Baca pembahasan sebelumnya Keistimewaan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Bag. 1)
Keistimewaan ketiga, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki syafaat ‘uzhma pada hari kiamat
Berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,
عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً
“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’: 79)
Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Al-maqam al-mahmud adalah maqam syafaat.” (Tafsir Ath-Thabari, 17: 527)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Al-maqam al-mahmud adalah maqam syafaat pada hari kiamat.” (Tafsir Ath-Thabari, 17: 527)
Dalam sebuah hadis yang sangat panjang dalam Shahih Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Aku pemimpin manusia pada hari kiamat, tahukah kalian mengapa? Allah akan mengumpulkan semua manusia, dari yang pertama hingga yang akhir dalam satu tanah lapang. Seorang penyeru akan menyeru mereka, pandangan menembus mereka, matahari mendekat, duka dan kesusahan manusia sampai pada batas yang tidak mampu mereka pikul. Orang-orang saling berkata satu sama lain, “Apakah kalian tidak melihat yang telah menimpa kalian? Apakah kalian tidak melihat siapa yang bisa memberi kalian syafaat kepada Rabb kalian?”
Orang-orang saling berkata satu sama lain, “Hendaklah kalian menemui Adam.” Mereka menemui Adam lalu berkata, “Engkau adalah bapak seluruh manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, meniupkan ruh-Nya padamu, dan memerintahkan para malaikat, lalu mereka sujud padamu. Berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apa Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami?” Adam berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya. Dulu Dia melarangku mendekati pohon, akan tetapi aku durhaka. Oh diriku, oh diriku, oh diriku. Pergilah kepada selainku. Pergilah ke Nuh.”
Mereka mendatangi Nuh lalu berkata, “Hai Nuh, Engkau adalah rasul pertama untuk penduduk bumi. Allah menyebutmu hamba yang sangat bersyukur, berilah kami syafaat kepada Rabb-mu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami?” Nuh berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya. Dulu aku pernah berdoa keburukan untuk kaumku. Oh diriku, oh diriku, oh diriku. Pergilah kepada selainku, pergilah ke Ibrahim.”
Mereka mendatangi Ibrahim lalu berkata, “Wahai Ibrahim, Engkau nabi Allah dan kekasih-Nya dari penduduk bumi, berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami?” Ibrahim berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya. Dulu aku pernah bedusta tiga kali -Abu Hayyan menyebut ketiga-tiganya dalam hadis ini- Oh diriku, diriku, diriku, pergilah kepada selainku, pergilah ke Musa.”
Mereka menemui Musa, lalu berkata, “Wahai Musa, Engkau utusan Allah, Allah melebihkanmu dengan risalah dan kalam-Nya atas seluruh manusia. Berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami? Musa berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah. Dia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya. Dulu aku pernah membunuh jiwa padahal aku tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Oh diriku, diriku, diriku, pergilah kepada selainku, pergilah ke Isa.”
Baca Juga: Mengajarkan Sejarah Islam kepada Anak Sejak Usia Dini
Mereka mendatangi Isa lalu berkata, “Wahai ‘Isa, Engkau adalah utusan Allah, kalimat-Nya yang disampaikan ke Maryam, ruh dari-Nya, engkau berbicara pada manusia saat masih berada dalam buaian. Berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami? Apakah Engkau tidak melihat yang menimpa kami?” Isa berkata kepada mereka, “Rabbku saat ini benar-benar marah, Ia tidak pernah marah seperti itu sebelumnya dan tidak akan pernah seperti itu sesudahnya, namun ia tidak menyebut dosanya. Oh diriku, diriku, diriku, pergilah ke selainku, pergilah ke Muhammad.”
Mereka mendatangi Muhammad lalu berkata, “Wahai Muhammad, Engkau adalah utusan Allah, penutup para nabi, dosamu yang telah lalu dan yang kemudian telah diampuni. Berilah kami syafaat kepada Rabbmu. Apakah Engkau tidak melihat kondisi kami?”
Lalu aku pergi hingga sampai di bawah ‘Arsy, aku tersungkur bersujud kepada Rabbku, lalu Allah memulai dengan pujian dan sanjungan untukku yang belum pernah disampaikan kepada seorang pun sebelumku. Kemudian dikatakan, “Hai Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah, pasti Engkau diberi. Berilah syafaat, nicaya Engkau diizinkan untuk memberi syafaat.”
