Di Tengah Krisis, Perbankan Syariah Masih Sangat Bergairah

Industri perbankan syariah tetap tumbuh meski dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian.

Pertumbuhan industri perbankan syariah di negara-negara yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Negara Teluk (GCC), khususnya di Arab Saudi, dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan belanja di sektor publik. Kondisi ini justru terjadi di tengah menurunnya pendapatan dari minyak.

Hal ini disampaikan Ernst & Young dalam World Islamic Banking Competitiveness Report 2015-2016, yang membahas tingkat persaingan perbankan syariah di dunia Islam di konferensi bersama World Islamic Banking Conference (WIBC), akhir pekan lalu.

“Ini menarik. Bagaimana bank terpengaruh karena pemerintah menarik cadangan mereka dari sektor perbankan, untuk mempersempit kesenjangan pada defisit anggaran akibat penurunan harga minyak dunia,” kata Muzammil Kasbati, Direktur Global Islamic Banking Centre di E & Y, seperti dikutip dari Gulf News, Rabu, 4 November 2015.

Menurut laporan tersebut, laba perbankan Islam GCC meningkat menjadi US$ 12 miliar untuk pertama kalinya pada tahun 2014. Diperkirakan sektor ini akan terus tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi regional.

“Sembilan pasar inti saat ini menjadi mesin pertumbuhan bagi industri keuangan Islam global,” kata tulis itu.

Laporan E & Y ini mengidentifikasi sekelompok bank, berjumlah 40 unit di seluruh pasar sembilan inti yang dikatakan ‘secara sistemik penting’ untuk kemajuan masa depan industri syariah. Dari 40 bank tersebut, lebih dari 50 persen memiliki basis ekuitas US$ 1 miliar atau lebih.

Menurut E & Y, sektor perbankan syariah Uni Emirat Arab khususnya telah mendapatkan momentum yang didukung oleh inovasi dan pertumbuhan jejak digital, sehingga meletakkannya sejajar dengan Malaysia dalam hal pangsa pasar global.

Laporan selengkapnya akan diluncurkan di konferensi WIBC 2015 yang akan digelar pada 2 Desember mendatang. (Ism)

 

sumber: Dream.co.id