Memahami Ukhuwah

Salah satu ajaran Islam mengenai konsep persaudaraan. Kata ukhuwah berasal dari bahasa Arab dengan bentuk masdar (kata dasar)-nya adalah akhu yang berarti saudara, termasuk di dalamnya saudara sekandung, saudara seayah, saudara seibu atau saudara sesusuan. Dalam pemakaiannya, kata ukhuwah selalu digabungkan dengan kata islamiah sehingga menjadi ukhuwah islamiah.

Ajaran ukhuwah dalam Islam bermakna suatu ikatan persaudaraan antara dua orang atau lebih berdasarkan keimanan yang sama, kesepakatan atas pemahaman serta pembelaan kepada Islam sebagai agama yang diridhai Allah SWT. Dasar ajaranukhuwah adalah firman Allah SWT dalam surat al Hujurat ayat 10 yang artinya, ”Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

Sehubungan dengan ayat di atas, al-Qasimi, ahli tafsir kontemporer asal Mesir, menjelaskan bahwa iman menghendaki terwujudnya persaudaraan yang hakiki antara orang beriman yang terikat oleh hubungan yang murni dan kekerabatan yang fitri. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keimanan melahirkan keharusan persaudaraan yang hakiki di antara orang beriman, yaitu hubungan persaudaraan yang tidak dapat diukur dengan hubungan kasih sayang, baik secara kejiwaan maupun secara jasmani.

Di samping dari Alquran, ajaran ukhuwah juga bersumber dari beberapa hadis Rasulullah SAW, antara lain, ”Orang Mukmin itu bagaikan satu jasad, atau bagaikan satu bangunan yang saling mengukuhkan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari ayat dan hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada bentuk ukhuwah yang paling baik dikembangkan oleh umat Islam selain ukhuwah islamiyah, karena ini adalah ikatan paling hakiki dan kuat, mengungguli semua jenis ikatan lainnya. Ikatan lainnya hanyalah bersifat sarana ukhuwah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar yang kuat bagi bangunan persaudaraan. Perbedaan yang terdapat di antara manusia, seperti fisik, ideologi dan sebagainya, hanya dapat dijembatani dengan iman kepada Allah SWT.

Pada masa awal Islam, ajaran ukhuwah diterapkan dengan sangat berhasil oleh Rasulullah SAW, khususnya ketika Nabi SAW mulai membangun masyarakat Islam di Madinah. Pada masa itu, umat Islam sudah tampak heterogen, terdiri dari berbagai suku dan kelompok. Untuk merekatkan hubungan satu sama lain, Rasulullah mempersaudarakan beberapa kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, sehingga lambat laun tercipta ukhuwah islamiyah di kalangan umat Islam Madinah.

Disarikan dari buku Ensiklopedi Islam terbitan PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.

sumber:Republika Online

India Minta Warga Kaya tidak Gunakan Subsidi Haji

Menteri Negara Urusan Minoritas Uttar Pradesh (negara bagian India terbesar dari segi populasi) Mohsin Raz meminta masyarakat menengah ke atas tidak lagi menggunakan subsidi haji. Subsidi tersebut nantinya bisa diberikan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan.

Raza menyebutkan, tidak seperti orang kaya, masyarakat miskin merasa kesulitan menunaikan ibadah haji, bahkan untuk sekali dalam seumur hidup mereka. “Orang yang tidak mampu harus mendapatkan subsidi haji. Saya meminta kepada umat Islam kaya menyerahkan subsidi haji mereka sehingga orang yang tidak mampu dan lebih layak mungkin mendapatkan kesempatan untuk melakukan kegiatan keagamaan,” kata Raza seperti dilansir dari situs One India, baru-baru ini.

Pemerintah India pusat memberikan subsidi kepada jamaah Muslim yang ingin berhaji dengan mengurangi sepertiga harga tiket pesawat dari maskapai penerbangan resmi India. Setiap negara bagian di India memiliki kuota kursi penerbangan tersebut.

Kuota haji Uttar Pradesh telah meningkat sebesar 8.000 jamaah, sehingga tahun ini mendapatkan sekitar 29 ribu kursi. Pemerintah setempat akan memastikan subsidi akan diberikan kepada warga yang layak mendapatkannya.