Maka aku mengangkat kepalaku, aku berkata, “Wahai Rabb, umatku, wahai Rabb, umatku, wahai Rabb, umatku.” Ia berkata, “Hai Muhammad, masukkan orang yang tidak dihisab dari umatmu melalui pintu-pintu surga sebelah kanan dan mereka adalah sekutu semua manusia selain pintu-pintu itu.” Setelah itu beliau bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jarak antara dua daun pintu-pintu surga seperti jarak antara Makkah dan Himyar atau seperti jarak antara Makkah dan Bashrah.” (HR. Bukhari no. 4712)
Baca Juga: Sejarah Penamaan “Muhammad” Untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam
Keistimewaan keempat, Allah Ta’ala mengambil perjanjian atas seluruh rasul, agar mereka beriman dan membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau diutus
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّيْنَ لَمَا آتَيْتُكُم مِّن كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءكُمْ رَسُولٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُواْ أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُواْ وَأَنَاْ مَعَكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, ‘Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.’ Allah berfirman, ‘Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?’ Mereka menjawab, ‘Kami mengakui.’ Allah berfirman, ‘Kalau begitu, saksikanlah (hai para nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.’” (QS. Ali Imran: 81)
As-Sudi rahimahullah berkata, “Tidaklah Allah Ta’ala mengutus Nabi sejak jaman Nuh ‘alaihis salaam, kecuali Allah mengambil perjanjian agar beriman kepada Muhammad dan menolongnya ketika Muhammad diutus dan mereka masih hidup dan agar kaumnya juga beriman dan menolongnya ketika Muhammad diutus dan mereka masih hidup.” (Tafsir Ath-Thabari, 6: 556)
Keistimewaan kelima, dihalalkannya ghanimah (harta rampasan perang), ditolong dengan dimasukkannya rasa takut ke dalam hati musuh beliau sejak sebulan perjalanan, dan bumi dijadikan sebagai tempat sujud dan suci
Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِي الغَنَائِمُ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ
“Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun dari nabi-nabi sebelumku: (1) aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan; (2) bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci; maka di mana saja seorang laki-laki dari umatku mendapati waktu salat, hendaklah ia salat; (3) dihalalkan harta rampasan untukku; (4) para nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia; dan (5) aku diberikan (hak) syafaat.” (HR. Bukhari no. 438)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Zahir hadis ini menunjukkan bahwa masing-masing dari lima perkara yang disebutkan tersebut tidaklah diberikan kepada nabi sebelumnya, dan memang demikian.” (Fathul Baari, 1: 436)
Keistimewaan keenam, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki jawami’ al-kalim
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فُضِّلْتُ عَلَى الْأَنْبِيَاءِ بِسِتٍّ: أُعْطِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ
“Aku diberi keutamaan atas para nabi dengan enam perkara, pertama, aku diberi jawami’ al-kalim, … “ (HR. Muslim no. 523)
Ibnu Syihab Az-Zuhri rahimahullah mengatakan,
وَبَلَغَنِي أَنَّ جَوَامِعَ الكَلِمِ: أَنَّ اللَّهَ يَجْمَعُ الأُمُورَ الكَثِيرَةَ، الَّتِي كَانَتْ تُكْتَبُ فِي الكُتُبِ قَبْلَهُ، فِي الأَمْرِ الوَاحِدِ، وَالأَمْرَيْنِ، أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ
“Telah sampai kepadaku bahwa jawami’ al-kalim adalah Allah Ta’ala mengumpulkan banyak perkara yang tertulis di kitab-kitab sebelumnya dalam satu atau dua perkara saja, atau semisal itu.” (Shahih Al-Bukhari, 9: 36)
Dengan kata lain, jawami’ al-kalim adalah kalimat yang ringkas, namun memiliki kandungan makna yang banyak (luas).
Keistimewaan ketujuh, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki telaga Al-Kautsar
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar.” (QS. Al-Kautsar: 1)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala memberikan keistimewaan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berupa Al-Kautsar yang airnya menyuplai telaga beliau (yang ada di Mahsyar, pent.). Tidaklah dinukil bahwa selain beliau juga memiliki yang semisal telaga ini.” (Fathul Baari, 11: 467)
Berkaitan dengan telaga Al-Kautsar ini, silakan dibaca penjelasan lebih detail di tulisan kami sebelumnya di sini.
Keistimewaan ketujuh, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para nabi
Allah Ta’ala berfirman,
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 40)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
فهذه الآية نص في أنه لا نبي بعده، وإذا كان لا نبي بعده فلا رسول [بعده] بطريق الأولى والأحرى؛ لأن مقام الرسالة أخص من مقام النبوة، فإن كل رسول نبي، ولا ينعكس. وبذلك وردت الأحاديث المتواترة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من حديث جماعة من الصحابة.
“Ayat ini merupakan dasar hukum yang tegas yang menyatakan bahwa tidak ada lagi nabi setelah beliau. Dan apabila tidak ada Nabi sesudahnya, maka itu artinya lebih-lebih lagi tidak ada rasul [setelahnya]. Sebab kedudukan kerasulan itu lebih istimewa daripada kedudukan kenabian. Karena setiap rasul itu pasti nabi, dan tidak sebaliknya. Banyak hadis mutawatir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melalui penuturan sejumlah sahabat yang telah menegaskan hal itu.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 6: 428)
[Bersambung]
***
Penulis: M. Saifudin Hakim
Sumber: https://muslim.or.id/75347-keistimewaan-rasulullah-muhammad-bag-2.html