Kiat-Kiat Meraih Shalat Khusyuk (Bag. 3)

Memvariasikan doa atau dzikir (bacaan) yang dipilih ketika shalat

Seringkali seseorang hanya menghafal satu macam bacaan yang dia baca ketika posisi tertentu dalam shalat. Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan beberapa jenis bacaan yang bisa dibaca ketika berada dalam posisi tersebut. Sebagai akibatnya, dia hanya membaca bacaan tersebut setiap shalat, seolah-olah hafal di luar kepala dan sifatnya otomatis, sehingga mengurangi kekhusyukannya.

Di antara kiat meraih shalat khusyuk adalah dia menghafal semua model bacaan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan merenungi kandungan maknanya. Lalu dia membaca bacaan tersebut secara bergantian ketika shalat.

Misalnya, terdapat beberapa model bacaan istiftah ketika shalat. Seseorang bisa membaca,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

“Maha suci Engkau ya Allah, aku memuji-Mu, dan Maha berkah Nama-Mu. Maha tinggi kekayaan dan kebesaran-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau.” (HR. Muslim no. 399, Abu Daud no. 775, Tirmidzi no. 242, Ibnu Majah no. 804).

 

Doa istiftah lain yang juga bisa diamalkan,

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana baju putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.” (HR. Bukhari no. 744, Muslim no. 598, An-Nasa’i no. 896. Lafadz hadits ini milik An-Nasa’i)

Atau doa istiftah yang lain,

اللَّهِ أَكْبَرُ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ

“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintah-Nya, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau. Maha Suci Engkau dan Maha Terpuji.” (HR. An-Nasa’i no. 898 dan dinilai shahih oleh Al-Albani) [1]

 

Untuk meraih kekhusyukan shalat, seseorang di satu shalat membaca doa istiftah A, di shalat yang lain membaca doa istiftah B, dan begitulah seterusnya. Namun, seseorang tidak boleh membaca semua doa istiftah tersebut dalam sekali shalat, karena hal semacam ini tidak dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Manfaat lain selain meraih kekhusyukan adalah hal ini menunjukkan semangat seseorang untuk mengamalkan semua sunnah yang ada dan telah dia ketahui.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala berkata setelah menyebutkan beberapa doa istiftah,

“Engkau (terkadang) membaca (doa) ini, dan terkadang membaca (doa) yang itu, agar Engkau dapat mengamalkan semua sunnah yang ada. Jika Engkau mengumpulkan semua doa yang ada (maksudnya, membaca semua doa tersebut dalam satu shalat, pent.), maka Engkau telah menyelisihi sunnah. Dalil masalah ini adalah bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ketika bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Doa apa yang Engkau baca?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyebutkan kecuali satu doa saja. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa doa-doa tersebut tidak boleh dikumpulkan jadi satu.” (Shifatus Shalat, hal. 81)

Dapat diqiyaskan dalam doa istiftah ini adalah semua doa atau dzikir yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik ketika ruku’, sujud, i’tidal, dan yang lainnya.

Penulis Kitaabul Adab -Fuad ‘Abdul ‘Aziz Asy-Syahlub- berkata setelah menyebutkan lima model variasi doa setelah makan yang terdapat tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Dianjurkan untuk mengamalkan semua lafadz pujian yang ada (dalilnya) setelah selesai makan, terkadang doa yang ini, dan terkadang doa yang itu. Sehingga dia menjaga (mengamalkan) sunnah dari semua sisi dan meraih keberkahan doa tertentu. Selain itu, seseorang akan lebih merasakan dalam jiwanya hadirnya makna (kandungan) doa-doa tersebut ketika mengucapkan doa tertentu di waktu tertentu, dan mengucapkan doa yang lain di waktu yang lainnya. Karena jiwa manusia itu jika terbiasa melakukan suatu perkara tertentu –seperti terbiasa membaca dzikir tertentu-, maka karena banyak diulang-ulang, akhirnya berkuranglah perenungan terhadap makna doa tersebut karena banyak diulang (sehingga seolah-olah seperti “gerak refleks”, pent.).” (Kitaabul Adaab, hal. 156)

Demikianlah sedikit pembahasan tentang kita meraih shalat khusyuk, semoga Allah Ta’ala mudahkan kita dalam mengamalkannya. [2]

[Selesai]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/45163-kiat-kiat-meraih-shalat-khusyuk-bag-3.html