Kata khusyuk berarti `penuh penyerahan dan kebulatan hati.’Sifat itu biasanya timbul dalam konteks beribadah atau berdoa. Mereka yang merasakannya akan sungguh-sungguh, fokus, dan berkonsentrasi penuh. Dengan demikian, hati dan pikirannya semata-mata tertuju pada Allah Ta’ala.
Bagi kaum Muslimin, contoh yang paling paripurna dalam hal kekhusyukan adalah Nabi Muhammad SAW. Ada berbagai kisah yang menggambarkan betapa khusyuknya Rasulullah SAW. Bahkan, perkara-perkara yang bagi orang kebanyakan hanyalah biasa, menurut beliau bisa menjadi luar biasa. Sebab, persoalan itu sudah menggangguketenangannya saat sedang beribadah.
Pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW menerima hadiah dari Abu Jahm. Pemberian itu merupakan pakaian khamishah, yakni sejenis kain atau mantel yang sangat halus serta berhiaskan renda-renda atau manik-manik. Singkatnya, benda itu sangat indah dan sedap dipandang mata.
Setelah menerima hadiah tersebut, beliau dan kaum Muslimin mendengar suara azan. Maka berangkatlah Rasulullah SAW ke masjid untuk memimpin shalat.Ibadah berjamaah itu tampaknya berjalan normal, seperti biasa.Namun, keadaannya berbeda bagi sang imam.
Seusai shalat, Nabi Muhammad SAW langsung memasuki kamarnya dan mengambil khamishahtersebut.Kemudian, beliau memberikan benda bagus itu kepada para sahabatnya sembari berpesan, Pergilah kalian kepada Abu Jahm dengan membawa pakaian ini. Sebab, baru saja khamishahini mengganggu shalatku.
Sejumlah orang lantas diutus beliau untuk menemui Abu Jahm.Kepada sang pemberi hadiah, beliau meminta agar khamishahtadi ditukar dengan anbijaniyyah. Jenis pakaian itu agak serupa dengan khamishah, tetapi tanpa renda dan manik-manik.
Kisah lainnya terjadi ketika Rasulullah SAW juga menerima hadiah dari seseorang. Pemberian itu adalah sandal yang berkualitas baik sekali. Sesudah shalat, Nabi Muhammad SAW memerintahkan sahabatnya untuk mengembalikan sepasang alas kaki itu. Alasannya, beliau sempat melirik benda tersebut saat melepaskannya sebelum memasuki masjid. Dan, ketika shalat, pikirannya sempat terganggu oleh ingatan tentang sandal itu.
Dalam kesempatan berbeda, Nabi Muhammad SAW pernah mengenakan sandal yang bagus.Beliau sempat terkagum dengan benda itu, tetapi kemudian bersujud kepada Allah seraya menggumamkan doa. Kemudian, ia bersabda kepada para sahabat, Aku tawadu kepada Tuhanku agar Dia tidak murka kepadaku. Segera setelah itu, sandal tersebut dihadiahkannya kepada orang yang pertama kali ditemuinya di jalan.
Tidak hanya setelan pakaian dan alas kaki. Sebuah cincin pun pernah mengganggu kekhusyukan Nabi Muhammad SAW. Maka sesudah shalat, beliau naik ke atas mimbar untuk berceramah. Begitu menyadari cincin yang indah itu ada di jemarinya, beliau seketika melepas dan membuang benda tersebut. Cincin ini telah menggangguku, sabdanya, ia mengganggu pandanganku dan pandangan kalian.
Adapun yang paling terawal dalam meneladan Rasulullah SAW ialah para sahabat. Mereka pun meniru khusyuknya beliau. Bahkan, banyak di antaranya yang rela melepaskan harta benda, yang dinilai telah mengusik ketenangannya dalam beribadah.
Seorang sahabat Nabi SAW, Abu Thalhah, pernah shalat pada siang hari dekat sebuah pohon yang teduh lagi subur buahnya. Di tengah shalat, lelaki yang bernama lengkap Zaid bin Sahl al-Khazraji itu dikejutkan oleh seekor burung kecil yang terbang di atasnya. Tanpa sadar, pandangan mata Abu Thalhah sekilas mengikuti arah terbangnya hewan tersebut, yang sempat bertengger pada pohon miliknya.
Sesudah shalat, suami Ummu Sulaim tersebut amat menyesali kelalaiannya dalam shalat. Kemudian, ia mendatangi Nabi Muhammad SAW dan menceritakan kejadian yang dialaminya itu. Wahai Rasulullah, pohon ini adalah sedekah dariku, maka kelolalah pohon ini sesuai dengan yang engkau kehendaki, katanya.Begitulah, pohon miliknya yang besar dan berbuah banyak itu disedekahkannya. Sang sahabat merasa lebih baik kehilangan harta daripada rasa khusyuk dalam shalat.