“Orang yang kaya tidak perlu mencari subsidi. Dia harus menyerahkan subsidi itu sehingga jamaah lain bisa pergi. Dengan cara ini, ia akan mendapatkan berkah ganda. Kami sedang mengkaji aturan dan akan segera mengambil keputusan,” kata Raza. Dia akan segera bertemu Perdana Menteri India Narendra Modi untuk membahas masalah tersebut.

Raza ingin ada transparansi dan kejujuran dalam sistem pemerintahan. Seorang pejabat pemerintahan, kata dia, tidak bisa memboyong keluarga dan kerabatnya seenaknya pergi haji dan memanfaatkan subsidi haji. Menurut dia, semboyan “Sabka Saath, Sabka Vikas” (bersama dengan semua, pembangunan untuk semua) akan terwujud.

 

sumber: REPUBLIKA

Umat Non-Muslim Pun Berjilbab

Tradisi hijab bermotif agama tampak mencolok dalam tradisi Yahudi dan Kristen. Dr Menachem M. Brayer (Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva) dalam bukunya, The Jewish Woman in Rabbinic Literature, menulis tentang kewajiban pemakaian hijab oleh wanita-wanita Yahudi.

Dr Menachem mengutip pernyataan rabi (pendeta Yahudi) zaman dahulu yang cukup terkenal, ”It is not like the daughters of Israel to walk out with heads uncovered” (tidaklah pantas anak-anak perempuan Israel berjalan keluar tanpa penutup kepala).

Ia juga mengutip kata-kata populer lain, ”Cursed be the man who lets the hair of his wife be seen … a woman who exposes her hair for self-adornment brings poverty” (terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat … wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan).

Lebih lanjut Menachem menjelaskan, jilbab bagi wanita Yahudi tidak selalu berhubungan dengan kesopanan. Kadang-kadang ia menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi. Oleh karena itu, banyak wanita Yahudi di Eropa tetap menggunakan jilbab sampai abad ke-19 M meski mereka hidup di tengah budaya Barat sekuler.

Akan tetapi, tekanan eksternal dari masyarakat Eropa memaksa banyak dari mereka pergi keluar tanpa penutup kepala. Beberapa wanita Yahudi kemudian lebih cenderung menggantikan penutup tradisional mereka dengan rambut palsu sebagai bentuk lain dari penutup kepala. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang saleh memakai penutup kepala hanya jika mereka mengunjungi sinagog (tempat ibadah Yahudi).

Sementara itu, dalam agama Kristen, sampai hari ini para biarawati Katolik masih menutup kepalanya. Tradisi ini sudah ada sejak 400 tahun yang lalu. Dikisahkan Menachem, agamawan Kristen dari golongan Amish dan Mennonites pernah mengatakan, ”The head covering is a symbol of woman’s subjection to the man and to God” (penutup kepala adalah simbol dari kepatuhan wanita kepada laki-laki dan Tuhan).

Motif pemakaian hijab dalam Islam maupun agama-agama lain tampak beragam. Sebagian dilandasi alasan agama dan sebagian lain karena alasan sosial. Di kalangan umat Muslim, terdapat kelompok yang berkeyakinan bahwa memakai jilbab adalah bagian dari kewajiban agama. Dan, karena itu, merasa lebih dekat dengan Islam. Apa pun alasannya, sikap saling menghormati antarumat adalah solusi memupuk keharmonisan sosial.

 

sumber:Republika Online

Muslimah Cabut Bulu Alis, Bolehkah?

Perkembangan dunia fashion saat ini membuat manusia melakukan berbagai eksperimen terhadap tubuhnya. Demi mendapatkan penampilan sempurna, tak jarang mereka melakukan perawatan kecantikan. Salah satu yang kian digandrungi oleh kaum hawa adalah mencabuti bulu alis mata. Fasilitas pelayanan ini biasa didapatkan di berbagai rumah kecantikan dan salon.

Para pengguna jasa ini  akan membentuk sendiri bulu matanya dengan cara dilukis sesuai dengan tren fashion. Tak hanya kaum ibu, banyak remaja putri yang sudah menggunakan jasa ini. Masalah mencabut atau mencukur bulu alis yang dilakukan kaum hawa telah berkembang sejak zaman dahulu.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud RA, Rasulullah SAW memberi perhatian khusus terhapa masalah ini. Nabi SAW bersabda, ”Allah mengutuk perempuan-perempuan penato dan mereka yang minta ditato, perempuan-perempuan yang mencukur alis dan mereka yang minta dicukur alisnya, perempuan-perempuan yang mengikir giginya agar lebih indah dan mereka yang mengubah ciptaan Allah.”

Mufti Agung Mesir, Syekh Ali Jum’ah Muhammad, telah mengeluarkan fatwa terkait an-namsh atau mencabut bulu alis. Menurut dia, terdapat dua pendapat di kalangan para ahli bahasa mengenai masuknya bulu-bulu lain yang tumbuh di wajah ke dalam larangan ini.

”Perbedaan inilah yang mendasari perbedaan ulama mengenai hukum mencabut bulu selain bulu alis; antara yang menghalalkan dan yang mengharamkannya,” papar Syekh Ali Jum’ah. Menurut dia, an-namishah adalah perempuan yang mencabut bulu alisnya atau bulu alis orang lain. Sedangkan, al-mutanammishah adalah perempuan yang menyuruh orang lain untuk mencabut bulu alisnya.

”Ancaman dalam bentuk laknat dari Allah SWT atau Rasulullah SAW atas suatu perbuatan tertentu merupakan pertanda bahwa perbuatan itu termasuk dalam dosa besar,” papar Syekh Ali Jum’ah. Menurut dia, mencabut bulu alis bagi wanita adalah haram jika dia belum berkeluarga kecuali untuk keperluan pengobatan, menghilangkan cacat atau guna merapikan bulu-bulu yang tidak beraturan.

Perbuatan yang melebihi batas-batas tersebut hukumnya adalah haram. Menurut Syekh Ali Jum’ah, perempuan yang sudah berkeluarga, diperbolehkan melakukannya jika mendapat izin dari suaminya atau terdapat indikasi yang menunjukkan izin tersebut. ”Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.”

Mufti Agung Mesir, Syekh Ali Jum’ah Muhammad, juga telah mengeluarkan fatwa terkait an-namsh atau mencabut bulu alis. Menurut dia, terdapat dua pendapat di kalangan para ahli bahasa mengenai masuknya bulu-bulu lain yang tumbuh di wajah ke dalam larangan ini.

”Perbedaan inilah yang mendasari perbedaan ulama mengenai hukum mencabut bulu selain bulu alis; antara yang menghalalkan dan yang mengharamkannya,” papar Syekh Ali Jum’ah. Menurut dia, an-namishah adalah perempuan yang mencabut bulu alisnya atau bulu alis orang lain. Sedangkan, al-mutanammishah adalah perempuan yang menyuruh orang lain untuk mencabut bulu alisnya.

”Ancaman dalam bentuk laknat dari Allah SWT atau Rasulullah SAW atas suatu perbuatan tertentu merupakan pertanda bahwa perbuatan itu termasuk dalam dosa besar,” papar Syekh Ali Jum’ah. Sehingga, kata dia, mencabut bulu alis bagi wanita adalah haram jika dia belum berkeluarga kecuali untuk keperluan pengobatan, menghilangkan cacat, atau guna merapikan bulu-bulu yang tidak beraturan.

Perbuatan yang melebihi batas-batas tersebut, hukumnya adalah haram. Menurut Syekh Ali Jum’ah, perempuan yang sudah berkeluarga, diperbolehkan melakukannya jika mendapat izin dari suaminya, atau terdapat indikasi yang menunjukkan izin tersebut. ”Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.”

Mereka beralasan bahwa hal itu termasuk bentuk berhias yang diperlukan sebagai benteng guna menjauhi hal-hal tidak baik dan untuk menjaga kehormatan (‘iffah). Maka, secara syar’i, seorang istri diperintahkan untuk melakukannya demi suaminya. Hal itu sesuai dengan hadis yang diriwayatkan ath-Thabari dari istri Abu Ishak.

Pada suatu hari dia berkunjung kepada Aisyah RA. Istri Abu Ishak itu adalah seorang perempuan yang suka berhias. Dia berkata kepada Aisyah, “Apakah seorang perempuan boleh mencabut bulu di sekitar keningnya demi suaminya?” Aisyah menjawab, “Bersihkanlah dirimu dari hal-hal yang mengganggumu semampumu.”

 

sumber:REPUBLIKA ONLINE

Ahli Shuffah, Orang-Orang yang Bersahaja

Selain kaum Muhajirin, Shuffah juga menjadi tempat beteduh para utusan atau tamu yang menemui Rasulullah SAW. Mereka banyak yang menyatakan masuk Islam dan bersumpah setia. Memang, Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah, kebanyakan para tamu itu datang bersama para penanggungjawabnya. Namun, jika tak ada penanggungjawabnya, mereka tinggal di Shuffah.

Abu Hurairah adalah wakil ahli Shuffah untuk para musafir yang singgah di waktu malam. Menurut Dr Akram, jika Rasulullah SAW ingin mengetahui keadaan mereka, cukup diserahkan kepada Abu Hurairah untuk mengetahui hal ihwal, tempat asal, kulitas dan kuantitas ibadah, serta kesungguhan mereka.

Seiring perjalanan waktu, jumlah ahli Shuffah cenderung tak tetap. Jika utusan dan para tamu datang, jumlahnya bertambah. Ketika mereka kembali ke tanah kelahirannya, jumlahnya berkurang. Menurut Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya, biasanya jumlah mereka sekitar 70 orang.

Terkadang jumlahnya amat banyak. Pernah, suatu hari Sa’ad bin Ubadah menjamu 80 orang. Belum lagi yang dijamu oleh kalangan sahabat lainnya,” papar Abu Nu’aim. As-Samhudi menyebutkan bahwa Abu Nu’aim dalam Hilayatul Auliya mengungkapkan lebih dari 100 orang ahli Shuffah.

Semangat para ahli Shuffah

Menurut Dr Akram, para ahli Shuffah mencurahkan perhatiannya untuk mencari ilmu. Mereka beriktikaf di Masjid Nabawi untuk beribadah dan membiasakan diri hidup dalam keadaan serbakekurangan. Jika sedang sendiri, yang mereka lakukan adalah shalat, membaca, dan mempelajari Alquran, serta berzikir,” papar Dr Akram.

Selain itu, sebagian lainnya belajar membaca dan menulis. Tak heran jika kemudian para Ahli Shuffah itu banyak yang menjadi ulama dan ahli hadis karena mereka banyak menghafal hadis. Salah satu contohnya adalah Abu Hurairah dan Huzaifah Ibnul Yaman yang dikenal banyak meriwayatkan hadis-hadis tentang fitnah.

Para ahli Shuffah dengan penuh keseriusan mempelajari ilmu agama dan ibadah. Meski begitu, mereka juga terlibat aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan jihad. Hal itu terbukti dengan banyaknya para Ahli Shuffah yang gugur di medan perang, seperti Perang Badar, Perang Uhud, Perang Tabuk, Perang Khaibar, dan pertempuran lainnya. Mereka adalah para ahli ibadah di malam hari dan prajurit yang gagah berani di siang hari,” tutur Dr Akram.

Mereka yang tinggal di Ash-Shuffah adalah orang-orang yang bersahaja. Betapa tidak,  menurut Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqatul Kubra jilid I, para ahli Shuffah tak memiliki pakaian yang dapat melindungi diri dari hawa dingin. Mereka juga tak memiliki selimut tebal. Tak ada seorang pun dari mereka yang mempunyai pakaian lengkap,” papar Abu Nu’aim.

Mereka mengikatkan baju dan selimut ke leher-leher mereka. Sebagian lagi hanya memakai baju dan kain sarung. Selimut yang mereka pakai adalah Al-Hanaf,” ungkap Dr Akram. Al-Hanaf adalah selimut yang menyerupai selimut produksi Yaman dibuat dari bahan kasar dan kain terburuk.

Kurma adalah makanan sehari-hari ahli Shuffah. Rasulullah selalu menyediakan setangkup kurma untuk dua orang setiap hari. Nabi Muhammad SAW tak mampu memenuhi kebutuhan mereka selian kurma. Karenanya, beliau selalu menasihati agar para ahli Shuffah bersabar dan tak pernah lupa menghibur mereka.

Rasulullah pun sering mengundang mereka untuk makan bersama di rumah beliau meski dengan hidangan seadanya,” kata Dr Akram. Jika ada dermawan datang, mereka pun bisa menyantap makanan yang lebih enak. Meski dalam kondisi serbakekurangan, para ahli Shuffah itu tetap bersabar. Semangat beribadah dan jihadnya tak pernah padam.

 

sumber:REPUBLIKA ONLINE

Tarim, Kota Bersejarah Hadramaut

Tarim adalah salah satu kota utama yang terletak di selatan Yaman, Provinsi Hadramaut.  Kota itu terletak 34 kilometer dari Seiyun dan 356 kilometer dari Mukalla—ibu kota provinsi. Tarim dihuni oleh sekitar 100 ribu jiwa.

Mata pencaharian penduduknya terbilang beragam. Ada yang berprofesi sebagai petani, tukang kayu, perajin, dan lainnya. Kota itu terkenal sebagai sentra kerajinan seperti berang-barang dari besi, las, pertukangan, dan tembikar. Konon, nama kota itu diambil dari nama seorang arsitek terkemuka bernama Tarim Bin Hadramout Bin Sheba. Ia berasal dari zaman Kerajaan Kinda.

Pada 2010, seperti diberitakan laman berita Arabnews, Kota Tarim yang terletak di Hadramaut telah terpilih sebagai Capitals of Islamic Culture (CIC) alias Ibu Kota Kebudayaan Islam. Sejak 2004, Organisasi Pendidikan Sains dan Kebudayaan Islam (ISESCO) setiap tahun memilih tiga kota di dunia untuk dinobatkan sebagai Ibu Kota Kebudayaan Islam.

Ketiganya merupakan perwakilan dari kota Islam di Afrika, kota Islam di Asia, dan kota Islam di Jazirah Arab. Pada 2010, Tarim terpilih mewakili kota-kota Islam yang ada di Semenanjung Arab. Dari Afrika di wakili oleh Kota Monroni dari Comoro, dan  Dushanbe, ibu kota Tajikistani mewakili Asia.

Tarim terpilih karena keberadaan madrasah-madrasahnya, serta hubungan yang terbuka dengan orang-orang lain,’’  ungkap Menteri Kebudayaan Yaman, Mohammed Abu Bakr Al-Maflahi. Sementara itu,  Dirjen ISESCO, Abdulaziz Altwaijri,  ada beberapa criteria yang membuat Tarim terpilih sebagai Ibu Kota Kebudayaan Islam.

Menurut Altwaijri,  Tarim adalah sebuah kota yang sangat bersejarah. Kota itu, kata dia, memiliki peran yang begitu besar dalam menyajikan dan melayani kebudayaan Islam. Di kota itu terdapat tempat-tempat bersejarah, seperti bangunan-bangunan, istana, dan tepat shalat.

Tarim adalah sebuah kota yang indah. Saya telah mengetahuinya sebelum datang ke sini. Saya merasa sangat tenang di kota ini,” tutur Altwaijri. Dari Kota Tarim, banyak ulama dan pedagang yang menyebarkan agama Islam ke berbagai penjuru dunia.

Orang-orang Tarim amat berjasa menyebarkan Islam sepanjang negara-negara Asia Timur dengan cara yang damai. Pada akhir abad ke-5 H hingga awal abad ke-6 H, ulama, pedagang, dan pekerja dari Tarim meninggalkan kampung halamannya menuju India, Indonesia, Singapura, dan Afrika Timur untuk mendakwahkan ajaran Islam.

Dar Al-Mustafa merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam modern yang berdiri di Kota Tarim. Lembaga itu dibangun oleh Syekh Ali al-Mashhour Bin Hafeed pada 1993.  Santrinya tak hanya berasal dari Yaman, namun dari berbagai negara di dunia.

Di kota itu juga terdapat lembaga pendidikan Islam yang tradisional, namanya Rubat Tarim. Lembaga itu didirikan pada 1887 dan terletak di pusat kota. Peran lembaga pendidikan itu sangat besar karena telah melahirkan para ulama. Cendekiawan dan tokoh Islam baik di Yaman maupun di luar negeri.

 

sumber:REPUBLIKA ONLINE

Aku Tak Akan Bisa Kalahkan Abu Bakar Selamanya

UMAR bin Khattab Radhiallahuanhu berkata:

“Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam memerintahkan kami untuk bersedekah, maka kami pun melaksanakannya. Umar berkata: Semoga hari ini aku bisa mengalahkan Abu Bakar. Aku pun membawa setengah dari seluruh hartaku. Sampai Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bertanya: Wahai Umar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu?. Kujawab: Semisal dengan ini.

Lalu Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam lalu bertanya: Wahai Abu Bakar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu?. Abu Bakar menjawab: Ku tinggalkan bagi mereka, Allah dan Rasul-Nya. Umar berkata: Demi Allah, aku tidak akan bisa mengalahkan Abu Bakar selamanya” (HR. Tirmidzi)

 

MOZAIK.INILAH.com

Tahukah Kamu Nama Asli Abu Bakar?

NAMA beliau -menurut pendapat yang shahih- adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Kaab bin Saad bin Taiym bin Murrah bin Kaab bin Luay Al Qurasyi At Taimi. Beliau memiliki kun-yah: Abu Bakar. Beliau dijuluki dengan Atiq dan Ash Shiddiq.

Sebagian ulama berpendapat bahwa alasan beliau dijuluki Atiq karena beliau tampan. Sebagian mengatakan karena beliau berwajah cerah. Pendapat lain mengatakan karena beliau selalu terdepan dalam kebaikan. Sebagian juga mengatakan bahwa ibu beliau awalnya tidak kunjung hamil, ketika ia hamil maka ibunya berdoa, “Ya Allah, jika anak ini engkau bebaskan dari maut, maka hadiahkanlah kepadaku”

Dan ada beberapa pendapat lain. Sedangkan julukan Ash Shiddiq didapatkan karena beliau membenarkan kabar dari Nabi Shallallahualaihi Wasallam dengan kepercayaan yang sangat tinggi. Sebagaimana ketika pagi hari setelah malam Isra Miraj, orang-orang kafir berkata kepadanya: Teman kamu itu (Muhammad) mengaku-ngaku telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam. Beliau menjawab: “Jika ia berkata demikian, maka itu benar”

Allah Taala pun menyebut beliau sebagai Ash Shiddiq: “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Az Zumar: 33). Tafsiran para ulama tentang ayat ini, yang dimaksud orang yang datang membawa kebenaran adalah Nabi Muhammad Shallallahualaihi Wasallam dan yang dimaksud orang yang membenarkannya adalah Abu Bakar Radhiallahuanhu.

Beliau juga dijuluki Ash Shiddiq karena beliau adalah lelaki pertama yang membenarkan dan beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahualaihi Wasallam. Nabi Shallallahualaihi Wasallam telah menamai beliau dengan Ash Shiddiq sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari: “Dari Anas bin Malik Radhiallahuanhu bahwa Nabi Shallallahualaihi Wasallam menaiki gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman. Gunung Uhud pun berguncang. Nabi lalu bersabda: Diamlah Uhud, di atasmu ada Nabi, Ash Shiddiq (yaitu Abu Bakr) dan dua orang Syuhada (Umar dan Utsman)”

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2367508/tahukah-kamu-nama-asli-abu-bakar#sthash.6T7yG5B0.dpuf

Jasa-Jasa Abu Bakar Ash Shiddiq

BELIAU dilahirkan 2 tahun 6 bulan setelah tahun gajah. Beliau berkulit putih, bertubuh kurus, berambut lebat, tampak kurus wajahnya, dahinya muncul, dan ia sering memakai hinaa dan katm. Jasa-jasa beliau meliputi:

– Jasanya yang paling besar adalah masuknya ia ke dalam Islam paling pertama.
– Hijrahnya beliau bersama Nabi Shallallahualaihi Wasallam
– Ketegaran beliau ketika hari wafatnya Nabi Shallallahualaihi Wasallam
– Sebelum terjadi hijrah, beliau telah membebaskan 70 orang yang disiksa orang kafir karena alasan bertauhid kepada Allah. Di antara mereka adalah Bilal bin Rabbaah, Amir bin Fahirah, Zunairah, Al Hindiyyah dan anaknya, budaknya Bani Muammal, Ummu Ubais
– Salah satu jasanya yang terbesar ialah ketika menjadi khalifah beliau memerangi orang-orang murtad

Abu Bakar adalah lelaki yang lemah lembut, namun dalam hal memerangi orang yang murtad, beliau memiliki pendirian yang kokoh. Bahkan lebih tegas dan keras daripada Umar bin Khattab yang terkenal akan keras dan tegasnya beliau dalam pembelaan terhadap Allah. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits Abu Hurairah Radhiallahuanhu:

“Ketika Nabi Shallallahualaihi Wasallam wafat, dan Abu Bakar menggantikannya, banyak orang yang kafir dari bangsa Arab. Umar berkata: Wahai Abu Bakar, bisa-bisanya engkau memerangi manusia padahal Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda, aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaaha illallah, barangsiapa yang mengucapkannya telah haram darah dan jiwanya, kecuali dengan hak (jalan yang benar). Adapun hisabnya diserahkan kepada Allah? Abu Bakar berkata: Demi Allah akan kuperangi orang yang membedakan antara shalat dengan zakat. Karena zakat adalah hak Allah atas harta. Demi Allah jika ada orang yang enggan membayar zakat di masaku, padahal mereka menunaikannya di masa Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam, akan ku perangi dia. Umar berkata: Demi Allah, setelah itu tidaklah aku melihat kecuali Allah telah melapangkan dadanya untuk memerangi orang-orang tersebut, dan aku yakin ia di atas kebenaran”

