Menjadi Istri yang Menyenangkan Hati Suami

Salah satu karakter wanita shalihah adalah mampu menyenangkan hati suami ketika suami melihatnya, baik karena pakaian, dandanan, atau sebab-sebab yang lainnya. Lebih-lebih karena sang istri tersebut senantiasa menaati suami dan merespon perintah suami dengan penuh ketaatan, tanpa diiringi rasa sombong (congkak) atau merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada suami. 

Wanita yang paling baik

Marilah kita renungkan sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Perempuan seperti apa yang paling baik?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

“Yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami jika suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. An-Nasa’i no. 3231, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Maksud, “tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya”, misalnya sang suami tidak suka melihat istri memakai baju jenis tertentu, padahal baju tersebut sangat disukai oleh sang istri. Maka seorang istri shalihah akan mendahulukan keinginan suami daripada selera dirinya sendiri. 

Inilah karakter wanita (istri) yang terbaik, yaitu dia berusaha memperbagus dan mempercantik dirinya ketika berada di hadapan suaminya atau setiap kali dia bersama dengan suami. Demikian pula, perhatian dan fokus utama seorang istri adalah berkaitan dengan kebutuhan, keinginan, dan perintah sang suami. 

Berdandan di luar rumah, acak-acakan di dalam rumah

Di antara perkara yang memprihatinkan adalah banyak dari istri yang tidaklah berdandan dan berhias, kecuali karena hendak keluar rumah. Entah karena hendak berbelanja atau hendak mengikuti acara pertemuan di luar rumah, atau sejenisnya. Adapun jika berkaitan dengan hak suami ketika suami di rumah, dia pun menemui suaminya dengan baju ala kadarnya, bau yang tidak enak, rambut yang kusut dan acak-acakan, dan dalam kondisi-kondisi jelek lainnya. Sehingga sang suami pun akhirnya tidak berselera terhadap sang istri. Namun, begitu sang istri hendak keluar rumah, tiba-tiba dia berdandan dan berhias dengan penampilan terbaiknya. 

Bagaimana hati seorang suami akan dipenuhi kecintaan terhadap istri jika sang istri bersikap demikian? 

Lebih-lebih jika sang istri tidak mau taat kepada sang suami, banyak bermuka masam, sering marah-marah, atau banyak berkeluh kesah di hadapan suami. 

Wahai para istri, perhatikanlah hal ini …

Pelajaran dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu

Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu berkata,

إِذَا أَطَالَ الرَّجُلُ الْغَيْبَةَ نَهَى رَسُولُ اللهِ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ طُرُوقًا

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang orang yang telah lama melakukan safar untuk mendatangi keluarga (istrinya) pada malam hari.” (HR. Muslim no. 1928)

An-Nawawi rahimahullah dan Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa larangan ini berlaku bagi orang yang datang mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada istri. Adapun musafir yang sudah memberitahu sebelumnya, tidak termasuk dalam larangan ini. (Fathul Bari, 9: 252, Syarh Shahih Muslim 13: 73)

Diriwayatkan juga dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَدِمَ أَحَدُكُمْ لَيْلًا، فَلَا يَأْتِيَنَّ أَهْلَهُ طُرُوقًا، حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ، وَتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ

“Jika salah seorang dari kalian pulang dari safar di malam hari, janganlah langsung (tiba-tiba)  mendatangi istrinya di waktu malam. (Agar istri) masih bisa mencukur bulu kemaluan dan menyisir rambutnya.“ (HR. Muslim no. 715)

Dalam hadits tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan arahan hendaknya para suami yang safar keluar kota, tidak tiba-tiba pulang ke rumah dan menemui istri di malam hari tanpa pemberitahuan terlebih dahulu (ketika jaman dulu tidak ada alat komunikasi seperti sekarang). Mengapa demikian? Agar para istri memiliki waktu untuk mencukur bulu kemaluan dan juga menyisir rambutnya. Artinya, agar para istri bisa berdandan dan menemui suami dalam kondisi terbaiknya.

Dengan kata lain, kita dapati bagaimanakah kehidupan shahabiyah (sahabat Rasulullah yang perempuan) ketika itu. Yaitu, mereka sangat memperhatikan dan merawat kondisi dirinya ketika sang suami ada di rumah (tidak safar). Sedangkan ketika sang suami safar dalam jangka waktu agak lama, mereka tidak menyisir rambutnya atau tidak merawat dirinya secara umum. Karena mereka tahu, mereka mempercantik dirinya itu hanyalah dalam rangka menyenangkan hati suami, sedangkan saat ini, sang suami sedang tidak di rumah.

Dalam hadits tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hikmah larangan tersebut, yaitu agar para istri mempersiapkan kedatangan suami dengan membersihkan diri, berdandan, mencukur bulu kemaluan, dan juga membersihkan rumah. 

Pelajaran dari hadits ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha

Membersihkan dan menata rumah ini bisa kita ambil pelajaran dari hadits yang diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘amha, beliau berkata, 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari safar dan aku memasang gorden di sisi rumah yang di dalamnya ada gambar makhluk hidup. Ketika melihat gorden tersebut, beliau mencabutnya, seraya bersabda,

يَا عَائِشَةُ أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللهِ

“Wahai ‘Aisyah, orang yang paling pedih siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat kelak adalah orang yang membuat sesuatu yang serupa dengan ciptaan Allah.” 

‘Aisyah berkata, 

فَقَطَعْنَاهُ فَجَعَلْنَا مِنْهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ

“Aku pun memotongnya dan kain itu aku buat satu bantal atau dua bantal.” (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107)

Mengapa ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha memasang korden tersebut? Hal ini karena beliau ingin ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam rumah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati rumah yang indah karena diberi hiasan. 

Faidah dari hadits-hadits tersebut adalah hendaknya seorang wanita membersihkan, mempersiapkan, dan menghias rumah. Sebagaimana dia juga berusaha merawat, membersihkan dan menghias dirinya sendiri di hadapan suami. Inilah yang kita dapatkan dari syariat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

MUSLIM.com