Doa Berlindung Dari Hilangnya Nikmat Dan Kesehatan

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata, “Di antara doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

“ Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan yang telah Engkau berikan, dari berubahnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan, dari siksa-Mu yang datang secara tiba-tiba, dan dari segala kemurkaan-Mu ” (HR. Muslim no. 2739).

Faidah Doa

  1. Yang dimaksud nikmat di sini adalah nikmat Islam, iman, anugerah ihsan (berbuat baik) dan kebajikan. Jadi dalam doa ini kita berlindung dari hilangnya nikmat-nikmat tersebut. Maksud hilangnya nikmat adalah nikmat tersebut hilang dan tanpa ada penggantinya.
  2. Yang dimaksud dengan berubahnya kesehatan (‘afiyah) adalah nikmat sehat tersebut berubah menjadi sakit. Yang dimaksud dengan ‘afiyah (sehat) di sini adalah berpindahnya nikmat ‘afiyah dari pendengaran, penglihatan dan anggota tubuh lainnya. Jadi doa ini kita maksudkan meminta selalu kesehatan (tidak berubah menjadi penyakit) pada pendengaran, penglihatan dan anggota tubuh lainnya.
  3. Yang dimaksud fuja’ah adalah datang tiba-tiba. Sedangkan “niqmah” adalah siksa dan murka. Dalam doa ini berarti kita berlindung kepada Allah dari datangnya adzab, siksa dan murka Allah yang tiba-tiba.
  4. Dalam doa ini, kita juga meminta pada Allah agar terlindung dari murka-Nya yaitu segala hal yang dapat mengantarkan pada murka Allah.

Semoga doa ini bisa kita amalkan dan mendapatkan berbagai anugerah.

Referensi: ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Al ‘Azhim Abadi, 4/283, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, tahun 1415.

***

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/27406-doa-berlindung-dari-hilangnya-nikmat-dan-kesehatan.html

Menjaga Kesehatan dengan Menjauhi Maksiat

Islam sangat menganjurkan kita agar menjaga kesehatan, karena seorang mukmin yang kuat dan sehat lebih Allah cintai daripada seorang mukmin yang lemah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah.” [HR. Muslim]

 

Maksud hadits di atas adalah kuat iman dan badannya. Badan yang kuat dan sehat juga diperlukan untuk beribadah dan melakukan ketaatan, sehingga kita meniatkan membuat badan sehat adalah agar bisa melakukan ibadah, ketaatan dan berbagai kebaikan. Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan maksud hadits,

أن المؤمن القوي في إيمانه ، والقوي في بدنه وعمله : خيرٌ من المؤمن الضعيف في إيمانه أو الضعيف في بدنه وعمله ؛ لأن المؤمن القوي يُنتج ويَعمل للمسلمين وينتفع المسلمون بقوته البدنية وبقوته الإيمانية وبقوته العملية

“(Yaitu) Seorang mukmin yang kuat iman dan kuat badan serta amalnya, ini lebih baik daripada seorang mukmin yang lemah imannya dan lemah badan serta amalnya, karena mukmin yang kuat akan produktif dan memberikan manfaat bagi kaum muslimin dengan kekuatan badan, iman dan amalnya.” [Al-Muntaqa 5/380]

Salah satu cara menjaga kesehatan agar tetap kuat dan fit adalah dengan menjauhi berbagai maksiat. Dengan menjaga diri dari berbagai maksiat Allah akan menjaga hamba-Nya. Termasuk dalam penjagaan Allah adalah penjagaan terhadap tubuhnya. Ini salah satu maksud hadits:

احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ

Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.[HR. Tirmidzi, shahih]

 

Beberapa ulama memiliki tubuh yang kuat dan sehat sampai usia mereka telah tua, ini bentuk penjagaan Allah pada mereka, bahkan ada ulama yang telah usia sangat tua tapi masih kuat dan fit.

Ibnu Rajab Al-Hambali mengisahkan beberapa ulama dahulu yang telah berusia lebih dari 100 tahun tapi masih fit fdan sehat. Hal itu mereka dapatkan karena menjaga diri dari maksiat kepada Allah di masa mudanya. Ibnu Rajab berkata,

كان بعض العلماء قد جاوز المائة سنة وهو ممتع بقوته وعقله، فوثب يوما وثبة شديدة، فعوتب في ذلك، فقال: هذه جوارح حفظناها عن المعاصي في الصغر، فحفظها الله علينا في الكبر. وعكس هذا أن بعض السلف رأى شيخا يسأل الناس فقال: إن هذا ضعيف ضيع الله في صغره، فضيعه الله في كبره

“Sebagian ulama ada yang sudah berusia di atas 100 tahun, namun ketika itu, mereka masih diberi kekuatan dan kecerdasan. Ada seorang ulama yang pernah melompat dengan lompatan yang sangat jauh, lalu  ia diperingati dengan lembut. Ulama tersebut mengatakan,

 

 “Anggota badan ini selalu aku jaga dari berbuat maksiat ketika aku muda, maka Allah menjaga anggota badanku ketika waktu tuaku.”

Namun sebaliknya, ada yang melihat seorang sudah jompo/ dan biasa mengemis pada manusia. Maka ia berkata,

“Ini adalah orang lemah yang selalu melalaikan hak Allah di waktu mudanya, maka Allah pun melalaikan dirinya di waktu tuanya.” [Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 249]

Demikianlah maksiat dan dosa, tidak hanya berpengaruh pada hati dan keimanan, akan tetapi bisa berpengaruh terhadap tubuh seseorang, bahkan para salaf mengatakan dosa dan maksiat memiliki pengaruh pada lingkungan disekitar kita, pada istri, anak dan kendaraan kita. Para salaf mengatakan.

إن عصيت الله رأيت ذلك في خلق زوجتي و أهلي و دابتي

“Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku dan hewan tungganganku.”

Semoga Allah menjaga kita dari dosa dan maksiat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/45745-menjaga-kesehatan-dengan-menjauhi-maksiat.html

Meninggal Ketika Menuju Ke Masjid Mendapat Jaminan Surga

Terdapat hadits yang menjelaskan bahwa seseorang yang berwudhu dari rumah, kemudian menuju masjid dan meninggal dalam keadaan tersebut yaitu baik dalam perjalanan ataupun telah sampai di masjid, maka Allah akan memberikan jaminan surga padanya.

 

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda bersabda,

ﺧﺼﻼﺕ ﺳﺖ، ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻳﻤﻮﺕ ﻓﻲ ﻭاﺣﺪﺓ ﻣﻨﻬﻦ , ﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﺿﺎﻣﻨﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﺪﺧﻠﻪ اﻟﺠﻨﺔ….ﻭﺭﺟﻞ ﺗﻮﺿﺄ ﻓﺄﺣﺴﻦ اﻟﻮﺿﻮء , ﺛﻢ ﺧﺮﺝ ﺇﻟﻰ ﻣﺴﺠﺪ ﻟﺼﻼة، ﻓﺈﻥ ﻣﺎﺕ ﻓﻲ ﻭﺟﻬﻪ , ﻛﺎﻥ ﺿﺎﻣﻨﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﻠﻪ

“Enam keadaan yang mana jika seseorang meninggal pada salah satu keadaan tersebut, maka Allah Ta’ala menjamin untuk memasukkannya dalam surga,…dan diantara keadaan tersebut adalah seseorang berwudhu dengan baik sesuai sunnah kemudian keluar masjid untuk shalat dan jika dia meninggal pada keadaan tersebut maka dia mendapatkan jaminan dari Allah Ta’ala.” [HR. Thabrani, Ash-Shahihah no.3384]

Abu Hasan Ali Al-Mawardi menjelaskan bahwa ini untuk semua jenis shalat, baik yang wajib maupun sunnah dan di masjid manapun. Beliau berkata,

(ثم خرج إلى المسجد لصلاة) ؛ أي: إلى أية صلاة كانت في أي مسجد كان؛ (فإن مات في وجهه) ؛ أي: في حال خروجه لذلك؛ (كان ضامنا على الله) ؛ كرره للتأكيد أيضا

“Keluar menuju masjid untuk shalat yaitu untuk shalat apapun dan di masjid manapun. Meninggal pada arah tersebut maksudnya yaitu pada keadaan dia keluar (kemudian meninggal). Allah menjamin yaitu kata ini diulang kembali untuk penekanan lafadz.” [Faidhul qadir hal 41.]

