an maupun orang-orang yang belajar membacanya dengan benar, di hampir setiap sudut masjid. Belum lagi kegiatan ibadah seperti shalat-shalat sunnah, berdzikir kepada Allah Ta’ala, membaca al-Qur’an hanya marak dilakukan di siang dan malam hari, dalam rangka mencari keutamaan yang berlipat ganda yang Allah Ta’ala khususkan bagi dua masjid mulia ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi masjidku ini, tidak lain kecuali untuk mempelajari atau mengamalkan kebaikan maka dia akan mendapatkan kedudukan seperti orang yang berjihad di jalan Allah”23.

Khususnya di Masjidil haram, kegiatan ibadah thawaf dan sa’i yang bisa dikatakan tidak pernah terputus dilakukan, baik ketika musim haji ataupun di waktu lain untuk ‘umrah. Bahkan kegiatan thawaf sunnah hanya terhenti ketika dikumandangkan iqamah untuk pelaksanaan shalat berjamaah lima waktu.

Bagi orang yang pernah melaksanakan ibadah ‘umrah dan mengunjungi dua masjdi tersebut di bulan Ramadhan, tentu akan selalu terkenang dengan sifat dermawan yang ditunjukkan di dua masjid tersebut, utamanya di Masjid Nabawi, berupa suguhan berbagai macam makanan lezat untuk berbuka puasa yang memenuhi seluruh masjid dari depan sampai belakang, mulai dari kurma, air zam-zam, roti, yogurt, Haisah24 dan lain-lain. Khusus untuk di halaman Masjid, makanan berupa nasi ‘Arab denga lauk ayam bakar, daging kambing dan lain-lain.

Bahkan lebih dari itu, para penyedia makanan untuk berbuka puasa tersebut menugaskan beberapa orang, biasanya anak-anak kecil, untuk memanggil dan membujuk orang-orang yang berada di masjid tersebut atau orang-orang yang lewat untuk bersedia berbuka puasa di tempat yang mereka sediakan.

Subhanallah! Mereka benar-benar ingin mengamalkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Barangsiapa yang memberi makan orang lain untuk berbuka puasa maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun25.

Dan masih banyak kegiatan-kegiatan ibadah agung lain yang marak terlihat di dua masjid mulia ini dan tentu tidak bisa dipaparkan semua.

Masjid yang tidak boleh dimakmurkan bahkan wajib dijauhi dan dihancurkan

Allah Ta’ala berfirman:

{وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ. لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ}

Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan keburukan (pada orang-orang mu’min), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu’min serta menunggu/membantu kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sungguh bersumpah: “Kami tidak meng-hendaki selain kebaikan”, dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pen-dusta. Janganlah kamu shalat dalam mesjid itu selama-lamanya!” (QS At-Taubah: 107-108).

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menyebutkan keberadaan masjid-masjid yang didirikan untuk tujuan yang buruk dan bukan untuk mencari keridhaan Allah Ta’ala. Inilah yang disebut sebagai “Masjid dhirar”.

Maka Allah Ta’ala melarang Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam dan seluruh umat Islam untuk shalat di masjid seperti itu selama-lamanya26.

Inilah masjid yang tidak boleh dikunjungi dan dimakmurkan bahkan wajib dijauhi dan dihancurkan27, karena didirikan untuk tujuan yang buruk, seperti memecah belah kaum muslimin, menyebarkan ajaran sesat dan amalan bid’ah, serta tujuan-tujuan buruk lainnya28.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Termasuk dalam kandungan (ayat) di atas adalah orang yang mendirikan bangunan yang menyerupai masjid-masjid kaum muslimin, (tapi) bukan untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang disyariatkan (dalam Islam), seperti kuburan-kuburan yang dikeramatkan dan lain-lain. Terlebih lagi jika di dalamnya terdapat keburukan, kekafiran, (upaya) memecah belah kaum mu’minin, tempat yang disediakan untuk orang-orang munafik dan ahli bid’ah yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, dan hal-hal yang mendukungnya. Maka bangunan (masjid) ini serupa dengan “Masjid dhirar”29.

Penutup

Semoga Allah Ta’ala menjadikan tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi kita semua untuk selalu bersegera dalam kebaikan dalam rangka mencari keridhaan-Nya.

Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan memohon kepada Allah Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia Ta’ala menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang selalu memakmurkan masjid-masjid Allah Ta’ala dan meraih kesempurnaan iman dengan taufik-Nya. Sesungguhnya Dia Ta’ala maha mendengar lagi maha mengabulkan do’a.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 6 Muharram 1437 H

***

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim, Lc., MA.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/27267-gemar-memakmurkan-masjid-sifat-orang-beriman.html

Boros Tak Disukai Allah, Cegah Perilaku Boros Dengan 7 Cara Ini

BOROS adalah gaya hidup gemar berlebih-lebihan, baik dalam mempergunakan uang, harta, atau sumber daya yang dimiliki untuk kesenangan semata. Islam sangat jelas melarang umatnya bersifat boros. Dalam salah satu ayat-Nya, Allah menyamakan orang yang berbuat boros sebagai saudaranya setan. Islam justru mengajarkan kita untuk hidup hemat, tidak berlebih-lebihan, dan selalu berbagi kepada sesama.

Lalu, bagaimanakah caranya agar kita bisa terlepas dari perilaku menyia-nyiakan harta? Berikut beberapa kiatnya.

1.Membuat Anggaran Pengeluaran.

Dengan membuat anggaran pengeluaran, kita bisa memilah dan memilih barang atau jasa apa saja yang kita butuhkan. Kita bisa membuat skala prioritas terhadap kebutuhan kita. Selain itu, dengan membuat anggaran pengeluaran, kita akan terbiasa hidup teratur. Hal ini akan menjadi pengingat agar kita tidak membeli barang atau jasa yang dirasa kurang atau tidak penting.

2.Jangan Mudah Tertarik Melihat Bagus atau Diskon.

Sering sekali kita mengalami lapar mata. Seperti apakah lapar mata itu? Lapar mata dalam kehidupan sehari-hari misalnya kerap membeli barang atau jasa bukan karena kebutuhan yang mendesak, namun lebih pada barang yang terlihat bagus dan bermerk. Atau, lapar mata juga bisa terjadi karena kita tertarik dengan barang atau jasa yang tengah didiskon. Padahal, kita sama sekali tidak membutuhkannya dan memang tidak ada dalam list anggaran pengeluaran. Tentunya, sebagai umat Islam yang bertakwa, kita harus mampu mengendalikan lapar mata ini. Kita harus memiliki tekad yang kuat untuk tidak membeli barang atau jasa yang memang tidak kita butuhkan.

3.Pandai-pandailah Kebutuhan dan Keinginan.

Butuh dan ingin. Sepintas keduanya nampak sama. Padahal, sebenarnya keduanya sangat berbeda. Kebutuhan adalah sesuatu yang mendesak harus dipenuhi. Karena jika tidak terpenuhi akan mempengaruhi keberlangsungan hidup kita. Misalnya membeli sembako, membayar listrik, membayar tagihan telpon atau PDAM. Sementara, keinginan contohnya membeli motor baru atau handphone baru padahal barang-barang tersebut tidak begitu dibutuhkan karena kita sudah memilikinya. Kita pun harus cerdik membedakan kebutuhan primer dan sekunder. Tekan nafsu berbelanja kita agar suatu saat kita tidak menyesal.

4.Hindari Kartu Kredit

Selain karena kelak akan menimbulkan beban pada kita setiap bulannya, penggunaan kartu kredit yang tidak bijak mampu membuat kita semakin boros. Jangan hanya karena ingin simpel, setiap barang atau jasa kita beli dengan menggunakan kartu kredit. Kartu kredit memang praktis dan fleksibel, hanya tinggal gesek. Tapi, coba tekanlah penggunaan kartu kredit seminimal mungkin agar pengeluaran kita tidak semakin membengkak.

5.Jauhi Hutang

Setiap muslim dianjurkan untuk menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran, juga uang pendapatan dan uang belanja, agar tidak terpaksa berutang yang nantinya hanya akan menjadi beban. Jika tidak dalam kondisi sangat genting, usahakanlah kita agar tidak berutang. Mengapa kita harus menjauhi berutang? Karena orang yang berutang akan selalu dihantui kegundahan, kegelisahan sehingga hidup terasa tidak tenang. Ketika Rasulullah ditanya mengapa demikian, Nabi menjawab, “Jika seorang berutang, ia tidak segan-segan berbohong dan mengingkari janji.” Namun, jika kita tengah terbelit utang, berdoalah seperti pada doa Nabi:  “Ya Allah! Jauhkanlah saya dari kegundahan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, kebodohan dan kebakhilan, keberatan utang, serta tekanan dan paksaan orang.” (H.R. Muttafaqun ‘alaihi dikutip dari Yusuf Qardhawi, 1997: 150).

6.Menabung Dan Berinvestasilah

Kita harus pikirkan juga pendidikan anak, biaya pernikahan, atau bahkan tabungan kesehatan kita. Belajarlah untuk menganggarkan pendapatan yang kita dapatkan untuk ditabung di bank yang terpercaya dan diinvestasikan untuk masa depan kita. Pilihlah lahan investasi yang halal dan menjanjikan karena kelak investasi kita akan menghasilkan pemasukan tambahan. Jadi, mulailah menabung dan berinvestasi sekarang juga!

7.Ingat Zakat, Infak Dan Sedekah

Salah satu kiat agar dapat menghilangkan perilaku boros adalah selalu ingat saudara-saudara kita yang kekurangan. Sehingga, perlu ditumbuhkan kepekaan sosial pada diri kita. Dengan berzakat, infak, dan sedekah, selain dapat membantu saudara seiman, kita pun Insyallah akan mendapatkan pahala dari-Nya.[]

ISLAMPOS

Boros, Hati-hati, Ini Akibatnya!

SEBAGAI seorang manusia biasa, tentunya kita senang berbelanja untuk memenuhi kebutuhan kita selama hidup ini. Namun yang seringkali keliru adalah ketika kita bersikap boros terhadap harta yang telah Allah anugrahkan. Boros sendiri merupakan bujuk rayu dari setan yang harus kita kendalikan. Bersikap boros hanya akan membuat kita merasa senang untuk sementara. Ketika kita menghambur-hamburkan harta yang kita punya, esok lusa kita akan terdiam putus asa karena harta yang kita punya telah habis dihambur-hamburkan.

Boros mempunyai pengertian membelanjakan harta/uang secara berlebih-lebihan. Ini tidak diperkenankan dalam Islam. Karena akan membuat pelakuknya merugi. Berbelanjalah sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Wajar ketika seorang manusia mempunyai keinginan, namun sebagai manusia yang telah dianugrahi akal oleh Allah, kita harus menggunakan akal kita dengan baik. Yaitu dengan menggunakan akal tersebut untuk mengendalikan keinginan yang tumbuh tak terkendali.

Pemborosan merupakan bagian dari apa yang diperintahkan oleh hawa nafsu dan dilarang oleh akal. Sebagi-baik pendidikan dalam hal ini adalah pendidikan dari Allah Swt. ketika Allah berfirman, “Janganlah kamu sekali-kali berbuat boros.” (QS. Al-Isra: 26).

Ketahuilah bahwa manusia seringkali diberi rizki pada satu hari dan untuk satu bulan. Maka apabila pada hari itu ia menghamburkan hartanya, ia akan berduka selama satu bulan. Sebaiknya jika ia mampu mengaturnya, maka selama satu bulan ia akan mengalami hidup cukup.

Sikap boros ini adalah salah satu penyakit hati. Maka kita harus mengobati penyakit hati yang bisa tumbuh kapan saja ini. Adapun obat untuk menyembuhkannya adalah dengan mempertimbangkan berbagai akibat yang mungkin terjadi, dan takut dirinya bergantung kepada orang lain.

Dengan begitu, seseorang yang akan bersikap boros akan berpikir dua kali, karena sikap borosnya tersebut hanya akan mendatangkan kerugian baginya maupun orang lain. Semoga kita mampu mengendalikan hawa nafsu kita dan tidak terjerumus ke dalam sikap boros. []

Sumber : Mengobati Jiwa yang lelah/Ibnu Al-Jauzy/Mirqat

ISLAMPOS

Boros, Bujuk Rayu Setan

SEBAGAI seorang manusia biasa, tentunya kita senang berbelanja untuk memenuhi kebutuhan kita selama hidup ini. Namun yang seringkali keliru adalah ketika kita bersikap boros terhadap harta yang telah Allah anugrahkan. Boros sendiri merupakan bujuk rayu dari setan yang harus kita kendalikan.

Bersikap boros hanya akan membuat kita merasa senang untuk sementara. Ketika kita menghambur-hamburkan harta yang kita punya, esok lusa kita akan terdiam putus asa karena harta yang kita punya telah habis dihambur-hamburkan.

Boros mempunyai pengertian membelanjakan harta/uang secara berlebih-lebihan. Ini tidak diperkenankan dalam Islam. Karena akan membuat pelakuknya merugi. Berbelanjalah sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Wajar ketika seorang manusia mempunyai keinginan, namun sebagai manusia yang telah dianugrahi akal oleh Allah, kita harus menggunakan akal kita dengan baik. Yaitu dengan menggunakan akal tersebut untuk mengendalikan keinginan yang tumbuh tak terkendali.

Pemborosan merupakan bagian dari apa yang diperintahkan oleh hawa nafsu dan dilarang oleh akal. Sebagi-baik pendidikan dalam hal ini adalah pendidikan dari Allah Swt. ketika Allah berfirman, “Janganlah kamu sekali-kali berbuat boros.” (QS. Al-Isra: 26).

Ketahuilah bahwa manusia seringkali diberi rezeki pada satu hari dan untuk satu bulan. Maka apabila pada hari itu ia menghamburkan hartanya, ia akan berduka selama satu bulan. Sebaiknya jika ia mampu mengaturnya, maka selama satu bulan ia akan mengalami hidup cukup.

Sikap boros ini adalah salah satu penyakit hati. Maka kita harus mengobati penyakit hati yang bisa tumbuh kapan saja ini. Adapun obat untuk menyembuhkannya adalah dengan mempertimbangkan berbagai akibat yang mungkin terjadi, dan takut dirinya bergantung kepada orang lain.

Dengan begitu, seseorang yang akan bersikap boros akan berpikir dua kali, karena sikap borosnya tersebut hanya akan mendatangkan kerugian baginya maupun orang lain. Semoga kita mampu mengendalikan hawa nafsu kita dan tidak terjerumus ke dalam sikap boros. []

Sumber : Mengobati Jiwa yang lelah/Ibnu Al-Jauzy/Mirqat

ISLAMPOS