Begitu tegas dan kerasnya sikap beliau sampai-sampai para ulama berkata: “Allah menolong Islam melalui Abu Bakar di hari ketika banyak orang murtad, dan melalui Ahmad (bin Hambal) di hari ketika terjadi fitnah (khalqul Quran)”. Abu Bakar pun memerangi orang-orang yang murtad dan orang-orang yang enggan membayar zakat ketika itu:
– Musailamah Al Kadzab dibunuh di masa pemerintahan beliau
– Beliau mengerahkan pasukan untuk menaklukan Syam, sebagaimana keinginan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam. Dan akhirnya Syam pun di taklukan, demikian juga Iraq.
– Di masa pemerintahan beliau, Al Quran dikumpulkan. Beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkannya.
– Abu Bakar adalah orang yang bijaksana. Ketika ia tidak ridha dengan dilepaskannya Khalid bin Walid, ia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan menghunus pedang yang Allah tujukan kepada musuhnya sampai Allah yang menghunusnya” (HR. Ahmad dan lainnya)

Ketika masa pemerintahan beliau, terjadi peperangan. Beliau pun bertekad untuk pergi sendiri memimpin perang, namun Ali bin Abi Thalib memegang tali kekangnya dan berkata: Mau kemana engkau wahai khalifah? Akan kukatakan kepadamu perkataan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam ketika perang Uhud: Simpanlah pedangmu dan janganlah bersedih atas keadaan kami. Kembalilah ke Madinah. Demi Allah, jika keadaan kami membuatmu sedih Islam tidak akan tegak selamanya. Lalu Abu Bakar Radhiallahuanhu pun kembali dan mengutus pasukan.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2367516/jasa-jasa-abu-bakar-ash-shiddiq#sthash.5A4hQOQt.dpuf

Kenapa Abu Bakar Terpilih jadi Khalifah Pertama?

KETIKA Nabi Shallallahualaihi Wasallam sakit keras, beliau memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam salat berjemaah. Dalam Shahihain, dari Aisyah Radhiallahuanha ia berkata:

“Ketika Nabi Shallallahualaihi Wasallam sakit menjelang wafat, Bilal datang meminta idzin untuk memulai shalat. Rasulullah bersabda: Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam dan shalatlah. Aisyah berkata: Abu Bakar itu orang yang terlalu lembut, kalau ia mengimami shalat, ia mudah menangis. Jika ia menggantikan posisimu, ia akan mudah menangis sehingga sulit menyelesaikan bacaan Quran. Nabi tetap berkata: Perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam dan shalatlah. Aisyah lalu berkata hal yang sama, Rasulullah pun mengatakan hal yang sama lagi, sampai ketiga atau keempat kalinya Rasulullah berkata: Sesungguhnya kalian itu (wanita) seperti para wanita pada kisah Yusuf, perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam dan shalatlah”

Oleh karena itu Umar bin Khattab Radhiallahuanhu berkata: “Apakah kalian tidak ridha kepada Abu Bakar dalam masalah dunia, padahal Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam telah ridha kepadanya dalam masalah agama?”

Juga diriwayatkan dari Aisyah Radhiallahuanha, ia berkata: “Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam berkata kepadaku ketika beliau sakit, panggilah Abu Bakar dan saudaramu agar aku dapat menulis surat. Karena aku khawatir akan ada orang yang berkeinginan lain (dalam masalah khilafah) sehingga ia berkata: Aku lebih berhak. Padahal Allah dan kaum muminin menginginkan Abu Bakar (yang menjadi khalifah). Kemudian datang seorang perempuan kepada Nabi Shallallahualaihi Wasallam mengatakan sesuatu, lalu Nabi memerintahkan sesuatu kepadanya. Apa pendapatmu wahai Rasulullah kalau aku tidak menemuimu? Nabi menjawab: Kalau kau tidak menemuiku, Abu Bakar akan datang” (HR. Bukhari-Muslim)

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2367761/kenapa-abu-bakar-terpilih-jadi-khalifah-pertama#sthash.Vs17zkwV.dpuf