Hukum Infus dan Suntik Saat Puasa

Hukum Infus dan Suntik Saat Puasa

Bagaimana hukum infus dan suntik saat puasa? Kita tahu infus dan suntikan dibagi menjadi tiga macam, yaitu pengobatan (at-tadawi), kekuatan daya tahan tubuh (at-taqwiyah), dan pengganti makanan (at-taghdiyah). Dua yang pertama ulama sepakat tidak membatalkan puasa. Sedangkan infus atau suntik jenis ketiga (yang menjadi ganti makanan), ulama berbeda pendapat.

Namun demikian, sebagian ulama mengatakan batal karena dapat mengenyangkan, dan sebagian yang lain tidak membatalkan karena tidak melalui jauf (rongga) yang terbuka.

Di dalam Fiqh al-Shiyam halaman 86 dikatakan:

وَيَسْأَلُ عَنْهُ الصَّائِمُوْنَ الحِقْنَ وَتُسَمَّى فِي بَعْضِ البِلادِ الإِبْرَ سَوَاءٌ كَانَتْ فِي الْعَضَلِ أَمْ تَحْتَ الْجِلْدِ أَمْ فِي الوَرِيدِ. وَمِنْ هَذَا الحِقْنِ مَا يُؤْخَذُ لِلتَّدَاوِي وَمِنْهَا مَا يُؤْخَذُ لِلتَّقْوِيَةِ وَمِنْهَا مَا يُؤْخَذُ لِلتَّغْذِيَةِ. الى أن قال … أَمَّا الَّذِي اخْتَلَفَ فِيْهِ عُلَمَاءُ العَصْرِ فَهُوَ فِي شَأْنِ الحِقْنِ أَوِ الإِبْرِ الَّتِي تُعْطَى مِنْ طَرِيقِ الْوَرِيدِ وَيُقْصَدُ بِمَا التَّغذِيةُ مِثْلُ الجُلُوكُوْز وَمَا شَابَهَهُ فَمِنَ العُلَمَاءِ مَنْ يَرَى هَذَا النَّوْعَ مُفْطِرًا لِأَنَّهُ يَحْمِلُ غِذَاءً يَصِلُ إِلَى دَاخِلِ الجِسْمِ وَيَنْتَفِعُ بِهِ…. وَمِنَ العُلَمَاءِ مَنْ يَرَى أَنَّ هَذَا النَّوْعَ لَا يُفْطِرُ …فقه الصيام (٨٦)

Artinya: “Orang-orang yang berpuasa bertanya tentang hukum bersuntik (ketika puasa). Di sebagian negara, jarum suntik dikenal dengan ibr, baik itu disuntikkan ke otot, dibawah pori-pori kulit, maupun ke urat. 

Fungsi dari jarum suntik ini (al-haqn) ada yang untuk pengobatan, penguatan, atau untuk konsumsi (infus) dan seterusnya. Hingga Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan, perkara yang masih diperselisihkan ulama di masa kini adalah jenis jarum suntik melalui urat yang bermanfaat dan bertujuan sebagai sumber konsumsi (makanan) misal glukosa dan semacamnya. 

Sebagian ulama menghukuminya dapat membatalkan puasa karena jarum suntik model seperti itu dapat membawa makanan ke dalam bagian dalam tubuh dan dapat memberi manfaat (menambah energi). Sebagian ulama yang lain menganggapnya tidak membatalkannya.”

Demikian juga di dalam kitab Mughni al-Muhtaj dikatakan:

وَخَرَجَ بِالْعَيْنِ الْأَثَرُ، كَالرِّيحِ بِالشَّمِّ، وَحَرَارَةِ الْمَاءِ وَبُرُودَتِهِ بِالذوْقِ، وَبِالْجوْفِ عَمَّا لَوْ دَاوَى جرْحَهُ الَّذِي عَلَى لَحْمِ السَّاقِ أَوْ الْفَخِذِ فَوَصَلَ الدَّوَاءُ إِلَى دَاخِلِ الْمُخْ أَوْ اللَّحْمِ أَوْ غَرَزَ فِيهِ حَدِيدَةً فَإِنَّهُ لَا يُفْطِرُ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ بجَوْفٍ. مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج – (ج ٦ / ص ٢٠٠).

Artinya: “Dikecualikan dari kata al-ain (benda), yaitu al-atsar (efek/dampak), seperti angin yang dirasa dengan proses penciuman dan panas atau dinginnya air melalui indra perasa. 

Dikecualikan pula dari kata al-jauf (perut), yaitu bagian luka tubuh yang diobati, seperti daging betis atau daging paha, lalu obat tersebut sampai pada bagian dalam sumsum atau bagian dalam daging. 

Demikian pula, ketika diisi dengan benda yang baru. Maka, (benda yang masuk pada) bagian tubuh yang dikecualikan ini tidak membatalkan puasa lantaran tidak termasuk kategori al-jauf (lambung/ perut).”

Demikian hukum infus dan suntik saat puasa. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH