Hukum membayar zakat fitrah dengan uang

Apakah pembayaran zakat fitrah dapat diganti dengan uang?

JAWABAN DR MUHAMMAD ARIF:

Pada dasarnya zakat, termasuk zakat fitrah, merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi umat Islam. Berbeda dengan zakat mal, zakat fitrah merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap umat Islam, mulai dari bayi yang baru lahir hingga orang yang sudah tua renta, yang pelaksanaannya dilakukan menjelang Iedul Fitri di bulan Ramadan. 

Pertanyaannya, apakah pembayaran zakat fitrah harus berupa bahan makanan pokok atau boleh diganti dengan uang? Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. 

Pertama, pendapat yang tidak membolehkan pembayaran zakat fitrah dalam bentuk uang, alias mewajibkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok. Pendapat seperti ini didukung oleh jumhur ulama Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah.

Dalil yang dipergunakan antara lain hadis Ibnu Umar radliallahu ‘anhu bahwa, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri berupa satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menunaikan zakat ini sebelum orang-orang berangkat menunaikan salat ‘ied.” (HR Bukhari).

Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Dahulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kami menunaikan zakat fithri berupa 1 sho’ bahan makanan, 1 sho’ kurma, 1 sho’ gandum atau 1 sho’ kismis.” (HR Bukhari). 

Dalil lain yang dipakai adalah bahwa pada zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, sistem mata uang (berupa dinar dan dirham) telah tersebar dan dipakai, namun Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memerintahkan mengeluarkan zakat berupa uang dan tetap menyebutkan beberapa makanan pokok seperti tertera dalam hadis di atas. Dengan demikian, para ulama pada kelompok ini berketetapan bahwa zakat fitrah harus dibayarkan dalam bentuk bahan makanan pokok, bukan dalam bentuk uang (dinar atau dirham).

Kedua, pendapat yang membolehkan pembayaran zakat diganti dengan uang. Pendapat seperti ini didukung oleh beberapa ulama, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Tsauri, Imam Bukhari, dan Imam Ibnu Taimiyah. Adapun dalilnya antara lain firman Allah SWT: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS At Taubah: 103). Ayat ini digunakan sebagai dalil bahwa asal dari kewajiban zakat yang diambil adalah harta (mal), yaitu apa-apa yang dimiliki oleh seseorang, baik itu berupa bahan makanan pokok, emas, perak, dan termasuk uang. Adapun penjelasan Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam tentang zakat fithrah dengan gandum dan kurma adalah sekedar untuk memudahkan dalam memenuhi kebutuhan, dan bukan membatasi jenisnya.

Dalil berikutnya adalah sabda Nabi SAW: “Cukupilah mereka (kaum fakir dan miskin) dari meminta-minta pada hari seperti ini (Idul Fitri).” (HR Daruquthni dan Baihaqi). Para ulama dalam kelompok ini menafsirkan bahwa memberi kecukupan (ighna`) kepada fakir dan miskin dalam zakat fitrah, selain dilakukan dengan bahan makanan pokok, juga dapat dilakukan dengan memberikan uang.

Abdullah bin Umar berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan mengeluarkan zakat fitrah satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum.” Ibnu Umar berkata : “Orang-orang menyamakannya dengan dua mudd hinthah (sejenis gandum).” (HR Muslim).

Bahwa para sahabat telah mengkonversikan satu sho’ kurma dan gandum dengan setengah sho’ burr (gandum berkualitas bagus) atau dua mudd hinthah (sejenis gandum). Fakta seperti ini digunakan sebagai dalil bolehnya membayarkan zakat fitrah berdasarkan kesetaraan nilai. 

Pembedaan pengkonversian antara beberapa jenis gandum dalam zakat fitrah tersebut mengandung penjelasan bahwa pengkonversian tersebut didasarkan atas nilainya. Adapun disebutkannya burr atau hinthah, maka itu bukan pembatas dalam standar pengkonversian zakat fitrah.

Faktanya, saat ini kemaslahatan membayar zakat dalam bentuk uang merupakan sesuatu yang tidak bisa dipungkiri. Kebutuhan mustahik pada saat ini sangat beragam. Tidak hanya sebatas bahan makanan pokok, melainkan juga membutuhkan uang agar bisa mengolah bahan makanan pokok misalnya.

Dalam hal ini, menarik untuk menyimak penjelasan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi bahwa Rasulullah Saw, pada waktu itu, memerintahkan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok karena memang tidak semua orang memiliki dinar atau dirham. 

Pada saat itu, akses masyarakat terhadap bahan pokok lebih mudah jika dibandingkan dengan akses mereka terhadap uang. Oleh karenanya, jika Rasulullah SAW memerintahkan zakat dalam bentuk uang tentu akan sangat membebani umat. 
Berbeda halnya dengan kondisi saat ini, bahwa kebanyakan orang lebih mudah mendapatkan uang daripada bahan makanan pokok. Dengan demikian, memberikan zakat dalam bentuk uang terbukti telah memberikan maslahat bagi umat.

Wallahu alam bis-shawab.

 

sumber: Merdeka.com