“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Ruhm [13]: 30)
PADA hakikatnya, setiap manusia lahir ke dunia ini dengan membawa fitrah berupa keyakinannya kepada agama (Islam). Demikian ditegaskan oleh para ulama tafsir, ketika menjelaskan tentang maksud ayat di atas.
Seiring berjalannya waktu, maka fitrah yang sudah Allah tetapkan tersebut, akan tetap atau berubah bergantung pada kondisi lingkungan di mana manusia itu berada.
Nabi Muhammad saw menegaskan, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah)–beragama Islam–, maka bergantung kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, Nasruni atau Majusi.”
Dari keterangan hadis di atas jelaslah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam kondisi beragama (Islam). Agama itu fitrah yang sudah ada sejak manusia lahir, bahkan ketika mereka masih berada di alam rahim. Demikian ditegaskan dalam ayat lain.
Begitu melekatnya fitrah berupa agama ini di dalam diri manusia, maka meski seseorang larut dalam pelukan nafsu duniawi, yang seringkali melenakannya dari ajaran agama, atau bahkan melupakannya pada Tuhan, pada saat tertentu akan muncul kerinduan dalam dirinya untuk kembali kepada agama, kembali kepada Tuhannya.
Jika seseorang menuruti kata hatinya untuk kembali kepada Tuhannya, kepada ajaran agamanya, maka sangat mungkin pintu hidayah akan terbuka lebar baginya. Namun sebaliknya, jika ia lebih memperturutkan hawa nafsunya, tidak mengindahkan kata hatinya, maka dia akan semakin terjerumus pada kesesatan dan gelimang dosa.
Az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya al-Kasysyaf menjelaskan ayat di atas dengan mengutip sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menyatakan, “setiap hamba-Ku aku ciptakan dalam keadaan lurus (berpegang teguh pada ajaran agama), kemudian setan telah melencengkannya dari agamanya, serta menyuruhnya untuk menyekutukan-Ku dengan yang lainnya.” [didi junaedi]/bersambung…