Bismillah walhamdulillah, washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Dari tafsir ayat dan syarah hadis yang telah disebutkan sebelumnya, maka tingkatan iman dapat digambarkan sebagai berikut.
Tingkatan iman terbagi menjadi dua : 1) Dasar Iman, 2) Kesempurnaan Iman.
Berikut penjelasannya :
- Dasar Iman
Yaitu batasan minimal kesahan iman. Tidaklah ada keimanan jika tanpanya.
Dalilnya adalah Alquran surat Fathir : 32 bagian zhalim linafsih, Al-Hujurat : 14 tentang status muslim Al-A’rab, dan ashabul masy’amah dalam Al-Waqi’ah:9, serta hadis Malaikat Jibril ‘alaihis salam tentang Islam.
Ciri khasnya :
- Tingkatan ini disebut dengan ashlul iman (أصل الإيمان) atau al-iman al-mujmal (الإيمانُ المجمَلُ) atau muthlaqul iman (مُطلَق الإيمانِ)
- Pelakunya disebut zhalim linafsihi (golongan yang menzhalimi diri sendiri) atau ashabul masy’amah (golongan kiri) atau
- Ini tingkatan islam umumnya manusia, sebagaimana hal ini dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah [1]
- Lawan dari dasar iman adalah kekafiran, sehingga orang yang tidak memiliki dasar iman ini, maka ia kafir.
- Setiap dosa yang membatalkan keislaman, baik berupa ucapan, perbuatan maupun keyakinan, maka berakibat meniadakan dasar iman.
- Tingkatan dasar iman ini tidak mengenal status berkurang, dan hanya mengenal status tiada atau bertambah sehingga naik ke tingkatan kesempurnaan iman yang wajib.
- Barangsiapa yang memiliki dasar iman, maka ia dihukumi seorang muslim, dan berlaku hukum-hukum seorang muslim di dunia, dan jika berhasil mempertahankan dasar iman sampai meninggal dunia, maka di akhirat ia terhindar dari kekekalan di Neraka, dan pasti tempat akhirnya di Surga.
- Setiap ada dalil yang meniadakan keimanan dari diri pelaku maksiat, pastilah ia digolongkan ke dalam pemilik dasar iman ini, karena berarti ditiadakan darinya tingkatan iman di atasnya, yaitu tingkatan kesempurnaan iman yang wajib.
- Seseorang yang memiliki dasar iman saja -tidak menunaikan kesempurnaan iman yang wajib- disebut sebagai ashabul masy’amah (golongan kiri), sebagaimana diisyaratkan oleh pakar Tafsir dari kalangan Sahabat, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dan disebutkan oleh pakar Tafsir dari kalangan Tabi’in, Mujahid rahimahullah dalam Tafsir At-Thabari. Alasannya, karena ia terancam azab, namun keimanannya menyebabkan ia pada akhirnya menjadi Ashabul Maimanah (golongan kanan), demikian penjelasan Ibnul Qoyyim dalam Tafsir Ibnul Qoyyim.
Baca Juga: Mendoakan Saudara Semuslim Tanpa Sepengetahuannya adalah Tanda Jujurnya Keimanan
- Kesempurnaan iman
Ada 2 macam kesempurnaan iman:
a. Kesempurnaan iman yang wajib
Dalilnya adalah Alquran surat Fathir : 32 bagian Muqtashid, dan Ashabul Maimanah dalam Al-Waqi’ah: 8, serta hadis Malaikat Jibril ‘alaihis salam tentang Iman.
Ciri khasnya :
- Tingkatan ini disebut dengan kamalul iman al-wajib (كمال الإيمان الواجب) atau al-iman al-wajib (الإيمان الواجِب) atau al-iman al-mufashshol (الإيمانَ المفَصَّل) atau al-iman al-muthlaq (الإيمان المُطلَق) atau haqiqatul iman (حقيقة الإيمان)
- Pelakunya disebut Muqtashid (golongan pertengahan) atau Ashabul Maimanah (golongan kanan) atau Mukmin (golongan yang sampai derajat Iman).
- Tingkatan ini adalah keimanan yang lebih dari sekedar dasar iman, sehingga untuk meraihnya seorang hamba harus memiliki dasar iman dan kesempurnaan iman yang wajib dengan melaksanakan seluruh kewajiban dan menghindari seluruh kemaksiatan.
- Apabila tercapai tingkatan kesempurnaan iman yang wajib ini, maka pelakunya masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.
- Tingkatan kesempurnaan iman yang wajib ini merupakan syarat minimal untuk masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.[2]
- Jika tingkatan kesempurnaan iman yang wajib ini ditinggalkan, maka pelakunya berdosa, Meskipun statusnya sebatas kesempurnaan, tetapi wajib dilakukan. Oleh karena itu, dinamakan kesempurnaan iman yang wajib. Namun masih muslim, karena masih ada dasar iman.