 

Ini merupakan jaminan Allah kepada orang yang cinta kepada masjid. Dalam hadits lain disebutkan bahwa orang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid untuk shalat dan melakukan aktivitas lainnya akan mendapat naungan Allah di hari kiamat.

Rasulullahu shalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.”[HR. Bukhari & Muslim]

 

Memakmurkan masjid adalah tanda keimanan seseorang. Allah berfirman,

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah.” [At-Taubah/9:18]

Orang yang datang ke masjid untuk shalat dan menyempurnakan wudhunya, ia akan mendapatkan keutamaan yang besar yaitu diampuni dosanya setiap langkah dan dinaikkan derajatnya. Ketika shalat berjamaah, maka malaikat akan medoakan rahmat kepadanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلَاةُ الرَّجُلِ فِـي الْـجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَىٰ صَلَاتِهِ فِـيْ بَيْتِهِ ، وَفِـيْ سُوْقِهِ ، خَمْسًا وَعِشْرِيْنَ ضِعْفًا ، وَذٰلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ ، لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةٌ ، فَإِذَا صَلَّىٰ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّـيْ عَلَيْهِ مَا دَامَ فِـيْ مُصَلَّاهُ: اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ ، اَللّٰهُمَّ ارْحَمْهُ ، وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِـيْ صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ

Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah akan dilipat-gandakan 25 (dua puluh lima) kali lipat daripada shalat yang dilakukan di rumah dan di pasarnya. Yang demikian itu, apabila seseorang berwudhu’, lalu ia menyempurnakan wudhu’nya, kemudian keluar menuju ke masjid, tidak ada yang mendorongnya untuk keluar menuju masjid kecuali untuk melakukan shalat. Tidaklah ia melangkahkan kakinya, kecuali dengan satu langkah itu derajatnya diangkat, dan dengan langkah itu dihapuskan kesalahannya. Apabila ia shalat dengan berjama’ah, maka Malaikat akan senantiasa bershalawat (berdoa) atasnya, selama ia tetap di tempat shalatnya (dan belum batal). Malaikat akan bershalawat untuknya, ‘Ya Allah! Berikanlah shalawat kepadanya. Ya Allah, berikanlah rahmat kepadanya.’ Salah seorang di antara kalian tetap dalam keadaan shalat (mendapatkan pahala shalat) selama ia menunggu datangnya waktu shalat.” [HR. Bukhari & Muslim]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/45725-meninggal-ketika-menuju-ke-masjid-mendapat-jaminan-surga.html

Doa Memohon Perlindungan dari Empat Perkara (Bag. 2)

Makna dan kandungan doa

Dalam doa tersebut, kita dituntunkan untuk berdoa memohon perlindungan dari empat perkara.

Pertama, perlindungan dari adzab jahannam

Yaitu, perlindungan dari adzab neraka. Neraka disebut “jahannam” karena berasal dari kata (جهمة) yang artinya gelap, tidak ada cahaya sama sekali.

Allah Ta’ala berfirman menceritakan adzab neraka,

إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ ؛ تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ

“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya, mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak. Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” (QS. Al-Mulk [67]: 7-8)

 

Hampir-hampir neraka itu terpecah disebabkan kemarahan neraka kepada para penghuninya. Kita memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari adzab semacam ini.

Kedua, perlindungan dari adzab kubur

Adzab kubur adalah adzab yang bersifat terus-menerus kepada orang kafir sampai datangnya hari kiamat. Sedangkan untuk kaum mukmin yang bermaksiat, adzab tersebut bersifat sementara sesuai dengan kadar maksiat dan dosa yang dikerjakan selama di dunia.

Ketiga, perlindungan dari fitnah (ujian) kehidupan dan kematian

Yang dimaksud dengan kata “fitnah” di sini adalah ujian, bukan “fitnah” dalam pengertian bahasa Indonesia. Ujian tersebut bisa berupa kebaikan atau pun keburukan. Allah Ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 35)

 

Kita terkadang diuji dengan keburukan, yaitu sesuatu yang tidak kita inginkan, misalnya musibah berupa sakit fisik di badan kita, atau keluarga dan kerabat, atau ujian berupa kemiskinan, atau ujian-ujian lainnya untuk memperlihatkan, apakah kita bisa bersabar ataukah tidak?

Demikian juga, ujian tersebut bisa berupa kebaikan, yaitu sesuatu yang pada asalnya diinginkan oleh jiwa, misalnya kekayakaan, pangkat dan kedudukan. Untuk menguji kita, apakah kita manusia yang bisa bersyukur ataukah manusia yang sombong dan ingkar?

Terkadang, ujian tersebut berkaitan dengan agama seseorang. Dalam hal ini, manusia diuji dengan dua fitnah di dunia, yaitu fitnah syubhat dan fitnah syahwat. Dua jenis fitnah ini telah dijelaskan di tulisan kami yang lainnya. [1]

Adapun fitnah kematian, mencakup dua jenis fitnah, yaitu: (1) ujian sebelum kematian dan (2) ujian setelah kematian.

Ujian sebelum kematian adalah ketika seseorang itu berada dalam sakarotul maut. Ketika maut hampir menjemput, setan mendatangi orang tersebut untuk menebarkan syubhatnya, sehingga bisa jadi seseorang itu keluar dari agamanya. Wal ‘iyaadhu billah! Oleh karena itu, kita selalu berdoa kepada Allah Ta’ala agar akhir kehidupan kita adalah akhir yang baik, husnul khatimah.

Ujian setelah kematian adalah pertanyaan dua malaikat di alam kubur, yaitu pertanyaan (1) siapakah Tuhanmu? (2) apakah agamamu? dan (3) siapakah Nabimu?

Bagi orang-orang yang beriman, akan Allah Ta’ala teguhkan untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan baik. Dengan sebab itu, dia akan mendapatkan nikmat kubur.

Allah Ta’ala berfirman,

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim [14]: 27)

Adapun orang-orang kafir dan orang munafik, maka mereka tidak mampun menjawabnya, karena keimanan itu tidaklah masuk ke dalam hati mereka ketika berada di dunia. Dia pun dipukul dengan palu besi yang besar, dia pun berteriak yang bisa didengar oleh semua makhluk, kecuali manusia. Lalu kuburnya disempitkan, sehingga tulang-tulangnya pun berhimpitan. Mereka berkata, “Wahai Rabb, jangan datangkan hari kiamat.” Karena mereka mengetahui bahwa di samping adzab kubur tersebut, akan ada lagi adzab yang lebih besar dan lebih mengerikan darinya. [2]

Keempat, perlindungan dari fitnah Dajjal

Dajjal adalah ujian besar di akhir zaman menjelang datangnya hari kiamat. Dajjal datang dan mengaku-ngaku sebagai Tuhan semesta alam. Orang-orang beriman akan diselamatkan dari fitnah tersebut, karena telah telah tertulis di antara kedua matanya “kafir” (كافر) dengan huruf yang terpisah, (ك)(ف), dan (ر). Semua orang beriman bisa membacanya, baik yang buta huruf ataukah tidak. Ulasan lebih lengkap tentang fitnah dajjal, dapat dibaca di tulisan yang lainnya. [3]

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk mengamalkan doa tersebut di setiap shalat kita. [4]

[Selesai]

***

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/45751-doa-memohon-perlindungan-dari-empat-perkara-bag-2.html

Doa Memohon Perlindungan dari Empat Perkara (Bag. 1)

Setelah tasyahhud akhir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita sebelum salam untuk berdoa memohon perlindungan dari empat perkara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُولُ: اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

“Jika salah seorang di antara kalian selesai membaca tasyahhud, maka mohonlah perlindungan kepada Allah Ta’ala dari empat perkara, dengan mengucapkan, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepadamu dari adzab jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian serta dari keburukan finah al-masih ad-dajjal.” (HR. Muslim no. 588)

 

Hukum membaca doa tersebut ketika shalat

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum membaca doa tersebut ketika shalat. Jumhur (mayoritas) ulama, termasuk imam madzhab yang empat, menyatakan bahwa hukumnya sunnah (dianjurkan) dan ditekankan untuk dikerjakan sehingga tidak selayaknya untuk ditinggalkan [1]. Termasuk ulama kontemporer yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Alu Bassam [2] dan Syaikh Dr. Sa’id bin ’Ali Al-Qahthani [3].

Adapun sebagian ulama madzhab Hanabilah dan juga Ibnu Hazm rahimahumullahu Ta’ala berpendapat bahwa hukumnya wajib [4]. Dan pendapat yang mengatakan wajib tersebut cukup kuat dengan menimbang kaidah dalam ilmu ushul fiqh bahwa hukum asal perintah adalah wajib, sebagaimana dalam hadits di atas (yaitu lafadz, “mohonlah perlindungan”).

Di antara ulama salaf yang mengatakan wajibnya mengucapkan doa di atas adalah Thawus rahimahullahu Ta’ala, salah seorang ulama tabi’in. Imam Muslim rahimahullah berkata,

بَلَغَنِي أَنَّ طَاوُسًا قَالَ لِابْنِهِ: أَدَعَوْتَ بِهَا فِي صَلَاتِكَ؟ فَقَالَ: لَا، قَالَ: أَعِدْ صَلَاتَكَ

“Telah sampai berita kepadaku bahwa Thawus berkata kepada anaknya, “Apakah Engkau berdoa dengan doa tersebut dalam shalatmu?”

 

Sang anak menjawab, “Tidak.”

Thawus berkata, “Ulangi shalatmu.” (HR. Muslim no. 590)

Sikap Thawus rahimahullahu Ta’ala tersebut menunjukkan bahwa beliau berpendapat wajib dan menganggap jika doa tersebut ditinggalkan secara sengaja, maka shalat menjadi batal [5].

Adapun ulama kontemporer yang menguatkan pendapat wajib adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta’ala dalam kitab beliau yang terkenal, Shifat Shalat Nabi, ketika beliau memberi sub-judul,

وجوب الإستعاذة من أربع قبل الدعاء

“Wajibnya memohon perlindungan (isti’adzah) dari empat perkara sebelum berdoa.” (maksudnya, doa-doa lainnya yang disyariatkan setelah doa isti’adzah tersebut dan sebelum salam, pen.)

Lalu beliau pun menyebutkan hadits di atas. [6]

Begitu pula, yang tampak (baca: dzahir) dari perkataan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala menunjukkan bahwa beliau pun berpendapat wajib. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala berkata,

 

“Pendapat ini (yang menyatakan wajib, pent.) tidaklah jauh dari kebenaran, jika kita tidak bisa mengatakannya sebagai pendapat yang benar. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya dan beliau pun melaksanakannya (dengan perbuatannya). Dan juga karena perkara-perkara ini adalah perkara yang berbahaya. Selayaknya bagi seseorang untuk berlindung kepada Allah Ta’ala agar terbebas darinya. Maka pendapat yang menyatakan wajib adalah pendapat yang kuat.” [7]

Pendapat yang -insyaa Allah- lebih tepat adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan sunnah. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullahu Ta’ala berkata,

والأرجح هو قول الجمهور ، ويُحمل فعل طاوس رحمه الله – إن صح عنه – على توكيد هذا الاستحباب ؛ حيث إن أمره بالإعادة كان لابنه في سياق تعليمه ، لا لعامة المصلين

“Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama. Adapun perbuatan Thawus rahimahullahu Ta’ala, jika riwayat tersebut shahih, dimaknai bahwa beliau sangat menekankan sunnah ini, dimana beliau memerintahkan anaknya untuk mengulangi shalatnya dalam rangka mengajarkan shalat, bukan (diperintahkan) kepada seluruh kaum muslimin.” [8]

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullahu Ta’ala juga menjelaskan,

ثم إن الأصل في الأدعية في الصلاة وغيرها : أنها للاستحباب ، والإرشاد ، إلا أن تدل قرينة قوية على الوجوب

“Kemudian, hukum asal untuk doa dalam shalat dan di luar shalat adalah sunnah dan irsyad (memberikan petunjuk manakah yang terbaik), kecuali terdapat indikator kuat yang menunjukkan akan wajibnya.” [8]

 

Yang jelas, terlepas dari hukum membacanya apakah wajib ataukah sunnah, keempat perkara tersebut adalah perkara yang penting. Jika seseorang tidak terjaga dari keempat perkara tersebut, dia akan berada dalam bahaya yang besar. Sehingga tidak selayaknya bagi kita untuk bermudah-mudahan dalam meninggalkannya ketika shalat. Terlebih lagi, ketika kita telah mengetahui adanya perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala berkata,

“Semangatlah saudaraku untuk berdoa dengannya dalam setiap shalat. Karena jika selamat dari (keempat perkara) tersebut, terkandung kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Aku wasiatkan kepada saudara-saudara para imam masjid untuk tidak meninggalkannya. Karena di belakang mereka adalah (para makmum) yang membutuhkan doa tersebut. Sebagian imam shalat -semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita dan kepada mereka-, mereka mencukupkan diri dengan membaca shalawat saja, “Allahumma shalli ‘ala Muhammad … “, kemudian salam. Mengapa wahai saudaraku? Di belakangmu adalah para makmum yang ingin shalat dengan sempurna, maka sempurnakanlah shalat bersama mereka. Engkau akan mendapatkan pahala, juga pahala dari orang-orang yang mencontohmu.” [9]

 

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/45749-doa-memohon-perlindungan-dari-empat-perkara-bag-1.html

Setan Tak Berdaya Dihadapan Tawakalmu!

Al-Qur’an sering membicarakan musuh manusia yang paling berbahaya yaitu setan. Dia telah bersumpah dihadapan Allah untuk mengganggu, menyesatkan dan menjerumuskan seluruh anak adam dengan berbagai cara dan berbagai arah. Dari kiri, kanan, depan, belakang dan dengan berbagai rayuan setan tak pernah bosan melancarkan tipu dayanya.

Karenanya Allah swt selalu mengingatkan bahwa setan adalah musuhmu, maka berlindunglah kepada-Ku dari godaannya.

Kali ini kita tidak akan membahas cara-cara setan mengganggu manusia, namun kita akan merenungkan sebuah ayat dalam firman-Nya,

إِنَّهُۥ لَيۡسَ لَهُۥ سُلۡطَٰنٌ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ

“Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan.” (QS.An-Nahl:99)

Pada ayat lainnya Allah swt berfirman,

إِنَّ كَيۡدَ ٱلشَّيۡطَٰنِ كَانَ ضَعِيفًا

“Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.” (QS.An-Nisa’:76)

Setan sendiri kelak di hari kiamat akan berkata seperti yang diabadikan dalam Al-Qur’an,

وَقَالَ ٱلشَّيۡطَٰنُ لَمَّا قُضِيَ ٱلۡأَمۡرُ إِنَّ ٱللَّهَ وَعَدَكُمۡ وَعۡدَ ٱلۡحَقِّ وَوَعَدتُّكُمۡ فَأَخۡلَفۡتُكُمۡۖ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيۡكُم مِّن سُلۡطَٰنٍ إِلَّآ أَن دَعَوۡتُكُمۡ فَٱسۡتَجَبۡتُمۡ لِيۖ فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوٓاْ أَنفُسَكُمۖ مَّآ أَنَا۠ بِمُصۡرِخِكُمۡ وَمَآ أَنتُم بِمُصۡرِخِيَّ إِنِّي كَفَرۡتُ بِمَآ أَشۡرَكۡتُمُونِ مِن قَبۡلُۗ إِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ

Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” Sungguh, orang yang zhalim akan mendapat siksaan yang pedih.” (QS.Ibrahim:22)

Ayat dalam Surat An-Nahl tadi ingin menerangkan kepada kita bahwa keimanan dan tawakal-lah yang akan mengusir setan dari diri kita.

Setan akan masuk dengan melemahkan sifat tawakal manusia. Dengan ditakut-takuti miskin, di adu domba, dibangkitkan rasa iri dan dengkinya, dibayang-bayangi dengan masa depan yang suram. Akan tetapi semua bayang-bayang ini akan terusir apabila kita memiliki tawakal yang mutlak kepada Allah swt.

Tawakal yang dimaksud adalah ketika kita meyakini bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa ketentuan dan izin dari Allah swt. Tawakal dalam arti usaha yang maksimal disertai dengan hati yang pasrah kepada Allah.

Salah satu usaha kita untuk melawan setan adalah selalu mengingat bahwa dia adalah musuh dan jangan pernah lepas dari berlindung kepada Allah swt.

Namun dari ayat diatas kita mendapat tambahan bahwa cara mengalahkan setan adalah dengan memperkuat jiwa tawakal kita kepada Allah swt. Karena setan akan menjadi kecil dihadapan orang yang bertawakal.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Alasan Mengapa Muslimah Dituntut Pintar dan Menguasai Ilmu

Aisyah RA merupakan teladan Muslimah yang intelek.

Mencari ilmu dalam agama Islam merupakan perkara wajib bagi umatnya. Ilmu menjadi bekal bagi manusia dalam menjalankan kehidupan. Mencari ilmu ini tidak terbatas pada Muslim saja namun juga Muslimah.

Dalam QS al-Mujadilah ayat ke-11 Allah SWT berfirman, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan.”

“Kewajiban untuk menuntut ilmu ini tidak hanya bagi kaum Muslim tapi juga bagi kaum Muslimah. Dan banyak dalil di luar yang menyebut keutamaan untuk menuntut ilmu,” ujar Ustazah Badrah Uyuni kepada Republika.co.id belum lama ini.

Ustazah Badrah mengajak untuk kembali melihat kepada sejarah. Pada Aisyah RA yang merupakan istri Nabi Muhammad SAW.

Dia menyebut jika diibaratkan ilmu milik Muslimah sesudah Aisyah ini dikumpulkan, ini masih tidak akan cukup jika dibandingkan dengan ilmunya. Aisyah menguasai tiga ilmu, yaitu tentang syariat, kedokteran, dan syair.

“Ini Aisyah loh, istri Nabi yang merupakan ummu al-mu’minin. Beliau saja dianjurkan Nabi untuk terus belajar, nah bagaimana dengan kita umatnya?” lanjutnya.

Belajar bagi muslimah bukanlah untuk dirinya sendiri. Ilmu yang dimiliki Muslimah dan seorang ibu akan berguna bagi anak-anaknya kelak. Hal ini sesuai dengan pepatah Arab yang menyebut, “Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya”.

Jika seorang ibu bisa mempersiapkan anaknya atau orang lain di sekitarnya dalam menghadapi kehidupan dan memperdalam agama, ia telah mempersiapkan sebuah generasi yang hebat.

Ustazah Badrah mengakui jika derajat perempuan dalam Islam tidak setara dengan pria. Hal ini terbukti dalam berbagai urusan agama, salah satunya perihal akhlak yang banyak disebut dalam hadis jika akhlak wanita hanya setengah. Pun untuk urusan kesaksian, Muslimah dianggap hanya setengah.

