Bencana: Antara Fenomena Alam dan Iman

BANYAK orang berkata bahwa bencana alam itu adalah hanya sebuah bencana yang harus terjadi sebab bencana alam seperti gempa dan lain lain, itu merupakan sebuah proses dari fenomena alam itu sendiri, tanpa ada hubungan dengan perbuatan manusia atau takdir Tuhan. Ini merupakan pendapat dan pemahaman bencana alam dari pandangan sekuler atau pemahaman orang yang tidak percaya dengan kewujudan dan kekuasaan Tuhan (paham Atheis ) yang banyak diikuti oleh masyarakat pada dewasa ini.

Ada lagi yang berpendapat bahwa bencana alam itu sebagai tanda marahnya alam terhadap manusia, sehingga untuk memadamkan kemarahan alam tersebut, diperlukan sesajen (sajian khas untuk alam)  dan memberikan sesuatu sebagai persembahan kepada alam, seperti memberikan kepala sapi, kepada laut atau gunung, dan lain sebagainya. Ini adalah pandangan orang yang masih terpengaruh dengan ajaran animisme atau dinamisme dan merupakan perbuatan syirik.

Dalam pandangan hidup  Islam, setiap apapun yang terjadi di atas permukaan bumi  semuanya tidak terlepas dari takdir dan perbuatan Tuhan, sebagaimana firman Allah:

وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

“Dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata “ Lauhul Mahfudh.“ (QS: Al An’am : 59) .

Oleh sebab itu, sebagai seorang mukmin kita harus meyakini bahwa setiap  bencana dan musibah adalah perbuatan Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Disamping itu kita juga meyakini bahwa dalam setiap bencana atau musibah dan apa saja yang  terjadi itu merupakan takdir ilahi yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu sebab tidak ada kejadian di muka bumi ini terjadi dengan sia-sia tanpa kebaikan dan tujuan tertentu.

“Dan (ingatlah) bahwa  Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada di antaranya, secara main-main. (QS. Al Anbiya/21 : 16 / QS. ad Dukhan/44 : 38).

Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada sesuatu kejadian yang terjadi tanpa ada maksud dan tujuan yang dimaksudkan oleh Allah Subhana wa taala. Berarti dalam konsep Islam, tidak ada sesuatu yang terjadi karena kebetulan, tetapi semua tejadi dengan takdir Tuhan. Demikian pula dengan setiap bencana alam yang terjadi, baik itu gempa, banjir, dan lain sebagainya, semua itu terjadi dengan takdir Tuhan yang memiliki maksud dan tujuan tertentu, bukan sekedar kejadian alam semata-mata.

Setiap bencana alam merupakan takdir Ilahi, dan segala takdir yang terjadi merupakan perbuatan Tuhan yang Maha Mengetahui, dan Maha Bijaksana. Berarti dalam setiap bencana yang terjadi terdapat kebaikan dan rahmat Ilahi.

Oleh sebab itu Rasulullah ﷺ melarang umatnya untuk mencaci maki  taqdir seperti musibah atau kejadian apapun yang telah terjadi, sebagaimana dinyatakan dalam hadis : “Janganlah kamu menuduh Allah dengan suatu tuduhan yang tidak baik pada setiap kejadian yang sudah ditaqdirkanNya“. (Hadis Riwayat Imam Ahmad ).

Bencana alam atau musibah  juga dapat merupakan peringatan Allah kepada manusia agar segera kembali kepadaNya.

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ

Pada waktu mereka lupa atas apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami akan bukakan bagi mereka semua pintu-pintu segala sesuatu, dan apabila mereka bergembira dengan apa ( nikmat ) yang datang kepada mereka, Kami akan ambil apa yang telah Kami berikan tersebut, dan mereka akan gagal sepenuhnya. “ (QS. Al An’am : 44 ).

 

Peringatan Allah berupa bencana dan musibah itu dapat terjadi disebabkan manusia telah lupa dengan perdoman hidup sehigga manusia berbuat dosa dan kemaksiatan tanpa mengingat perintah dan laranganNya. .“Dan tidaklah suatu musibah itu terjadi, melainkan akibat perbuatan manusia itu sendiri. “ (QS. An Nisa : 79 ). Dalam ayat  lain dinyatakan, “Maka apa saja musibah dan bencana yang menimpa kamu itu semua merupakan perbuatan kamu sendiri, dan Allah telah memaafkan sebagian besar dari kesalahan kamu. “ (QS al Syura : 30 ).

Bencana dan musibah itu sebagai peringatan Tuhan kepada sekelompok manusia yang melakukan kemaksiatan, kedzaliman, dan dosa-dosa lainnya. Tetapi musibah itu terjadi bukan hanya kepada mereka yang berbuat dosa dan dzalim, tetapi juga kepada semua orang dan masyarakat, baik yang berbuat dosa atau tidak berbuat dosa.

وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan takutlah kamu kepada bencana yang akan terkena bukan saja kepada orang yang dzalim diantara kamu, dan ketahuilah Allah itu maha keras dalam memberikan balasan. “ (QS. al Anfal : 25 ).

Oleh sebab itu, dapat kita katakan bahwa bagi orang yang berbuat dosa, maka bencana alam itu merupakan peringatan Tuhan, sedangkan bagi orang yang tidak berbuat dosa, maka bencana itu merupakan ampunan dosa  dan  peluang pahala.

Ada yang berkata bahwa jika bencana alam itu merupakan azab dan peringatan bagi orang yang bermaksiat dan berdosa, mengapa ada orang yang berdosa di tempat lain tidak mendapat bencana, malah mereka hidup terus dalam kesenangan. Bagi orang yang berbuat dosa tetapi tidak terkena bencana maka itu merupakan suatu “istidraj”, sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran.

فَلَنَقُصَّنَّ عَلَيْهِم بِعِلْمٍ وَمَا كُنَّا غَآئِبِينَ

Dan orang yang mendustakan ayat-ayat Kami maka kami akan biarkan mereka ( istidraj ) dalam pendustaan tersebut sehingga suatu saat Kami akan beri balasan atas perbuatan mereka itu  tanpa mereka sadar atas kesalahan mereka tersebut. “ (QS. al A’raf : 7 ).

 

Mereka yang berbuat maksiat dan kedzaliman, tetapi Tuhan biarkan dan tidak diberi peringatan sampai suatu saat terakhir nanti Tuhan berikan balasan langsung. Sedang bagi orang yang melakukan kemaksiatan dan diberi peringatan dengan musibah dan bencana,  berarti Allah masih sayang kepada mereka, masih mengajak mereka agar kembali kepadaNya dengan bencana dan musibah yang ditakdirkannya.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang yang  berkata : Sesungguhnya kami ini adalah milik Allah dan kembali kepadaNya “Inna lillahi wa inna ilahi rajiun. “ (QS. al Baqarah : 155-156).

Oleh itu dapat dikatakan bahwa musibah itu memiliki dua sisi. Pada suatu sisi, musibah itu merupakan peringatan Tuhan atas perbuatan manusia, sedangkan disisi yang lain musibah itu merupakan ujian keimanan agar kita bersabar, dan dalam kesabaran itu terdapat pahala dan kebaikan bagi manusia.

Allah telah berfirman: “

“Kami jadikan kebaikan dan keburukan itu untuk menjadi ujian bagi kamu. “ (QS. Al Anbiya : 35 ). << (Bersambung)>>

 

Oleh: Dr Muhammad Arifin Ismail

HIDAYATULLAH