Berwuduk Pakai Air Panas dari Water Heater Hotel, Sahkah?

Sebelum melaksanakan shalat, menurut fikih seseorang harus berwuduk terlebih dahulu. Pun sebelum membaca Al-Qur’an, diwajibkan suci dari hadas kecil dan besar. Pun ketika masuk masjid harus dalam keadaan suci. Begitu juga ketika sedang tawaf, harus dalam keadaan suci.

Bersuci itu menggunakan air yang suci lagi mensucikan—bila tak didapati air,maka boleh tayamum dengan debu. Dalam konteks ini kita akan membicarakan air sebagai alat bersuci. Kemudian, muncul pertanyaan, bagaimana hukumnya  berwuduk pakai air panas dari water heater hotel, sahkah wuduknya tersebut?

Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab mengatakan boleh hukumnya bersuci dengan air panas. Hukumnya pun tidak makruh. Pasalnya, tidak ada larangan untuk bersuci menggunakan air yang dipanaskan. Imam Nawawi berkata;

وأما  المسخن فالجمهور أنه لا كراهة فيه وحكى أصحابنا عن مجاهد كراهته: وعن أحمد  كراهة المسخن بنجاسة وليس لهم دليل فيه روح: ودليلنا النصوص المطلقة ولم  يثبت نهي

 Artinya; adapun masalah air panas, maka jumhur ulama mengatakan tidak makruh bersuci dengannya, dan ada yang meriwayatkan dari kalangan sahabat kita, dari Mujahid yang menyebut makruh. Imam Ahmad pun mengatakan makruh hukumnya, jika api yang digunakan bercampur najis, akan tetapi tidak ada bagimereka dalil yang kuat.

Dan dalil kami dari nash yang mutlak, dan tidak ada ketetapan larangan menggunakan air yang dipanaskan.

Imam Syafi’i dalam kitab Al Umm menjelaskan semua air pada dasarnya adalah suci, kecuali air tersebut terkena najis. Adapun berwuduk atau bersuci dengan menggunakan air yang dipanaskan hukumnya boleh, sekalipun air tersebut dipanaskan menggunakan api yang bercampur dengan najis.

Lebih lanjut, Imam Syafi’i juga menjelaskan kebolehan berwuduk pakai air panas, sebab api tidak membuat air tersebut menjadi najis. Api itu tidak mengubah dan menggangu kesucian air. Untuk itu, sahabat Nabi Umar bin Khattab pernah memakai air panas sebagai wadah untuk bersuci.

قال  الشّافعي: فكلُّ الماء طهور ما لم تخالطْه نجاسة، ولا طهور إلا فيه، أو في  الصَّعيد، وسواء كل ماء من بردٍ أو ثلجٍ أذيب، وماءٍ مسخَّن وغيرِ مسخَّن؛  لأن الماء له طهارة، والنار لا تُنَجِّس الماء. قال الشّافعي ـ رحمه الله  ـ: أخبرنا إبراهيم بن محمد، عن زيد بن أسلم، عن أبيه؛ أن عمر بن الخطاب ـ  رضي الله عنه ـ كان يسخَّن له الماء، فيغتسل به، ويتوضأ به. قال الشّافعي:  ولا أكره الماء المشمَّس إلاَّ من جهة الطِّبِّ

Artinya; Al-Syafi’i berkata: Semua air adalah suci selama tidak bercampur dengannya najis, dan tidak ada bersuci kecuali dengan menggunakan air, atau menggunakan debu (bila air tak ada). Sama ada air itu berasal dari air dingin, atau air es yang mencair, dan air panas dan tidak dipanaskan, karena air berfungsi untuk mensucikan, dan api tidak membuat najis air.

Imam Syafi’i-semoga Allah merahmatinya-, berkata: Ibrahim bin Muhammad mengatakan kepada kami, atas otoritas Zaid bin Aslam, atas otoritas ayahnya; bahwa Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, biasa memanaskan air untuknya, dan dia akan mandi dengannya dan berwudhu dengan air yang dipanaska itu.

Al-Syafi’i berkata: Tidak ada kemakruhan air musyammas (panaskan matahari), kecuali dari sudut pandang medis.

Terakhir, mengutip pendapat Imam Mawardi al-Hawi al-Kabir  yang menjelaskan terkait pentingnya membedakan antara air yang dipanaskan menggunakan api atau listrik dengan air yang dipanaskan langsung cahaya matahari (air musyammas). Keduanya sangat berbeda. Adapun yang dipanaskan cahaya matahari, itu yang dihukumi makruh. Sedangkan yang dipanaskan api boleh hukumnya, tidak makruh.

Simak penjelasan Imam al-Mawardi sebagaimana berikut ini;

فصل : وأما قوله مسخن وغير مسخن فسواء، والتطهر به جائز,  فإنما قصد بالمسخن أمرين, أحدهما: الفرق بين المسخن بالنار وبين الحامي بالشمس في أن المسخن غير مكروه والمشمس مكروه

Artinya; pasal; adapun perkataanya “air yang dipanaskan dan tidak dipanaskan, maka itu sama saja, dan bersuci menggunakan air itu boleh, maka yang dimaksud dengan air “dipanaskan” ada dua pengertian, pertama; berbeda antara dipanaskan dengan api, dan dipanaskan dengan panas cahaya matahari, nah yang dipanaskan (dengan api dan sejenis) itu hukumnya tidak makruh, sedangkan yang menggunakan cahaya matahari (musyamas) itu hukumnya yang makruh.

Sebagai kesimpulan, berwuduk pakai air panas  yang hukumnya boleh. Dengan demikian, seseorang yang berwuduk pakai air panas dari water heater hotel,hukumnya adalah sah dan boleh. Tidak ada kemakruhan di dalamnya. Pasalnya itu berbeda dengan air musyammas.

BINCANG SYARIAH