Namun hal ini bukan berarti peran perempuan dalam kehidupan tidak penting. Perempuan memiliki peran yang juga besar dalam mempersiapkan sebuah generasi.

Imam Ibnu Jauzi menyebutkan, “Sering aku menganjurkan kepada manusia agar mereka menuntut ilmu syar’i karena ilmu laksana cahaya yang menyinari. Menurutku kaum wanita lebih dianjurkan dibanding kaum laki-laki karena jauhnya mereka dari ilmu agama dan hawa nafsu begitu mengakar dalam diri mereka. Kita lihat seorang putri yang tumbuh besar tidak mengerti cara bersuci dari haid, tidak bisa membaca Alquran dengan baik dan tidak mengerti rukun-rukun Islam atau kewajiban istri terhadap suami. Akhirnya mereka mengambil harta suami tanpa izinnya, menipu suami dengan anggapan boleh demi keharmonisan rumah tangga serta musibah-musibah lainnya.”

 

KHAZANAH REPUBLIKA

Menyambut Bulan Ramadhan

BERBICARA Bulan Ramadhan tentu banyak berbagai keistimewaan di dalamnya, mulai dari Al Quran yang sering kita baca setiap harinya ternyata turun di bulan yang mulia ini, diwajibkannya berpuasa selama sebulan penuh, segala amal kebaikan pahalanya akan dilipatgandakan oleh Allah subhanahuwataala, dibukanya pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka dan masih banyak lagi berbagai keistimewaan atau keutamaan bulan Ramadhan.

Nah, tentu sebagai seorang muslim harus bisa memanfaatkan bulan tersebut dengan semaksimal mungkin jangan sampai terluput dari amalan-amalan yang memang terkhusus hanya ada di bulan Ramadhan, misalnya puasa Ramadhan itu sendiri dan tarawih secara berjamaah.

Menyambut bulan Ramadhan bukan dengan mengecat rumah agar kelihatan bagus seperti kebanyakan orang, bukan dengan membeli pakaian yang bagus, menyiapkan makanan sebulan penuh dan sederetan hal-hal keduniawian lainnya.

Oleh karena itu bulan Ramadhan yang singkat ini harus kita isi dengan berbagai amal kebaikan. Jangan sampai bulan Ramadhan datang namun kita tidak siap untuk melakukan amalan-amalan kebaikan.

Contohlah para Ulama salaf bagaimana mereka menyambut bulan Ramadhan, Mualla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para salaf) orang shalih terdahulu sebelum kita, berdoa kepada Allah Taala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amalshaleh) yang mereka (kerjakan)”.

Nah, para ulama saja mereka senantiasa meminta kepada Allah Taala berdoa agar dipertemukan dengan bulan yang mulia ini selama enam bulan lamanya. Lalu, apakah kita sudah berdoa agar Allah mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan? Tentu jawabannya ada pada diri kita masing-masing.

Maka hendaknya kita sebagai seorang muslim mencontoh mereka para orang-orang shalih terdahulu dalam menyambut Ramadhan dengan berdoa secara sungguh-sungguh, juga mempersiapkan diri baik secara fisik ataupun secara rohani dalam bersungguh-sungguh mendulang berbagai pahala, ampunan dan keutamaan lainnya. [*]

INILAH MOZAIK

Dosa Terhapus oleh Sedekah

RASULULLAH shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi)

Selain mendapat ganjaran yang besar dari Allah Subhanahu Wa Tala, orang yang bersedekah juga sangat beruntung karena amalnya tersebut bisa menjadi penghapus catatan dosanya, sehingga menjauhkannya dari api neraka.

Oleh karena itu, saudaraku, marilah kita selalu bersemangat mengambil setiap kesempatan bersedekah sekecil apa pun. Kurangi rasa berharap dari orang lain, dan berusahalah menjadi orang yang senantiasa mampu bersedekah.

Semoga Alloh menjadikan diri kita menjadi ahli syukur dan ahli sedekah hanya karena Allah semata. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar |