Komunitas kebaikan yang aktif di sosial media semakin banyak bermunculan. Mereka yang fokus terhadap salah satu amalan ini memanfaatkan facebook, twitter dan whatsapp untuk merekrut anggota baru.
Menjamurnya komunitas kebaikan seperti Komunitas Pejuang Subuh, Tahajud Berantai, Puasa Daud, Odoj, Sedekah Harian dan banyak lagi komunitas lainnya yang juga menggunakan sosial media sebagai basis komunikasinya antara sesama anggota.
Misalnya latar belakang berdirinya Pejuang Subuh (PS) berawal dari cita-cita Rivani (Iman), Emanuel Hadi (Didot) dan Arisakti Prihatwono (Rico) yang ingin ramainya shalat subuh seramai shalat Jumat.
“Dimulainya tahun 2012 di medio Ramadhan, tepatnya di 2 Agustus 2012 tweet pertama dimuculkan,” kata Arisakti Prihatwono, salah satu founder PS saat dihubungi Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Arisakti Prihatwono alias Rico meceritakan, ketika itu rekannya bernama Emanuel Hadi alias Didot heran kenapa pada waktu shalat subuh masjid kebanyakan para orang tua yang berada di masjid, bukan malah sebaliknya anak muda yang memenuhi barisan shalat ketika waktu subuh.
Gebrakan Awal 40 Hari
Untuk memulainya, Didot dibantu Iman (Rivani) dan juga Rico untuk menjalankan shalat subuh secara teratur. Definisi shalat teratur itu 40 hari tanpa putus shalat Subuh berjamaah di masjid.
“Akhirnya kita bersama-sama untuk bangunin orang lewat sosial media,” ujar Arisakti.
Pertamanya yang menyarankan pejuang subuh aktif di media sosial adalah Felix Siauw. Untuk itu mereka bertiga berbagi tugas untuk mengaktifkan media sosial masing-masing. Dari beberapa media sosial hanya twitter yang memiliki respon positif terhadap pejuang subuh.
“Tidak disangka ternyata twitter cukup besar antusiasmenya,” katanya.
Setelah beberapa bulan berjalan, tepatnya di bulan Desember 2012 tanggal 24-25 pas malam Natal komunitas Pejuang Subuh memutuskan untuk mengadakan pertemuan pertama untuk sesama angggotanya. Pertemuan itu dinamakan malam bina iman dan taqwa (Mabid) yang sekaligus mengajak followers untuk shalat subuh berjamaah selama 40 hari tanpa putus.
Pejuang subuh dan mujahid subuh memiliki visi dan misi. Pejuang Subuh yang merupakan sebuah komunitas visinya adalah shalat subuh seramai shalat Jumat, sementara visi Mujahid Subuh secara personal adalah istiqomah sampai khusunul khotimah.
Generasi Mujahid Subuh
Untuk melahirkan itu semua, kata dia, ada beberapa misi yang harus dijalankan. Pertama membangunkan mujahid subuh, mencetak mujahid subuh dan mempertahankan mujahid subuh.
“Agar sama-sama untuk berdakwah,” kata Arisakti.
Shalat 40 hari berjamaah di masjid juga merupakan persyaratan bagi ikhwan yang ingin diangkat menjadi mujahid subuh dan untuk pejuang akhwat cukup shalat subuh selama 30 hari tanpa putus di rumah.
Rico yang juga berprofesi sebagai pengacara ini menyampaikan proses membangun sesama anggota dan keluarga untuk berjamaah shalat subuh merupakan dakwah yang mesti dijalankan setiap anggotanya.
“Terutama menjaga shalat subuh dari mujahid-mujahid sebelumnya, sehingga regenerasi tetap terjaga,” katanya.
Ada tiga cara yang sudah ditetapkan di Pejuang Subuh untuk mempertahankan mujahid subuh. Yaitu dengan Belajar, Bekerja dan Berdakwah. Dalam hal belajar, Pejuang Subuh memiliki cita-cita kalau para mujahidnya dapat meraih gelar dokter dan profesor.
Sementara dalam hal bekerja, Pejuang Subuh berharap para mujahidnya tidak hanya sebagai pegawai yang biasa-biasa saja, akan tetapi mujahid subuh bisa menjadi pengambil keputusan dan kebijakan di perusahan swasta maupun pemerintah seperti di legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Dalam hal berdakwah minimal para mujahid bisa membangun anggota, keluarga dan sahabat dekatnya. Sehingga cita-cita mendapat istiqomah dan khusnul khatimah bisa tercapai.