- Tingkatan kesempurnaan iman yang wajib ini mengenal status bisa berkurang dan bisa bertambah. Bisa berkurang sehingga menjadi turun ke dasar iman, dan bisa bertambah sehingga naik ke tingkatan kesempurnaan iman yang sunnah.
- Tingkatan ini diraih dengan meninggalkan syirik dan setingkatnya, bid’ah dan maksiat sehingga bersih dari seluruh dosa di akhir hayat seorang hamba.
- Makna “bersih dari seluruh dosa” adalah meninggal dalam keadaan sudah bertaubat dari seluruh dosa, atau dosanya sudah terlebur dengan pelebur (mukaffirat) dosa.
- Sebagian ulama menjelaskan bahwa melakukan dosa kecil tidaklah mengeluarkan pelakunya dari tingkatan kesempurnaan iman yang wajib, karena terlebur dengan kebaikannya dan terlebur dengan sikapnya meninggalkan dosa besar, dan tidaklah ditiadakan keimanan dari pelaku maksiat kecuali karena melakukan dosa besar. Sebagaimana hal ini disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di Majmu’ul Fatawa : 7/353. [3] Meski demikian, pelaku dosa kecil terancam azab di dunia dan akhirat, terlebih lagi jika banyak atau terus menerus melakukannya.
b. Kesempurnaan iman yang sunnah
Dalilnya adalah Alquran surat Fathir : 32 bagian sabiqun bil khairat, dan Assabiqun dalam Al-Waqi’ah: 10, serta hadits Malaikat Jibril ‘alaihis salam tentang Ihsan.
Ciri khasnya :
- Tingkatan ini disebut dengan kamalul iman al-mustahab (كمال الإيمان المستحب) atau al-iman al-mustahab (الإيمانُ المستحَبُّ)
- Pelakunya disebut Sabiqun bil khairat (golongan yang lebih dahulu berbuat kebaikan) atau Assabiqun (golongan yang bersegera kepada kebaikan) atau Muhsin (golongan yang sampai derajat Ihsan) atau Shiddiqin (golongan yang sangat jujur dan membenarkan kebenaran) dan Muqarrabin (golongan yang didekatkan ke tempatnya di Surga).
- Tingkatan ini adalah keimanan yang di atas kesempurnaan iman yang wajib, sehingga untuk meraihnya seorang hamba harus memiliki dasar iman, kesempurnaan iman yang wajib, dan kesempurnaan iman yang sunnah dengan melaksanakan perkara yang sunnah, meninggalkan kemakruhan, musytabihat (samar), sebagian perkara mubah dan perkara yang tidak diperlukan.
- Tingkatan iman ini telah sampai derajat Ihsan, yaitu senantiasa meyakini diawasi oleh Allah dan menyaksikan pengaruh nama & sifat Allah sehingga menerapkan tuntutannya dalam tingkah laku dan peribadatan kepada Allah, seolah-olah ia melihat-Nya disertai dengan cinta, harap, takut, tawakal, merendahkan diri, bertaubat, mengagungkan-Nya, ikhlas dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Golongan ini sudah sampai pada sikap berusaha senantiasa ucapannya, perbuatannya, keyakinannya serta seluruh gerak-geriknya itu Lillahi Ta’ala dengan meninggalkan sesuatu yang tidak apa-apa (mubah) karena khawatir (berakibat) ada apa-apanya (makruh/haram).
- Hatinya benar-benar menghadap kepada Allah secara totalitas, tidak terdapat kecondongan kepada selain Allah sehingga seluruh gerakan diusahakan karena Allah Jalla Jalaaluh.
- Jika tingkatan iman ini ditinggalkan, pelakunya tidaklah berdosa, namun terluput kesempurnaan iman yang sunnah dan terluput pahala besar.
- Pelaku tingkatan ini diganjar dengan masuk surga tanpa hisab tanpa azab di atas tingkatan golongan kesempurnaan iman yang wajib.
KESIMPULAN :
- Tingkatan iman dan orang yang beriman terbagi menjadi tiga tingkatan : 1) Muslim yang menzhalimi diri sendiri, 2) Mukmin golongan pertengahan, dan 3) Muhsin yang bersegera dalam kebaikan.
- Masing-masing dari ketiga tingkatan ini masih bertingkat-tingkat derajat pelakunya di dalamnya, sebagaimana hal ini dinyatakan Syekh As-Sa’di rahimahullah dalam At-Taudhih wal Bayan li Syajaratil Iman.
- Paling afdhol dari seluruh ketiga tingkatan tersebut adalah Ulul ‘Azmi minar Rusul ‘alaihimush shalatu wassalamu dan paling rendahnya adalah pelaku dosa besar dari kalangan Ahli Tauhid, sebagaimana dijelaskan Al-Hafizh Al-Hakami rahimahullah dalam Ma’arajil Qobul.[4]
Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kesempurnaan iman yang sunnah kepada penulis dan pembaca sehingga dapat masuk surga tanpa hisab tanpa azab. Amiin.
Wallahu a’lam
الحمد لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Sumber: https://muslim.or.id/67060-bagan-tingkatan-iman-bag-2.html