SATU persatu biografi para perawi hadis itu diteliti dengan cermat. Penelitian dipusatkan pada dua kriteria. Yaitu kriteria al-‘adalah dan kriteria adh-dhabth.
b. Krieria adh-dhabth
Kriteria adh-dhabth adalah penilaian dari sisi kemampuan seorang perawi dalam menjaga originalitas hadis yang diriwayatkanya. Misalnya, adakah dia mampu menghafal dengan baik hadis yang dimilikinya. Atau punyakah catatan yang rapi dan teratur. Sebab boleh jadi seorang perawi memiliki hafalan yang banyak, akan tetapi tidak dhabith atau tidak teratur, bahkan boleh jadi acak-acakan bercampur baur antara rangkaian perawisuatu hadis dengan rangkaian perawi hadis lainnya.
Biasanya dari sisi adh-dhabth ini para perawi memang orang yang saleh. Tetapi kalau hafalan atau database periwayatan hadisnya acak-acakan, maka dia dikatakan tidak dhaabith. Cacat ini membuatnya menempati posisi lemah dalam daftar para perawi hadis. Hadis yang diriwayatkan lewat dirinya bisa saja dinilai daif atau lemah.
Untuk mendapatkan kumpulan hadits yang sahih, kita bisa membuka kitab yang disusun oleh para ulama. Di antara yang terkenal adalah kitab Ash-Shahih yang disusun oleh Al-Imam Al-Buhkari dan kitab Ash-Shahih yang disusun oleh Imam Muslim. Akan tetapi bukan berarti semua hadis menjadi tidak shahih bila tidak terdapat di dalam kedua kitab ini. Sesungguhnya, kedua kitab ini hanya menghimpun sebagian kecil dari hadis-hadisyang sahih. Di luar kedua kitab ini, masih banyak lagi hadis yang sahih.
Keberadaan kedua kitab itu meski sudah banyak bermanfaat, namun masih diperlukan kerja keras para ulama untuk mengumpulkan semua hadis yang ada di muka bumi, lalu satu per satu diteliti para perawinya. Dan seluruhnya disusun di dalam suatu database. Sehingga setiap kali kita menemukan suatu hadis, kita bisa lakukan searching, lalu tampil matan-nya beserta para perawinya dengan lengkap mulai dari level sahabat hingga level terakhir, sekaligus juga catatan rekord tiap perawi itu secara legkap sebagaimana yang sudah ditulis oleh para ulama.
Yang sudah ada sekarang ini baru program sebatas hadis-hadis yang ada di dalam 9 kitab saja, yang dikenal dengan kutubus-sittah. Program ini sudah lumayan membantu, karena bisa dikemas dalam satu keping CD saja. Bahkan Kementerian Agama, Wakaf, Dakwah dan Irsyad Saudi Arabia membuka situs yang memuat database kesembilan kitab hadis ini, sehingga bisa diakses oleh siapa saja dan dari mana saja di seluruh dunia secara gratis.
Sayangnya, hadis-hadis yang ada di program ini masih terbatas pada 9 kitab hadis saja, meski sudah dilengkapi dengan kitab-kitab penjelasnya (syarah). Padahal ada begitu banyak hadis yang belum tercantum di dalam kutubus-sittah. Lagi pula program itu pun belum dilengkapi dengan al-hukmu ‘alal hadits. Baru sekedar membuat database hadis yang terdapat di 9 kitab itu. Dan meski setiap hadis itu sudah dilengkapi nama-nama perawinya, namun belum ada hasil penelitian atas status para perawi itu. Jadi hadis-hadis itu masih boleh dibilang mentah.
Proyek ini cukup besar untuk bisa dikerjakan oleh perorangan. Harus ada kumpulan team yang terdiri dari ribuan ulama hadis dengan spesifikasi ekspert. Mereka harus bekerja full-time untuk jumlah jam kerja yang juga besar. Tentu saja masalah yang paling besar adalah anggaran.
Sampai hari ini, sudah ada beberapa lembaga yang merintisnya. Para ulama di Al-Azhar Mesir, para ulama di Kuwait, para ulama di Saudi dan di beberapa tempat lain, masing-masing sudah mulai mengerjakan. Sayangnya hasilnya belum juga nampak. Barangkali karena mereka bekerja sendiri-sendiri dan tidak melakukan sinergi. Padahal kalau semua potensi itu disatukan dalam sebuah managemen profesional, insya Allah kita bisa menyumbangkan sesuatu yang berharga di abad 15 hijriyah ini.
Hitung-hitung sebagai kado untuk kebangkitan Islam yang sudah sejak lama didengung-dengungkan itu. Sebuah warisan pekerjaan dari generasi lampau untuk kita demi mencapai masterpiece.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2341494/cara-membedakan-hadis-palsu-daif-sahih-2#sthash.EJ8ADtgm.dpuf