Nabi Muhammad SAW suatu ketika menjelaskan ikhwal makna ghibah, “Tahukah kalian apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
“Engkau mengabarkan tentang saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya,” sabdanya. Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimana jika yang aku katakan itu memang terdapat pada saudaraku?”
Kemudian Beliau menjawab, “Jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu, maka kamu telah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya, maka kamu telah berdusta atasnya.” (HR Muslim).
Lidah memang tidak bertulang. Namun, banyak terjadi lisan seseorang berdampak buruk terhadap bangunan sosial kemasyarakatan. Ucapan seseorang dapat mengakibatkan kebahagiaan suami istri hancur, harmoni sosial cerai-berai, dan merenggangkan ikatan emosional antarsesama.
Ucapan, sebagai kerja lisan, kerap kita gunakan untuk menyampaikan informasi kepada sesama. Namun, kita acap kali tak berhati-hati menggunakan lisan sehingga informasi itu menghancurkan bangunan sosial.
Rasulullah SAW mengancam orang yang selalu mengadu domba untuk menanamkan kebencian dalam hati seseorang, melalui sabdanya, “Tidak akan masuk surga al-qattat (tukang adu domba).” (HR Bukhari).
Menjaga lisan dari ucapan memfitnah, menggunjing, dan mengadu domba merupakan salah satu wujud dari menjaga hati. Lisan kita merupakan representasi hati dan pikiran. Ketika hati dan pikiran kita buruk, ucapan yang keluar juga berwujud keburukan. Ketika hati dan pikiran kita baik, ucapan kita pun akan berbentuk kebaikan juga.
Karena itulah, kita semestinya menjaga lisan agar mengucapkan kebaikan, tidak berbicara sesuatu yang tak bermanfaat, pandai menjaga rahasia, dan tidak tergesa-gesa ketika hendak berbicara. Qul khairaan aw liyashmut–ucapkanlah kebaikan (dan kalau tidak bisa), maka hendaklah berdiam diri.
Mukmin yang saleh dan salehah ialah yang pandai menjaga kehormatan saudaranya, meskipun pada kenyataannya, mereka itu pernah melakukan perbuatan buruk. Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa membela (dari ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menghindarkan api neraka dari wajahnya.” (HR Ahmad).
Menjaga lisan mudah diucapkan, tetapi sangat sulit dilakukan. Realitas masyarakat kita telah akrab dengan budaya gosip, fitnah, gunjingan (ghibah), mengadu domba (namimah), dan menyebarkan berita bohong. Pekerjaan lisan di atas, lahir dari orang yang berhati dan berpikiran buruk. Sebab, di dalam jiwanya tertanam kebencian. Bila kebencian sudah mengerangkeng jiwa, pendengaran, penglihatan, dan perasaan pada seseorang pun akan tertutup dari kebaikan. Setiap yang dilakukannya adalah salah!
Karena itu, jauhilah kebencian karena kebencian itu lahir dari prasangka-prasangka yang buruk tentang seseorang. Jangan pernah membuka aib dan kesalahan seseorang karena bila melakukannya, kita dianalogikan sebagai “pemakan daging saudaranya”. Bertakwalah kepada Allah, lalu bertobatlah bila kita pernah menyebarkan fitnah, menggunjing, dan mengadu domba dalam hidup ini.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS al-Hujurat [49] 12). Wallahu a’lam.
Simak juga:7 CaraMenghindari Ghibah