ADA seorang santri yang tak tega melihat sang guru kelihatan kurus kering kurang gizi karena kelaparan. Sang guru adalah seorang tokoh yang terkenal zuhud, tidak kemaruk dan hidup apa adanya. Nama sang guru ini adalah al-Harits al-Muhasibi.
Singkat cerita, sang murid berkata kepada sang gutu: “Andai engkau berkenan datang ke rumahku, sungguh aku akan jamu engkau dengan makanan lezat.” Guru itu menjawab: “Sungguh?” Si murid menjawab: “Sungguh, perkenanmu ada membahagiakanku dan merupakan kebaikan darimu untukku.”
Singkat cerita, keduanya berjalan menuju rumah. Dihidangkanlah hidangan istimewa pada sangguru. Sang guru mengambil sesuap untuk dimasukkan ke dalam mulutnya, namun terhenti lama tak masuk mulut, hanya di depan hidung. Lalu dibuanglah dan sang guru keluar, pergi. Sang murid kaget. Esok harinya diberanikannya dia bertanya kepada sang guru perihal peristiwa semalam. Sang guru menjawab: “Anakku, lapang memang tak enak. Ku berusaha mengambil dan memasukkan makanan yang engkau suguhkan. Namun mulutku tak mungkin bisa dimasuki sesuatu yang di dalamnya ada unsur syubhat (tak jelas hukumnya).”
Luar biasa Syekh al-Muhasibi ini. Saya baca kisah ini dalam bukunya “Risalat al-Mustarsyidin.” Terlepas dari beberapa penilaian kontroversial tentang beliau, al-Muhasibi terkenal sebagai orang alim yang zuhud, sederhana, wara’ dan memiliki banyak keahlian. Kalimat-kalimatnya banyak menjadi rujukan mereka yang benar-benar ingin membersihkan hati. Beliau sangat jago dalam mengajari keikhlasan dan keistiqamahan. Tak ada waktu yang terbuang dalam hidupnya yang senantiasa diperuntukkan pada akyifitas ibadah, berdzikir dan menulis kitab. Ada sekitar 200 karya yang ditulisnya. Luar biasa.
Salah satu dawuh beliau yang selalu saya baca dan saya ingat adalah: “Orang dzalim itu pasti celaka (bernasib sial) walau dipuja banyak orang. Orang yang didzalimi pasti selamat, walau dihina banyak orang. Orang yang qana’ah (mau menerima apa adanya) pasti merasa kaya walau tak punya apa-apa. Orang yang tamak pastilah merasa fakir (miskin) walau telah memiliki banyak hal.”
Kalimatnya tak cukup panjang namun maknanya sungguh begitu mendalam. Ingin selalu selamat dan bahagia, janganlah menganiaya orang lain, jangan sakiti orang lain, jangan ambil hak orang lain. Ingin terus merasa kaya, janganlah tamak dan rakus. Syukuri apa yang ada. Jika isi kepala kita hanyalah rencana dan upaya mendapatkan uang sebanyak-banyaknya walau dengan cara tak pantas dan tak wajar, jangan salahkan kalau kehidupan hatinya senantiasa mengeluh dan menderita. Salam, AIM. [*]
Oleh :Â KH Ahmad Imam Mawardi