Pada zaman sekarang ini, seringkali kita melihat seseorang menuduh orang lain memiliki utang padanya, tapi si tertuduh mengingkarinya. Dalam keadaan demikian, bagaimanakah syariat menyelesaikan sengketa antara dua orang tersebut? Ketika dituduh memiliki hutang, haruskah untuk membayarnya? Untuk menjawabnya mari simak ulasan berikut ini!
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa, tidak semua pengakuan dan klaim boleh diterima. Karena andai semua tuduhan manusia itu diterima, maka akan ada banyak orang yang mengklaim untuk menguasai harta orang lain. Sebagaimana dalam sabda nabi Muhammad SAW berikut,
لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْواهُم ، لادَّعى رِجالٌ أموالَ قَومٍ ودِماءهُم ولكن البَيِّنَةُ على المُدَّعي واليَمينُ على مَنْ أَنْكر
Artinya : “Andai semua tuduhan manusia itu diterima, maka akan ada banyak orang yang mengklaim untuk menguasai harta orang lain, atau menuntut darah orang lain. Namun, mendatangkan bukti itu tanggung jawab orang yang mengklaim dan sumpah untuk mengingkari menjadi hak yang diklaim. (HR Baihaqi).
Berdasarkan hadis diatas Imam Nawawi memberikan penafsiran bahwa tuduhan seseorang tidak dapat diterima begitu saja, melainkan harus berdasarkan sebuah bukti yang menguatkan tuduhan tersebut. Hal ini sebagaimana dalam keterangan beliau dalam kitab Syarh Shahih Muslim li An-Nawawi, juz 4, halalaman 3 berikut,
وهذا الحديث قاعدة كبيرة من قواعد أحكام الشرع ففيه أنه لا يقبل قول الإنسان فيما يدعيه بمجرد دعواه بل يحتاج إلى بينة أو تصديق المدعى عليه فإن طلب يمين المدعى عليه فله ذلك
Artinya : “Hadits ini merupakan kaidah pokok dari beberapa kaidah hukum syara’. Dalam hadits ini dijelaskan bahwa tuduhan seseorang tidak dapat diterima begitu saja, tapi membutuhkan bukti (atas tuduhannya) atau pembenaran dari orang yang dituduh. Jika orang yang menuduh menuntut sumpah pada orang yang didakwa, maka lakukanlah sumpah itu,”
Syarh al-Muhadzab, juz 3, halalaman 411;
وإن ادعى على رجل دينا في ذمته فأنكره ولم تكن بينة فالقول قوله مع يمينه
Artinya : “Jika seseorang mendakwa orang lain memiliki tanggungan (utang) padanya, namun orang tersebut mengingkarinya, dan ia tidak memiliki bukti, maka ucapan yang dibenarkan adalah ucapan orang yang didakwa beserta sumpahnya.”
Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa klaim dapat diterima apabila disertai dengan adanya bukti. Sehingga apabila seseorang menuduh orang lain memiliki tanggungan utang padanya, namun orang tersebut mengingkarinya, dan pihak penuduh tidak memiliki bukti, maka ucapan yang dibenarkan adalah ucapan orang yang dituduh, dan dia tidak dikenai kewajiban untuk membayar utang.
Demikian penjelasan ketika dituduh memiliki hutang, haruskah membayar? Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.