Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin agar penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Nasional XXVI di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) mampu membumikan Alquran.
“MTQ Nasional harus mampu membumikan Alquran sehingga lebih mudah dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat kita,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara pembukaan MTQ Tingkat Nasional ke-26 yang dilangsungkan di Astaka Utama Islamic Centre, Mataram, Sabtu (30/7) malam.
Presiden menyatakan memiliki harapan yang besar bahwa MTQ yang telah membudaya di tengah masyarakat di Tanah Air selain berkembang dari segi syiar dan kualitas penyelenggaraannya juga dapat mewarnai wajah umat Islam dan bangsa Indonesia.
Menurut dia, tujuan dan makna kegiatan MTQ bukan sekadar prestasi yang utama. “Namun yang lebih utama lagi adalah syiar dan dakwah tentang bagaimana membumikan Alquran,” katanya.
Presiden ingin agar Alquran dijadikan sebagai nafas, sebagai pegangan hidup yang hakiki, dan sebagai kepribadian masyarakat Muslim di Tanah Air. Ia menyayangkan sekarang ini masih banyak orang mudah mencela, mudah mengumpat, mudah merendahkan orang lain, mudah mengejek, mudah menjelek-jelekkan orang lain, bahkan sopan santun pun diabaikan.
“Ungkapan pedas, ujaran kebencian yang asal bunyi bertebaran luar biasa khususnya di ranah media sosial. Ungkapan tersebut semakin menghebat saat terjadi konstetasi politik seperti pemilihan gubernur, pemilihan bupati, pemilihan walikota, pemilihan presiden, serta pemilihan anggota legislatif,” katanya.
Kandidat lain, kata Presiden, tidak lagi dilihat sebagai sahabat, teman, atau mitra melainkan dianggap sebagai musuh yang harus dihabisi. “Selain itu saya berharap agar hakikat makna dan tujuan MTQ kita pegang tegung sehingga Alquran benar-benar kita resapi, kita hayati, kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Sebab, kata Presiden, saat seseorang menggaungkan Alquran maka sebenarnya sedang mengagungkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai kesalehan sosial, nilai-nilai yang mengutamakan pembelaan pada yang lemah, fakir, dan miskin bukan nilai-nilai keserakahan seperti mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya.