Orang-orang kafir Quraisy tidak percaya dengan isra’ mi’raj. Mereka pun minta bukti empiris jika beliau benar-benar telah pergi ke Baitul Maqdis dalam satu malam. Mereka minta dua bukti isra miraj yang mereka bisa memeriksa kebenarannya.
Pertama, tentang Baitul Maqdis. Karena di antara tokoh Quraisy ada yang telah mengetahuinya dengan persis termasuk pintu-pintunya. Menurut mereka, Muhammad tidak mungkin tahu sedetail itu.
Kedua, tentang kafilah dagang mereka. Menurut logika, Muhammad tidak mungkin tahu rombongan dagang mereka kecuali jika melewati mereka dalam perjalanan ke Baitul Maqdis tersebut.
“Wahai Muhammad deskripsikan untuk kami tentang Baitul Maqdis,” pinta mereka.
Rasulullah memang telah isra ke Baitul Maqdis. Tapi itu terjadi di malam hari sehingga beliau tidak begitu memperhatikan bangunannya dengan jelas. Lagi pula, beliau juga tidak perlu memperhatikan sedetil itu karena bukan itu tujuan isra miraj.
Orang-orang kafir Quraisy sebenarnya ingin mempermalukan Rasulullah dan mencari alasan agar bisa menyebut beliau berdusta. Namun Allah tidak menghendaki demikian. Datanglah Malaikat Jibril membawakan gambaran Baitul Maqdis di atas sayapnya. Sembari melihat apa yang ditampilkan oleh Jibril, beliau menjawab pertanyaan Kafir Quraisy dengan telak:
“Salah satu pintunya begini dan begini terletak di tempat begini dan begini, salah satu pintunya lagi begini dan begini terletak di tempat begini dan begini.”
Mereka terkejut. Bagaimana mungkin Rasulullah bisa menjelaskan sedetil itu. Tapi mereka segera beralih ke pertanyaan kedua. Tentang rombongan unta mereka.
“Aku melintasi rombongan unta Bani Fulan di Rauha’ dan mereka sedang kehilangan salah satu unta mereka lalu mereka berusaha mencarinya. Lalu aku sampai pada kumpulan kendaraan mereka dan tidak seorang pun berada di sana tiba-tiba aku menemukan semangkuk air lalu aku meminum darinya. silakan kalian tanyakan tentang itu kepada mereka,” jawab Rasulullah.
“Demi Tuhan, ini adalah pertanda,” sebagian mereka saling kasak kusuk, kelabakan mendengar jawaban Rasulullah.
“Lalu aku sampai pada rombongan dagang Bani Fulan,” lanjut Rasulullah, “maka lari dariku seekor unta dan seekor unta betina berwarna merah berlutut, di atasnya terdapat tandu untuk membawa barang-barang yang ditulis dengan tulisan putih. Aku tidak tahu apakah unta-unta yang telah mematahkannya atau tidak. Silakan kalian tanyakan kepada mereka tentang itu.”
“Demi Tuhan, ini adalah pertanda,” kata sebagian mereka.
“Lalu aku tiba di rombongan dagang Bani Fulan di Tan’im, berada di barisan terdepan seekor unta putih berbelang hitam dan sejenak lagi dia akan datang kepada kalian melalui Ats Tsaniyah (jalan di lereng bukit)”
Tak hanya dua, Rasulullah menghadirkan empat bukti empiris; satu tentang Masjid Al Aqsa, tiga tentang rombongan unta dan kafilah dagang mereka. Semua bukti isra miraj ini benar adanya.
Tak mau kaumnya percaya dengan Rasulullah dan isra miraj, Walid bin Mughirah langsung membuat pernyataan.
“Dia seorang tukang sihir,” kata Walid menuduh Rasulullah.
Orang-orang kafir Quraisy itu mengetahui bahwa empat bukti isra miraj yang disebut Rasulullah adalah nyata sebagaimana fakta yang mereka ketahui. Namun, mereka lebih condong ke tuduhan Walid bin Mughirah.
“Benar apa yang dikatakan Walid Bin Mughirah tentangnya,” kata mereka sembari pergi meninggalkan Sang Nabi.