Hadits Rasulullah Tentang Pentingnya Mengingat Kematian

Setiap yang hidup pasti akan mati karena tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini. Begitu pula dengan jiwa manusia yang kelak akan diambil oleh Allah SWT sebagai Sang Pencipta.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 185: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” dan Al-Qur’an surat Al-Qasas ayat 88: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.”

Meskipun menjadi hal yang mutlak, namun kematian adalah sebuah misteri. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang mengetahui kapan dan dengan cara bagaimana kematiannya sendiri. Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui.

Rasulullah SAW, sebagai salah satu Nabi utusan Allah menasihati umatnya agar senantiasa mengingat kematian melalui banyak hadits. Dikutip dari Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya Nabi Sang Penyayang, Ummu Salamah RA pernah meriwayatkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

“Tiada seorang muslim yang tertimpa musibah, kemudian ia mengucapkan apa yang telah diperintah oleh Allah, innalillahi wa inna ilaihi raji’un (kita berasal dari Allah dan kepada-Nya pula kita akan kembali).

Ya Allah berilah aku pahala atas musibah ini dan berikanlah aku pengganti yang lebih baik daripadanya, kecuali Allah akan memberikan pengganti yang lebih baik untuknya.” (Dari Shahih Muslim; Kitab Al-Jana’iz, Bab Ma Yuqal Inda Al-Mushibah (918); Sunan Abu Dawud.)

Kematian dalam Pandangan Islam

Salah satu ayat Al-Qur’an yang membahas tentang kematian ada dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 78. Allah SWT berfirman:

اَيْنَمَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا

Artinya: Di mana pun kamu berada, kematian akan mendatangimu, meskipun kamu berada dalam benteng yang kukuh. Jika mereka (orang-orang munafik) memperoleh suatu kebaikan, mereka berkata, “Ini dari sisi Allah” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka berkata, “Ini dari engkau (Nabi Muhammad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Mengapa orang-orang itu hampir tidak memahami pembicaraan?

Tafsir dari ayat tersebut adalah sebagaimana hadits berikut ini, yakni bagi orang yang bertakwa kematian bukan sebagai bencana melainkan istirahat, berbeda dengan orang yang ingkar.

موت الفجأة راحة للمؤمن وأخذة أسف للكافر

Artinya: “Kematian mendadak adalah istirahat bagi mukmin dan penyesalan bagi orang kafir.” (HR. Ahmad).

Sementara itu, Nabi Muhammad juga mengatakan bahwa sebaik-baik orang beriman adalah ia yang senantiasa mengingat kematian. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abudullah bin Umar RA:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?

Beliau menjawab: Yang paling baik akhlaknya, orang ini bertanya lagi: Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?, Beliau menjawab: Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal.” (HR. Ibnu Majah).
Hadits Rasulullah Tentang Pentingnya Mengingat Kematian

Dikutip dari buku Filsafat Kematian yang ditulis oleh Dr. Muhammad Abdurrahim Az-Zaini, Rasulullah bersabda bahwa ketika kita meninggal semua amalan akan terputus kecuali tiga hal. Berikut ini hadits lengkapnya:

وَقَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ: {إذَا مَاتَ ابْنَ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاّ مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يَنْتَفِعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ} يَدْعُوْ لَهُ.

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jika manusia itu meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali tiga hal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang mendoakannya,” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i).

Adapun dalam riwayat yang lain, Rasulullah mengingatkan umatnya untuk senantiasa melakukan perbuatan baik dan menjalani hari-hari selama hidup dengan penuh semangat dan memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya.

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْعَابِر سَبِيْلٍ وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْرِ}

Artinya: Dari Ibnu ‘Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jadilah di dunia seperti kamu mengembara atau berjuang di jalan Allah dan anggaplah dirimu (termasuk) dari ahli kubur,” (HR Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).

Dalam riwayat berikut ini, Rasulullah juga menasihati umatnya agar tidak berorientasi pada kehidupan di dunia karena segala harta dan materi yang dimiliki semata-mata hanya titipan Allah.

Hadits berikut ini seakan menjadi ‘sentilan’ sekaligus pengingat bahwa ketika masih hidup, harta adalah hal yang sangat penting akan tetapi baik ketika masih hidup maupun telah meninggal, amalan yang kita perbuat adalah hal yang lebih penting.

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ تَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ مَا قَدَّمَ وَيَقُوْلُ النَّاسُ مَا خَلَّفَ}

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jika ada orang yang meninggal dunia, maka malaikat berkata apa yang telah lalu (amal), sedangkan manusia membicarakan apa yang ia tinggalkan (warisan),” (HR Baihaqi).

Demikian deretan hadits Rasulullah SAW tentang pentingnya mengingat kematian. Semoga dapat memberikan manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

sumber: DETIKHIKMAH

Sunah-Sunah Tidur yang Sering Dilalaikan Sebagian Kaum Muslimin

Tidur merupakan salah satu karunia terbesar yang Allah Ta’ala berikan kepada umat manusia. Tanpa tidur, fisik manusia akan lelah, otak pun menjadi berat untuk berfikir. Sudah menjadi fitrah bagi manusia untuk tidur dan mengistirahatkan semua organ tubuhnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ رَّحْمَتِهٖ جَعَلَ لَكُمُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوْا فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan adalah karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, agar kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS. Al-Qashash: 73)

Begitu sempurnanya agama Islam yang mulia ini, sampai-sampai urusan tidur pun sudah diatur sedemikian rupa. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang Allah Ta’ala utus untuk menyempurnakan akhlak yang baik dan memberikan teladan kepada manusia telah begitu banyak memberikan arahan, bimbingan, dan petunjuk terkait adab-adab dan sunah-sunah yang seharusnya diamalkan dan dijalankan oleh setiap muslim ketika ia tidur. Sunah-sunah yang penuh hikmah dan pembelajaran serta sarat akan faedah dan keutamaan apabila diamalkan.

Dalam pembahasan kali ini, kami bawakan beberapa sunah-sunah yang Nabi ajarkan terkait tidur kita, baik di siang hari maupun di malam hari. Sunah-sunah yang mungkin saja sebagian kaum muslimin belum mengetahuinya, atau bisa jadi tidak dihiraukan dan tidak diamalkan oleh mereka yang telah mengetahuinya. Semoga dengan wasilah pembahasan kali ini, kita semua dimampukan oleh Allah Ta’ala untuk mengamalkannya dan menghidupkannya dalam keseharian kita.

Pertama: Membersihkan kasur dengan mengibaskan sesuatu di atasnya dan membaca basmalah

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذَا أَوَى أَحَدُكُمْ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْيَنْفُضْ فِرَاشَهُ بِدَاخِلَةِ إِزَارِهِ؛ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي مَا خَلَفَهُ عَلَيْهِ، ثُمَّ يَقُولُ: بِاسْمِكَ رَبِّ وَضَعْتُ جَنْبِي وَبِكَ أَرْفَعُهُ، إِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِي فَارْحَمْهَا، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِينَ

“Apabila seseorang dari kalian hendak tidur, maka hendaklah ia mengibaskan di atas tempat tidurnya dengan kain sarungnya. Karena ia tidak tahu apa yang terdapat di atas kasurnya. Lalu mengucapkan doa, (bismika rabbi wadha’tu janbi wabika arfa’uhu, in amsakta nafsi farhamha, wain arsaltaha fahfahzh-ha bima tahfazhu bihi ‘ibadakashshalihin) “Dengan nama-Mu Wahai Tuhanku, aku baringkan punggungku dan atas nama-Mu aku mengangkatnya. Dan jika Engkau menahan diriku, maka rahmatilah aku. Dan jika Engkau melepaskannya, maka jagalah sebagaimana Engkau menjaga hamba-Mu yang saleh.” (HR. Bukhari no. 6320)

Kedua: Berwudu sebelum tidur

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أتَيْتَ مَضْجَعَكَ، فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ، ثُمَّ اضْطَجِعْ علَى شِقِّكَ الأيْمَنِ

“Jika kamu mendatangi tempat tidurmu, maka wudulah seperti wudu untuk salat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu.” (HR. Bukhari no. 6311)

Apa keutamaannya?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ بَاتَ طَاهِرًا بَاتَ فِي شِعَارِهِ مَلَكٌ، فَلَا يَسْتَيْقِظُ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فُلَانٍ، فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرً

“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya (terus bersamanya). Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.’” (HR. Thabrani, 12: 446 no. 13621 dan Ibnu Hibban no. 1051. Syekh Albani mengatakan hadis ini ‘Hasan lighairihi’ dalam kitabnya Shahih At-Targhiib hal. 597)

Ketiga: Membaca Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas

Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,

أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ؛ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila hendak beranjak ke tempat tidurnya pada setiap malam, beliau menyatukan kedua telapak tangannya, lalu meniupnya dan membacakan, “qulhuwallahu ahad..” dan, “qul `a’udzu birabbil falaq…” serta, “qul `a’udzu birabbin nas..” Setelah itu, beliau mengusapkan dengan kedua tangannya pada anggota tubuhnya yang terjangkau olehnya. Beliau memulainya dari kepala, wajah, dan pada anggota yang dapat dijangkaunya. Hal itu beliau ulangi sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017 dan Tirmidzi no. 3402)

Keempat: Bertakbir, bertahmid, dan bertasbih ketika hendak tidur

Dari sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tatkala Fatimah radhiyallahu ‘anha meminta darinya (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) seorang pembantu,

ألا أَدُلُّكم على خيرٍ مما سألتُماه ؟ إذا أخذتُما مضاجعَكما فكبِّرا اللهَ أربعًا و ثلاثين ، و احمدا ثلاثًا و ثلاثين ، و سبِّحا ثلاثًا و ثلاثين ، فإنَّ ذلك خيرٌ لكما من خادمٍ

“Maukah aku tunjukkan kepada kalian perihal sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian minta? Bila kalian hendak beranjak ke tempat tidur, maka bertakbirlah tiga puluh empat kali dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, serta bertasbihlah tiga puluh tiga kali. Hal itu tentu lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang pembantu.” (HR. Bukhari no. 5361 dan Muslim no. 2727)

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu kemudian mengatakan,

فَما تَرَكْتُهَا بَعْدُ، قيلَ: ولَا لَيْلَةَ صِفِّينَ؟ قالَ: ولَا لَيْلَةَ صِفِّينَ.

“Kemudian aku sama sekali tidak pernah meninggalkannya (bertakbir, bertasbih, dan bertahmid sebelum tidur).”

Ditanyakan kepada Ali,

“Bahkan, engkau tidak terlewat dari membacanya malam hari ketika terjadi perang Shiffin?”

Ali pun menjawab,

“Ya, aku tidak lupa membacanya di malam peperangan Shiffin.”

Sungguh sebuah amalan yang sangat mulia yang sayangnya kebanyakan dari kita terluput dan terlewat dari mengamalkannya sebelum tidur. Padahal sahabat Ali bin Abi Thalib ketika fitnah perang Shiffin yang begitu dahsyatnya itu sedang berkecamuk, beliau sama sekali tidak lupa untuk membacanya.

Kelima: Meletakkan telapak tangan kanan di pipi ketika tidur

Diriwayatkan dari Hafshah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْقُدَ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى تَحْتَ خَدِّهِ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ  ثلاثَ مِرارٍ

“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin tidur, beliau meletakkan tangan kanannya di bawah pipi. Kemudian beliau membaca doa, ‘Ya Allah, lindungilah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau bangkitkan semua makhluk‘; sebanyak tiga kali.” (HR. Abu Dawud no. 5045. Disahihkan oleh Syekh Al-Albani tanpa lafaz “tiga kali”.)

Keenam: Bersegera bangun dan salat saat mendapati mimpi yang tidak disenangi serta tidak menceritakannya

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فَإِنْ رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ وَلَا يُحَدِّثْ بِهَا النَّاسَ

“Karena itu, jika kamu bermimpi yang tidak kamu senangi, bangunlah, kemudian salatlah, dan jangan menceritakannya kepada orang lain.”  (HR. Bukhari no. 7017 dan Muslim no. 2263)

Di riwayat yang lain disebutkan tata cara yang lain untuk menghadapi mimpi buruk dan menghilangkan ketakutan dari diri kita. Yaitu, dengan meludah ke arah kiri sebanyak tiga kali, meminta perlindungan (ber-isti’adzah) kepada Allah Ta’ala sebanyak tiga kali dan mengubah arah tidur dari arah yang sebelumnya.

Ketujuh: Berzikir ketika terbangun di tengah tidur dengan doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَعَارَّ مِنَ اللَّيْلِ فَقَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ. ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، أَوْ دَعَا، اسْتُجِيبَ. فَإِنْ تَوَضَّأَ قُبِلَتْ صَلاَتُهُ.

“Barangsiapa yang bangun dari (tidur) malam lalu mengucapkan, ‘Tiada tuhan -yang berhak disembah- kecuali Allah satu-satu-Nya tiada sekutu bagi-Nya. Hanya milik-Nya segala kerajaan. Hanya milik-Nya segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Segala puji hanya milik Allah. Mahasuci Allah,Tiada tuhan -yang berhak disembah- kecuali Allah. Allah Mahabesar. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan -pertolongan- Allah.’ Kemudian dia mengucapkan ‘Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku.’ atau dia berdoa (apa saja), niscaya dia akan dikabulkan. Jika dia berwudu, maka salatnya pasti diterima.” (HR. Bukhari no. 1154)

Kedelapan: Memasukkan air ke dalam hidung sebanyak tiga kali tatkala bangun dari tidur

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِن مَنَامِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ؛ فإنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ علَى خَيَاشِيمِهِ

“Jika salah seorang kalian bangun dari tidur, hendaknya dia melakukan istintsar (memasukkan air ke dalam hidung) sebanyak tiga kali. Karena setan bermalam di rongga hidungnya.” (HR. Muslim no. 238)

Para ulama menyebutkan bahwa memasukkan air ke dalam hidung di sini merupakan syariat khusus di luar rangkaian wudu yang telah kita ketahui. Sehingga tatkala bangun dari tidur, memasukkan air ke dalam hidung ini, kita lakukan terpisah dari wudu dan jika ingin berwudu setelahnya, kita ulang kembali gerakan memasukkan air ke dalam hidung tersebut.

Kesembilan: Mencuci tangan tiga kali setelah bangun dari tidur

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,

“Apabila seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah memasukkan tangannya ke dalam bejana, kecuali setelah ia mencucinya sebanyak tiga kali. Karena sesungguhnya ia tidak mengetahui ke mana tangannya berada pada waktu malam.” (HR. Muslim no. 278)

Saat bangun dari tidur, disarankan menggunakan keran air atau pancuran air untuk mencuci tangan sebanyak tiga kali terlebih dahulu sebelum menggunakannya untuk mencuci anggota tubuh lainnya. Untuk menghindari masuknya tangan ke dalam bejana atau wadah sebelum ia melakukan cuci tangan terlebih dahulu.

Wallahu A’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87516-sunah-sunah-tidur-yang-sering-dilalaikan-sebagian-kaum-muslimin.html

Tips Ampuh Mengatasi dan Mencegah Penyakit Hasad: Resep Berkah yang Mudah dan Murah

Sobat! Anda merasa khawatir dijangkiti penyakit hasad? Atau bahkan anda merasa bahwa diri anda benar-benar telah dijangkiti penyakit kronis ini?

Bisa jadi, ketika anda membaca status ini anda merasa tersinggung dan berkata: “aaah, sori ya, saya tuh orangnya baik, jadi pantang hasad kepada siapapun“. Ya, saat ini anda berkata demikian, namun benarkan faktanya demikian? Coba diingat-ingat lagi, sikap anda tatkala mengetahui atau melihat saudara anda mendapat nikmat baru. Anda acuh tak acuh atau anda hanyut dalam pembicaran tentang nikmat tersebut, minimal anda kagu dengan nikmat yang dia dapat dan tidak anda miliki tersebut? Ya, sadarilah bahwa sikap anda ini adalah awal dari jalan pintas masuknya hasad atau iri pada hati anda.

Sekarang anda memuji, atau kagum, dan membicarakannya, namun tatkala anda telah menyendiri, anda mulai berpikir, bagaimana caranya anda bisa memiliki kenikmatan serupa, dan bisa jadi di hati anda terbetik ucapan: “mengapa dia kok bisa mendapatkannya sedangkan anda tidak atau belum bisa memilikinya?” Itulah benih benih hasad mulai tumbuh dan bersemi di hati anda.

Sobat! Jangan kawatir, ada resep manjur penawar dan sekaligus penangkal penyakit hasad. Resep ini murah, mudah dan tentu berkah. Setiap kali anda melihat saudara anda memiliki satu kelebihan atau nikmat, segera angkat kedua tangan anda dan pusatkan hati anda untuk berdoa memohon kepada Allah Ta’ala agar berkenan melimpahkan kepada anda kenikmatan serupa atau bahkan lebih darinya.

Ingat! Allah Ta’ala tiada pernah kehabisan stok kenikmatan serupa bahkan yang lebih baik dari yang dimiliki saudara anda, dan Allah Ta’ala juga kuasa memberikannya kepada anda.

SImak dan camkanlah kisah berikut:

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزْقاً قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَـذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ اللّهِ إنَّ اللّهَ يَرْزُقُ مَن يَشَاء بِغَيْرِ حِسَابٍ {37} هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاء {38} فَنَادَتْهُ الْمَلآئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَـى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِّنَ الصَّالِحِينَ

Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Di sanalah Zakaria mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”” (QS. Ali Imran 37-39).

Cermatilah, bagaimana nabi Zakaria ‘alaihissalam setelah mendapat jawaban bahwa itu adalah karunia Allah, nabi Zakaria alaihissalam, segera berdoa, bukan hanyut dalam kekaguman atau ikut sibuk mencicipi atau mendengarkan cerita kronologi datangnya makanan tersebut.

Sobat! Sejak sekarang, mari kita rubah kebiasaan lama anda, setiap kali anda melihat atau mengetahui saudara anda mendapat nikmat baru, segera sibukkan diri dengan berdoa meminta kepada Allah Ta’ala kenikmatan serupa atau yang lebih baik darinya. Jangan sampai anda hanyut dalam kekaguman apalagi sampai melotot terbelalak karenanya.

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى

Dan janganlah kamu pusatkan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami coba mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal” (QS. Thaha 131).

Selamat mencoba resep ini, semoga anda terbebas dari benih-benih hasad dan iri kepada siapapun yang mendapat karunia dan nikmat.

***

Penulis: Ust. Dr. Muhammad Arifin Baderi

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/28874-resep-manjur-menangkal-penyakit-hasad.html

Pesepak Bola Jerman Robert Bauer Resmi Memeluk Islam: Kisah Konversi yang Menginspirasi

Robert Bauer, pesepak bola berkebangsaan Jerman, baru-baru ini mengumumkan bahwa ia telah memeluk agama Islam. Pengumuman ini dibuatnya melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, di mana ia juga berbagi alasan di balik keputusannya untuk memeluk Islam.

Bauer, yang saat ini bermain sebagai pemain bek untuk klub Al Tai FC, berbagi momen saat sedang menjalankan sholat dalam unggahannya dua hari yang lalu. Dalam unggahan tersebut, ia mencantumkan penggalan ayat keempat dari surat Al Hadid, yang berbunyi, “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” Unggahan tersebut juga dilengkapi dengan tagar #alhamdulillah.

Hari ini, Bauer membagikan foto dirinya berdiri di depan sebuah layar besar yang menampilkan tulisan “Selamat Datang Robert Bauer.” Tulisan tersebut merupakan sambutan hangat untuk Bauer yang kini resmi menjadi bagian dari komunitas Muslim.

Dalam unggahan tersebut, Bauer juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua orang yang telah memberikan dukungan dan menguatkan dirinya selama perjalanannya menuju Islam. Ia mengungkapkan bahwa pengetahuannya tentang Islam diperoleh melalui istri dan keluarga istrinya.

“Perjalanan ini telah berlangsung bertahun-tahun, dan saya sangat berterima kasih kepada kalian semua yang telah membantu dan mendukung saya dalam perjalanan ini,” ungkap Bauer.

Unggahan Bauer mendapatkan banyak komentar positif dari para pengikutnya di media sosial. Banyak warganet yang memberikan selamat atas keputusannya untuk memeluk Islam dan mendoakan agar ia tetap kuat dalam keyakinannya.

“Alhamdulillah, selamat datang ke dalam agama penuh kasih, saudaraku,” komentar seorang warganet.

Tidak sedikit pula yang mendoakan agar Bauer tetap teguh dalam memeluk Islam dan menjadi seorang Muslim yang taat.

“Semoga Allah memberikanmu kesuksesan,” ujar warganet lainnya.

Sebelum bergabung dengan Liga Profesional Saudi pada bulan Mei tahun ini, Bauer telah bermain untuk beberapa klub Bundesliga terkemuka, seperti Werder Bremen dan 1.FC Nurnberg. Pengalaman bermainnya juga meliputi liga-liga di Rusia dan Belgia.

Menurut Pew Research Center, Islam merupakan agama dengan pertumbuhan paling cepat di dunia. Robert Bauer bergabung dalam daftar tokoh terkenal yang memutuskan untuk memeluk Islam, bergabung dengan atlet lain seperti Rodtang Jitmuangnon, juara bertahan dalam One Championship, dan pendeta Amerika Serikat Hilarion Heagy, yang juga memutuskan untuk menjadi mualaf pada bulan Februari lalu. Kisah konversi seperti ini memberikan inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia.

KHAZANAH REPUBLIKA

Jelang Pemilu 2024, Gus Yahya Beri Imbauan untuk Masyarakat dan Aktor Politik

Penyelenggaraan hajatan politik besar Indonesia semakin dekat. Kurang dari enam bulan, momen pemilihan umum dan pemilihan presiden 2024 sudah segera dilangsungkan. Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia menyampaikan imbauan kepada pihak-pihak yang terlibat politik praktis dan masyarakat umum.

Gus Yahya menegaskan komitmennya untuk mendukung proses pemilihan umum yang mengedepankan rasa tenang, dan tenteram bagi masyarakat. Maka itu, ia mengimbau kepada aktor politik untuk tidak membuat “kegaduhan” di tengah proses demokrasi. “Kami mengajak kepada seluruh masyarakat untuk berupaya menjaga ketenangan, ketentraman dan pesan ini tentu pertama kali kami sampaikan dan paling utama kami sampaikan kepada para aktor politik,” ujar Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023).

“Jadi, jangan sampai di dalam kompetisi politik walaupun persaingannya ketat, jangan sampai para aktor politik ini membuat manuver-manuver yang mengganggu ketenteraman, ketenangan, apalagi keselamatan masyarakat,” imbuh kiai kelahiran 1966 itu. Menurutnya, model pertarungan politik yang kini lazim dilakukan aktor-aktor politik kerap dimulai dari pertarungan di platform internet dengan menyebarkan hoaks dan sebagainya. “Kami menyerukan agar hal-hal yang dapat mengancam ketenteraman dan kesentosaan masyarakat ini jangan sampai dilakukan oleh aktor politik. Mari semuanya melaksanakan kompetisi secara rasional, tenang, dan peduli kepada ketenteraman dan keselamatan masyarakat. Jangan hanya karena ingin menang lalu meriskir masyarakat menjadi korban dari pertarungan yang berlangsung,” jelas dia.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk menjauhi segala ajakan tidak konstruktif yang dilakukan oleh para aktor politik. Baginya, keselamatan dan ketenteraman bangsa jauh lebih berharga. “Keselamatan kita ini jauh lebih berharga, ketenteraman jauh lebih berharga, kebijakan pemerintah kita boleh setuju, boleh tidak setuju tapi yang paling utama bahwa kita, keluarga kita, handai taulan kita harus tetap punya kesempatan untuk hidup dengan tenteram dalam keadaan apapun. Itu yang paling penting,” terangnya.

“Seperti sudah sering kali saya sampaikan bahwa NU tidak boleh menjadi kompetitor di dalam dinamika yang ada dan PBNU tidak akan menempatkan diri sebagai pihak di dalam kompetisi yang berlangsung,” ungkap Gus Yahya. Terkait aktivitas politik para pengurus NU, Gus Yahya menegaskan, pihaknya telah menyepakati sejumlah parameter terkait hal tersebut. Pengurus di lingkungan PBNU boleh membuat artikulasi publik terkait dengan dinamika politik, namun tidak boleh mengatasnamakan lembaga (NU). Juga tidak boleh menyimpang dari koridor norma-norma dan haluan Nahdlatul Ulama. “Kalau mengatasnamakan lembaga itu substansinya harus merupakan hasil rapat atau hasil permusyawaratan. Kalau tidak merupakan hasil permusyawaratan, itu berarti adalah opini pribadi, bukan opini lembaga,” jelas Gus Yahya.

Sumber: https://nu.or.id/nasional/jelang-pemilu-2024-gus-yahya-beri-imbauan-untuk-masyarakat-dan-aktor-politik-eqoTM

___

Pekerjaan dan Aktivitas Harian Wanita di Zaman Rasulullah

السؤال

لو سمحت نريد أن نعرف عن عمل نساء الرسول صلى الله عليه وسلم والصحابيات كيف كان طبيعة عملهن ؟

Pertanyaan:

Semoga Anda berkenan, kami ingin tahu tentang pekerjaan para istri Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dan para Sahabat wanita, bagaimana gambaran pekerjaan mereka?

الجواب

الحمد لله.

أولا :

الأصل بقاء المرأة في مسكنها ، فهو قرارها ومحل عملها ، لا تخرج منه إلا لحاجة ، قال الله تعالى : ( وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ ) الأحزاب / 33 . وهو خطاب لأمهات المؤمنين أزواج النبي صلى الله عليه وسلم ، ويدخل معهن فيه نساء المؤمنين باللزوم ، وبمقتضى التأسي والاقتداء .

فإنه إذا أُمِر أزواج رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وهن الطاهرات المطهرات الطيبات ، بلزوم بيوتهن ؛ فغيرهن مأمورات من باب أولى .

Jawaban:

Alhamdulillah. Pertama, hukum asal bagi wanita adalah tetap berada di dalam rumahnya. Di sanalah tempat tinggalnya dan tempat kerjanya. Hendaknya dia tidak keluar kecuali karena ada suatu keperluan. 

Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman, “Tetaplah kalian (para wanita) berada di dalam rumah kalian dan janganlah kalian berhias berlebihan seperti orang-orang jahiliah dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33) 

Ayat ini ditujukan kepada Ibunda kaum mukminin, istri-istri Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, dan tentu juga mencakup istri-istri kaum mukminin karena mereka wajib meneladani dan mengikuti mereka. Jika istri-istri Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, yang suci, disucikan, dan baik, diperintahkan untuk berada di dalam rumah mereka, maka wanita selain mereka lebih dituntut lagi untuk melakukannya.

قال علماء اللجنة :

” ليست الآية خاصة بنساء النبي صلى الله عليه وسلم ، بل هي عامة لجميع نساء المؤمنين ، إلا أنها نزلت في نساء النبي صلى الله عليه وسلم أصالة ، ويشمل سائر نساء المؤمنين حكمها ، فجميعهن مأمورات أن يلزمن بيوتهن ” انتهى .

“فتاوى اللجنة الدائمة” (17 / 222)

وعلى ذلك كان نساء الصحابة رضي الله عنهم ، لا يخرجن إلا للحاجة ، فكنّ كما قال عمر رضي الله عنه في قوله تعالى : ( فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ ) . قال : ” ليست بِسَلْفَع من النساء – وهي الجريئة – ، خرّاجة ولاّجة ، واضعة ثوبها على وجهها ” “تفسير الطبري” (19 / 559)

وصححه الحافظ ابن كثير في “تفسيره” (6/228) . فكن رضي الله عنهن على تمام الرضا والقبول في أمور دينهن وأمور دنياهن 

Para ulama al-Lajnah ad-Dāʾimah mengatakan bahwa ayat ini tidak khusus untuk istri-istri Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam saja, melainkan umum mencakup semua wanita kaum muslimin. Hanya saja, ayat ini memang permulaannya turun berkenaan dengan istri-istri Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, tapi secara hukum mencakup seluruh wanita kaum muslimin. Jadi, mereka semua diperintahkan untuk tetap berada di rumah mereka. Selesai kutipan dari Fatāwā al-Lajnah ad-Dāʾimah (17/222). 

Berdasarkan hal itu, para wanita para Sahabat tidak keluar kecuali karena suatu hajat. Mereka seperti yang dikatakan oleh Umar —Semoga Allah Meridainya— ketika menafsirkan firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Kemudian salah seorang dari kedua perempuan itu datang kepada Musa dengan berjalan penuh rasa malu. …” (QS. Al-Qasas: 25), dia mengatakan, “… dia bukanlah wanita yang percaya diri untuk menemui lelaki, banyak keluar rumah, dan suka jalan-jalan. Dia menutupkan pakaiannya pada wajahnya.” (Tafsir at-Tabari, 19/559) Riwayat ini disahihkan oleh al-Hafiz Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (6/228). 

Para Sahabat wanita —Semoga Allah Meridai mereka— adalah wanita yang senantiasa rida dan menerima secara totalitas urusan agama dan dunia mereka.

ثانيا :

أما نساء النبي صلى الله عليه وسلم فقد اقتصرت أعمالهن على خدمة النبي صلى الله عليه وسلم في بيته ، والقيام بواجب الضيافة إذا حل به أضياف ، ولم يكنّ يخرجن من بيوتهن لعمل ولا لغيره إلا للصلاة ، أو ما لابد منه من الحاجات .

روى البخاري (4785) ومسلم (2170) عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : خَرَجَتْ سَوْدَةُ بَعْدَمَا ضُرِبَ الْحِجَابُ لِحَاجَتِهَا ، وَكَانَتْ امْرَأَةً جَسِيمَةً لَا تَخْفَى عَلَى مَنْ يَعْرِفُهَا ، فَرَآهَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ : يَا سَوْدَةُ ، أَمَا وَاللَّهِ مَا تَخْفَيْنَ عَلَيْنَا ، فَانْظُرِي كَيْفَ تَخْرُجِينَ ؟ قَالَتْ : فَانْكَفَأَتْ رَاجِعَةً وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِي ، وَإِنَّهُ لَيَتَعَشَّى وَفِي يَدِهِ عَرْقٌ ( وَهُوَ الْعَظْم الَّذِي عَلَيْهِ بَقِيَّة لَحْم ) ، فَدَخَلَتْ فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي خَرَجْتُ لِبَعْضِ حَاجَتِي فَقَالَ لِي عُمَرُ كَذَا وَكَذَا . قَالَتْ : فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ ثُمَّ رُفِعَ عَنْهُ وَإِنَّ الْعَرْقَ فِي يَدِهِ مَا وَضَعَهُ فَقَالَ : ( إِنَّهُ قَدْ أُذِنَ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَاجَتِكُنَّ ) .

Kedua, adapun istri-istri Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, mereka hanya berkhidmat untuk Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam di dalam rumah mereka dan menunaikan kewajiban menjamu tamu jika ada tamu yang datang. Mereka tidak pergi ke luar rumah untuk bekerja atau untuk urusan lain, kecuali untuk salat atau suatu hajat yang harus dilakukan. 

Bukhari (4785) dan Muslim (2170) meriwayatkan dari Aisyah —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan, “Suatu ketika Saudah keluar untuk memenuhi hajatnya sesudah diwajibkannya berhijab. Ia adalah seorang wanita berbadan besar sehingga mudah sekali dikenali oleh orang yang sudah mengenalnya. Umar —Semoga Allah Meridainya— melihatnya, lantas dia memanggilnya, ‘Wahai Saudah! Demi Allah, kami mengetahui itu kamu, maka perhatikan dirimu bagaimana ketika kamu keluar rumah.’ 

Akhirnya Saudah balik pulang sementara Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam berada di rumahku. Beliau sedang makan malam, makanya di tangan beliau ada tulang yang ada dagingnya. Saudah pun masuk seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, aku keluar memenuhi hajatku, lalu Umar berkata begini dan begitu kepadaku.’” Aisyah mengisahkan, “Lalu Allah Mewahyukan kepada beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam sampai wahyu selesai sementara tulang berdaging masih di tangan beliau dan belum diletakkan, lalu beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Telah diperbolehkan bagi kalian untuk keluar untuk memenuhi hajat kalian.’

قال هشام – يعني ابن عروة ، أحد الرواة : ” يعني البراز ” .

قال النووي رحمه الله :

” مُرَاد هِشَام بِقَوْلِهِ : ( يَعْنِي الْبَرَاز ) تَفْسِير قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( قَدْ أُذِنَ لَكُنَّ ) أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَاجَتِكُنَّ فَقَالَ هِشَام : الْمُرَاد بِحَاجَتِهِنَّ الْخُرُوج لِلْغَائِطِ , لَا لِكُلِّ حَاجَة مِنْ أُمُور الْمَعَايِش ” انتهى .

Hisyam, yakni putra Urwah, salah satu perawinya, berkata, “Yakni buang air besar.” 

Imam an-Nawawi —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa perkataan Hisyam, “Yakni buang air besar,” adalah penjelasan terhadap sabda Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, “Telah diperbolehkan bagi kalian untuk keluar untuk memenuhi hajat kalian.” Hisyam berkata bahwa maksud “hajat kalian” adalah keluar untuk buang air besar, bukan untuk semua jenis kebutuhan hidup manusia. Selesai kutipan.

ثالثا :

وأما عامة نساء الصحابة : فكن يقمن بالخدمة في بيوتهن ، وقد يخرج بعضهن لمعاونة أزواجهن في بعض المصالح ، عند الحاجة إلى ذلك .

فقد اقتصر عمل المرأة المسلمة في الصدر الأول على بيتها ، تؤدي حق زوجها ، وتراعي مصالح أبنائها وبناتها ، وتقوم بأعمال البيت ، وقد تحتاج إلى الخروج لمساعدة زوجها في عمله ، فإذا خرجت خرجت في حجابها محتشمة حيية عفيفة ، فإذا انقضت حاجتها التي خرجت لأجلها عادت إلى مسكنها ، وزاولت فيه أعمالها .

Ketiga, berkenaan dengan wanita dari kalangan Sahabat secara umum, maka mereka berkhidmat untuk melakukan pekerjaan rumah mereka. Beberapa dari mereka terkadang pergi keluar rumah untuk membantu sebagian pekerjaan suami mereka, jika memang diperlukan. 

Pekerjaan seorang wanita muslimah generasi awal umat Islam hanyalah di rumahnya, menunaikan hak suaminya, mengurusi keperluan putra putrinya, dan mengerjakan pekerjaan rumah. Terkadang mereka keluar untuk membantu pekerjaan suaminya. Pun jika dia keluar rumah, dia keluar dengan berhijab, menjaga adab, rasa malu, dan menjaga kehormatan diri. Setelah selesai dari keperluan yang mengharuskannya keluar rumah, dia segera kembali ke rumahnya, dan langsung melanjutkan rutinitasnya.

رابعا :

رويت عدة وقائع وصور ، لأحوال احتاجت فيها نساء الصحابة للخروج ، فخرجن :

* روى مسلم (1483) عن جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قال : طُلِّقَتْ خَالَتِي فَأَرَادَتْ أَنْ تَجُدَّ نَخْلَهَا فَزَجَرَهَا رَجُلٌ أَنْ تَخْرُجَ ، فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ( بَلَى ، فَجُدِّي نَخْلَكِ فَإِنَّكِ عَسَى أَنْ تَصَدَّقِي أَوْ تَفْعَلِي مَعْرُوفًا ) .

قال النووي رحمه الله :

” هَذَا الْحَدِيث دَلِيل لِخُرُوجِ الْمُعْتَدَّة الْبَائِن لِلْحَاجَةِ ” انتهى .

 راجع ضوابط خروج المرأة للعمل إجابة السؤال رقم : (106815) 

Keempat, diriwayatkan bahwa ada beberapa kejadian dan peristiwa yang keadaannya menuntut para Sahabat wanita untuk keluar rumah, sehingga mereka keluar.

  • Muslim (1483) meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan, “Bibiku dicerai oleh suaminya, lalu dia ingin memanen kurma, tapi dia dilarang oleh seorang laki-laki untuk keluar rumah. Lantas dia mendatangi Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam lalu beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Tentu, boleh! Petiklah kurmamu, barangkali kamu dapat bersedekah atau berbuat kebajikan.’ An-Nawawi —Semoga Allah Merahmatinya— berkata, “Hadis ini adalah dalil bolehnya wanita yang sedang idah talak Bāʾin untuk keluar memenuhi hajatnya.” Selesai kutipan. Lihat aturan-aturan bagi perempuan yang keluar rumah untuk bekerja pada jawaban pertanyaan no. 106815.

وروى الحاكم (6776) عن عائشة رضي الله عنها قالت : كَانَت زينب بنت جحش امْرَأَةً صناعة الْيَد ، وكَانَتْ تدبغ وتخرز ، وَتَصَدَّقُ فِي سَبِيلِ اللهِ ” . وصححه الحاكم على شرط مسلم ووافقه الذهبي .

  • Al-Hakim (6776) meriwayatkan bahwa Aisyah —Semoga Allah Meridainya— berkata bahwa Zainab binti Jahsyi adalah seorang wanita yang gemar membuat kerajinan tangan. Dia menyamak kulit, menjahitnya, dan bersedekah di jalan Allah. Hadis ini dinilai sahih oleh al-Hakim sesuai syarat Muslim dan disepakati oleh az-Zahabi.

* روى البخاري (5224) ومسلم (2182) عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ : ” تَزَوَّجَنِي الزُّبَيْرُ وَمَا لَهُ فِي الْأَرْضِ مِنْ مَالٍ وَلَا مَمْلُوكٍ وَلَا شَيْءٍ غَيْرَ نَاضِحٍ وَغَيْرَ فَرَسِهِ ، فَكُنْتُ أَعْلِفُ فَرَسَهُ وَأَسْتَقِي الْمَاءَ وَأَخْرِزُ غَرْبَهُ ( أخيط دلوه ) وَأَعْجِنُ ، وَلَمْ أَكُنْ أُحْسِنُ أَخْبِزُ ، وَكَانَ يَخْبِزُ جَارَاتٌ لِي مِنْ الْأَنْصَارِ وَكُنَّ نِسْوَةَ صِدْقٍ ، وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ الَّتِي أَقْطَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَأْسِي ، وَهِيَ مِنِّي عَلَى ثُلُثَيْ فَرْسَخٍ ” .

  • Imam Bukhari (5224) dan Muslim (2182) meriwayatkan dari Asma` binti Abu Bakar —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan, “Az-Zubair bin Awwam menikahiku. Saat itu, ia tidak memiliki harta, budak, atau apapun di tanahnya, kecuali alat penyiram dan seekor kuda. Jadi, aku yang memberi makan dan minum untuk kudanya, menjahit timbanya, dan membuatkan adonan roti. Aku tidak pandai membuat roti, maka para wanita Anshar tetanggaku yang membuatkan roti. Mereka adalah wanita yang tulus. Aku juga mengangkut biji kurma di atas kepalaku dari kebun milik az-Zubair yang telah diberikan oleh Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Jaraknya dari tempat tinggalku adalah dua per tiga Farsakh (sekitar empat km). …” Di akhir hadis, Asma` mengatakan, “…. Hingga pada akhirnya Abu Bakar mengirimkan seorang pembantu yang bisa menggantikan aku mengurusi kuda tersebut, maka seolah-olah dia telah memerdekakanku.”

قال النووي :

” هَذَا كُلّه مِنْ الْمَعْرُوف وَالْمرْوءَات الَّتِي أَطْبَقَ النَّاس عَلَيْهَا , وَهُوَ أَنَّ الْمَرْأَة تَخْدُم زَوْجهَا بِهَذِهِ الْأُمُور الْمَذْكُورَة وَنَحْوهَا مِنْ الْخَبْز وَالطَّبْخ وَغَسْل الثِّيَاب وَغَيْر ذَلِكَ ” انتهى .

* روى البخاري (1652) عَنْ حَفْصَةَ رضي الله عنها قَالَتْ : ” كُنَّا نَمْنَعُ عَوَاتِقَنَا (الأبكار) أَنْ يَخْرُجْنَ ، فَقَدِمَتْ امْرَأَةٌ فَنَزَلَتْ قَصْرَ بَنِي خَلَفٍ ، فَحَدَّثَتْ أَنَّ أُخْتَهَا كَانَتْ تَحْتَ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غَزَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ غَزْوَةً ، وَكَانَتْ أُخْتِي مَعَهُ فِي سِتِّ غَزَوَاتٍ ، قَالَتْ : كُنَّا نُدَاوِي الْكَلْمَى (الجرحى) وَنَقُومُ عَلَى الْمَرْضَى … ” الحديث .

An-Nawawi berkata bahwa semua ini adalah kebaikan dan adab yang disepakati manusia, bahwa seorang wanita hendaknya berkhidmah untuk suaminya melakukan hal-hal tersebut dan yang semisalnya, seperti membuatkan roti, memasak, mencuci pakaian, dan lain sebagainya.” Selesai kutipan.

  • Al-Bukhari (1652) meriwayatkan dari Hafshah —Semoga Allah Meridainya— yang berkata, “Kami selalu melarang anak-anak gadis kami keluar rumah, hingga ada seorang wanita yang mendatangi puri Bani Khalaf lalu menceritakan tentang saudarinya yang menjadi istri salah seorang dari Sahabat Rasulullah, ‘Lelaki ini pernah ikut berperang bersama Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam sebanyak dua belas kali peperangan, sementara saudariku ini ikut mendampingi suaminya dalam enam peperangan. Dia mengatakan, “Kami mengurus prajurit yang terluka dan mengobati yang sakit, …” hingga akhir hadis.’”

وروى مسلم (1812) عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ الْأَنْصَارِيَّةِ رضي الله عنها قَالَتْ : ” غَزَوْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعَ غَزَوَاتٍ أَخْلُفُهُمْ فِي رِحَالِهِمْ ، فَأَصْنَعُ لَهُمْ الطَّعَامَ وَأُدَاوِي الْجَرْحَى وَأَقُومُ عَلَى الْمَرْضَى ” .

وروى الطبراني في “الكبير” (6276) عنها : ” وكانت زينب تغزل الغزل ، تعطيه سرايا النبي صلى الله عليه وسلم يخيطون به ويستعينون به في مغازيهم ” .

  • Imam Muslim (1812) meriwayatkan dari Ummu ʿAṯiyyah al-Anshariyah —Semoga Allah Meridainya— yang berkata, “Aku ikut perang bersama Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam enam kali peperangan. Aku membantu mereka dalam perjalanan mereka, membuatkan mereka makanan, mengobati yang terluka, dan mengurusi yang sakit.” At-Tabarani meriwayatkan juga darinya dalam kitab al-Kabīr (6276), “Zainab biasa membuat pintalan lalu diberikan kepada pasukan perang Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, lalu mereka menjahitnya dan memanfaatkannya dalam peperangan mereka.”

* وكان فوق ذلك عملهن الشرعي من تعليم النساء أمور دينهن ، فالتي تعلم تعلم التي تجهل ، وقد قال الله عز وجل لنساء نبيه صلى الله عليه وسلم : ( وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا ) الأحزاب / 34

وقد كن يجئن لرسول الله صلى الله عليه وسلم يسألنه عن أمور دينهن .

روى البخاري (7310) ومسلم (2634) عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رضي الله عنه قال : جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِيثِكَ فَاجْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأْتِيكَ فِيهِ تُعَلِّمُنَا مِمَّا عَلَّمَكَ اللَّهُ . فَقَالَ : ( اجْتَمِعْنَ فِي يَوْمِ كَذَا وَكَذَا فِي مَكَانِ كَذَا وَكَذَا ) فَاجْتَمَعْنَ فَأَتَاهُنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَّمَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَهُ اللَّهُ . والله أعلم .

Di samping semua itu, mereka punya tugas syariat lain, yaitu mengajari para wanita perkara agama mereka, di mana yang tahu mengajari yang belum tahu. Allah ʿAzza wa Jalla Berfirman kepada para istri-istri Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam (yang artinya), “Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumah-rumah kalian berupa ayat-ayat Allah dan hikmah (Sunah Nabi), sungguh, Allah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ahzab: 34) 

Mereka biasanya juga menemui Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam untuk bertanya kepadanya tentang masalah agama mereka. Imam Bukhari (7310) dan Muslim (2634) meriwayatkan dari Abu Said —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, kaum laki-laki bisa mendapatkan sabda-sabda Anda, maka sediakanlah untuk kami satu hari dari waktu Anda di mana kami datang untuk Anda ajarkan kepada kami apa yang Allah Ajarkan kepada Anda.” 

Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Silakan kalian berkumpul pada hari ini dan itu dan di tempat ini dan itu.” 

Kemudian, mereka berkumpul lalu Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengajari mereka apa yang Allah telah Ajarkan kepada beliau. Allah Yang lebih Mengetahui.

Sumber: https://islamqa.info/ar/answers/145492/كيف-كان-عمل-نساء-الصحابة-وامهات-المومنين

PDF sumber artikel.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/42781-pekerjaan-dan-aktivitas-harian-wanita-di-zaman-rasulullah.html

Ini 5 Narasi Propaganda Teroris Dalam Merekrut Anggota Versi Eks Napiter ISIS

Kelompok teroris memiliki strategi apik dalam melakukan propaganda untuk mencari mangsa yang akan direktur menjadi anggota. Mulai strategi dakwah sampai provokasi dilakukan untuk memantik minat calon anggota yang pada puncaknya mereka akan melakukan aksi terorisme.

Mantan narapidana teroris yang merupakan mantan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) dan militan ISIS  Arif Budi Setiawan mengungkapkan lima narasi propaganda yang sering digunakan untuk merekrut anggota. Dalam menjadikan seseorang militan dalam kelompoknya, narasi ini ditanamkan kepada para anggota melalui fase ketertarikan, penyamaan persepsi, kesepakatan jalan perjuangan, dan akhirnya pada fase ketaatan mutlak.

“Setidaknya ada lima narasi yang biasa dimainkan hingga seseorang itu sampai pada tahapan mau melakukan sebuah tindakan radikal,” jelasnya pada Sarasehan Kebangsaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pringsewu di Hotel Urban Pringsewu, Kamis (14/9/2023), dikutip dari NU Online.

Level pertama adalah narasi propaganda dakwah. Narasi propaganda dakwah yang disampaikan pada level ini masih sama dengan yang disampaikan oleh gerakan-gerakan Islam yang lain, seperti : masalah aqidah, syariah, mu’amalah, tata cara ibadah yang benar, dan sejenisnya.

“Tapi dalam propaganda dakwah ini terkadang sudah muncul indikasi ‘bermasalah’, yaitu ketika mulai mengajarkan klaim sebagai kelompok yang paling benar,” ungkapnya.

Level kedua adalah narasi kegelisahan atau penderitaan yang dialami umat Islam. Pada level narasi ini, disampaikan kondisi umat Islam yang sedang tertindas dan menderita di mana-mana. Di antaranya konflik berkepanjangan, pembantaian, kebodohan dan kemiskinan yang merajalela, terusir dari negerinya, dan sebagainya.

“Dari pemaparan itu diharapkan para pengikut atau binaannnya menjadi tergugah rasa ingin memperjuangkan Islam dan kaum Muslimin,” ungkapnya.

Level ketiga adalah narasi bahwa penyebab kegelisahan atau penderitaan umat Islam adalah karena ulah musuh-musuh Islam. Pada tahapan ini mulai ditanamkan bahwa semua bentuk penderitaan umat Islam disebabkan oleh ulah musuh-musuh Islam yang tidak suka bila Islam berjaya.

Dalam level ini juga dikembangkan narasi bahwa Umat islam mengalami kemunduran karena tidak menjalankan kehidupan sesuai syariat Islam dan malah mengikuti aturan kehidupan di luar ajaran Islam yang terjadi karena kuatnya cengkraman hegemoni kekuasaan musuh-musuh Islam.

“Dari sini diharapkan muncul semangat perjuangan untuk meruntuhkan sistem yang terbukti membuat umat Islam menderita,” ungkap Arif.

Level keempat adalah narasi perlawanan. Pada level ini dimunculkan pemikiran bahwa satu-satunya jalan membebaskan umat Islam dari penderitaan adalah dengan mulai memerangi musuh-musuh Islam dengan kekuatan yang ada.

“Jika pada narasi-narasi sebelumnya seseorang masih punya pilihan jalan lain, maka pada narasi ini sudah tidak lagi pilihan lain. Akibatnya orang yang meyakininya akan menganggap semua jalan perjuangan yang selainnya adalah salah,” jelasnya

Orang yang sudah sampai pada pemikiran seperti ini cenderung akan selalu berpikiran sempit dan mudah terprovokasi, sehingga mudah menerima doktrin.

Adapun level narasi kelima adalah provokasi melakukan aksi. Pada tahapan ini, seseorang yang telah meyakini bahwa melakukan perlawanan adalah satu-satunya solusi. Tinggal diprovokasi sedikit lagi maka ia akan berubah dari sekedar berpemikiran radikal menjadi pelaku aksi terorisme.

Di antara contoh kalimat provokasi yang menurutnya sangat ampuh adalah :“Lebih baik mati dalam keadaan melawan musuh daripada hidup terhina dalam kekuasaan musuh”.

Narasi ini, menurut Arif harus diwaspadai masyarakat agar tidak terjerumus. Ia pun mengungkapkan pengalamannya terjerumus dalam narasi-narasi ini yang ia harapkan diketahui masyarakat sehingga tidak mengalami seperti yang ia alami.

Terlebih saat ini menurutnya, narasi-narasi seperti ini dengan mudah dapat ditemui di media sosial yang jika tidak disadari akan mengarahkan kita kepada pemahaman yang tidak moderat dan mudah terbawa untuk menjadi simpatisan ataupun anggota kelompok teroris.

ISLAMKAFFAH

Masjid Bukan Tempat Jual Beli dan Transaksi Politik Pecah Belah Umat

Masjid bukan sekadar bangunan fisik, melainkan juga simbol penting dalam Islam. Ini adalah tempat di mana umat Islam berkumpul untuk beribadah, mencari ilmu, dan memperdalam hubungan spiritual mereka dengan Allah. Dalam sejarah Islam, masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat aktivitas yang melibatkan berbagai aspek kehidupan umat.

Peran Masjid dalam Sejarah Islam

Pada awalnya, masjid adalah tempat di mana Rasulullah SAW dan para sahabatnya berkumpul untuk beribadah dan mendengarkan ajaran Islam. Namun, masjid juga menjadi pusat dakwah dan pembelajaran agama. Rasulullah dan para sahabatnya menggunakan masjid sebagai tempat untuk mendiskusikan berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan sosial. Masjid menjadi pusat pengembangan kebudayaan Islam.

Masjid sebagai Tempat Ibadah yang Suci

Meskipun masjid memiliki peran yang luas dalam kehidupan umat Islam, fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah yang suci. Dalam Al-Quran, Allah menekankan pentingnya menjaga masjid sebagai tempat yang dihormati dan dijaga dengan baik. Orang-orang yang memakmurkan masjid adalah mereka yang beriman, takut kepada Allah, dan menjalankan kewajiban ibadah seperti shalat dan zakat.

Larangan Jual Beli di Masjid

Meskipun masjid dapat digunakan untuk membicarakan kepentingan umat, jual beli di dalam masjid adalah tindakan yang tidak dianjurkan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda bahwa jika seseorang melihat orang lain melakukan jual beli di masjid, maka hendaklah dia mengatakan, “Semoga Allah tidak memberikan keuntungan kepada jual beli Anda.” Ini menunjukkan bahwa masjid seharusnya bukan tempat untuk aktivitas ekonomi, tetapi lebih kepada aktivitas spiritual dan ibadah.

Hindari Penggunaan Masjid untuk Pecah Belah Umat

Masjid juga dapat digunakan sebagai tempat diskusi politik yang baik dan sehat. Namun, penggunaan masjid untuk kepentingan politik yang bertujuan untuk memecah belah umat adalah tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Masjid seharusnya menjadi tempat persatuan umat, bukan alat untuk memecah belah dan menyebabkan perpecahan di antara mereka.

Kesimpulan

Masjid memiliki peran penting dalam Islam sebagai tempat ibadah, pembelajaran, dan pusat aktivitas umat. Namun, menjaga kesucian masjid dan menghindari penggunaannya untuk tujuan ekonomi dan politik yang merugikan adalah kewajiban umat Islam. Dengan memahami peran dan fungsi masjid sesuai dengan ajaran Islam, kita dapat membangun masyarakat yang lebih baik dan memastikan bahwa masjid tetap menjadi tempat yang suci dan berharga bagi umat. Masjid adalah rumah Allah yang menaungi seluruh umat dan kepentingan umat secara umum.

ISLAMKAFFAH

Viral Remaja Siksa Kucing, Ingatlah Hadist Wanita Masuk Neraka karena Menyiksa Kucing

Agama Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi kasih sayang bagi sesama manusia maupun dengan makhluk Allah, termasuk binatang, termasuk kucing. Kita semua tahu bahwasanya kucing merupakan binatang yang disayangi oleh Rasulullah, karena itulah penting bagi kita umatnya untuk menyayangi kucing.

Namun, sayangnya, baru-baru ini media dihebohkan dengan tiga perempuan remaja yang tega mencekoki kucingnya dengan miras jenis Soju. Aksi tak terpuji tersebut dilakukan oleh tiga perempuan di Padang, Sumatera Barat.

Setelah meminum minuman keras, ketiga perempuan tersebut mulai memberikan miras secara paksa kepada kucing peliharaannya. Tak berhenti sampai di situ, mereka juga mengayun ayunkan tubuh kucing tersebut. Setelah di cekoki miras, kucing tersebut sempat terdiam dan mulai bisa berjalan kembali.

Hal ini mengingatkan kita untuk berhati-hati terhadap binatang, termasuk kucing. Kisah ini termuat dalam Riwayat Bukhari dan Muslim. Diceritakan bahwa ada seorang wanita di zaman Rasulullah SAW yang masuk neraka karena menyiksa seekor kucing. Wanita tersebut mengurung kucing itu dalam sebuah kamar tanpa memberinya makan atau minum. Akibatnya, kucing itu mati kelaparan dan haus. Rasulullah SAW mendengar tentang perbuatan wanita tersebut dan menegurnya. Wanita itu kemudian dihukum dengan masuk neraka karena menyiksa makhluk Allah yang lemah.

Tidak hanya kucing, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menyayangi binatang. Dijelaskan dalam Shahih Bukhari yang bersumber dari Said bin Jubair, ia berkata: “ketika aku berada di dekat Ibnu Umar, lewatlah pemuda, menyakiti dan melempari seekor ayam. Ketika mereka melihat Ibnu Umar, merekapun bercerai berai. Berkatalah Ibnu Umar: “siapa berbuat? Sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda: “Allah melaknat orang yang menyiksa binatang.

Meskipun masuk dalam pindana ringan dalam hukum positif kita, apa yang dilakukan oleh ketiga perempuan ini jelas dilarang oleh Allah dan jelas bertentangan dengan moral dan akhlak yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia. Tidak ada agama yang mengajarkan perbuatan keji terhadap hewan, terlebih agama islam yang merupakan agama rahmatan lil alamin.

Bentuk penyiksaan hewan pastinya dianggap tindakan yang keji bagi dan dilarang. Menyiksa dan menyakiti hewan tentu saja bertentangan dengan prinsip keadilan dan kasih sayang yang diajarkan dalam agama Islam.

Dalam Islam sendiri justru umatnya di haruskan untuk merawat binatang yang sakit, memberinya makan hingga ia pulih kembali. Jika binatang tersebut halal untuk di sembelih, hewan juga memiliki hak untuk di sembelih dengan cara terbaik.

Rasulullah bersabda, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati seekor unta punggungnya telah menempel dengan perutnya. Kemudian beliau berkata: “Bertakwalah kepada Allah dalam merawat binatang-binatang ternak yang tidak bisa berbicara ini, dan tunggangilah dengan dalam keadaan layak, dan makanlah dalam keadaan layak!” (Abu Daud 2185)

Dalam hadist di atas di jelaskan bahwa manusia bisa menunggangi binatang tunggangan dengan kondisi layak atau tercukupi makanan mereka sehingga ketika di tunggangi binatang tersebut tidak kelelahan dan kesakitan. Memberikan hak kepada hewan termasuk wujud kasih sayang dan sikap menghargai akan sesama makhluk ciptaan Allah.

ISLAM KAFFAH

Hukum Merampas Tanah Rakyat dalam Islam

Bagaimana hukum merampas tanah rakyat? Pasalnya, per hari ini, kasus perampasan rakyat terjadi lagi. Kasus Rempang di Batam mulai mencuat lagi, bahkan konfliknya mulai memuncak. Menuju pesta politik di tahun 2024, rakyat disambut dengan peristiwa yang cukup memilukan ini. Seharusnya ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, bagaimana mungkin ia merampas tanah rakyatnya sendiri. 

Hukum Merampas Tanah Rakyat

Terkait persoalan hukum merampas tanah rakyat, Rasulullah saw jauh-jauh hari sudah memberikan ancaman atas perbuatan ini. Dalam Sahih Bukhari, Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mengkompilasikan ancaman-ancaman tersebut dalam judul Kitab Al-Madzalim, yang berarti pasal tentang perbuatan dzalim. Di antara ancaman tersebut adalah sebagai berikut;

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي طَلْحَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَمْرِو بْنِ سَهْلٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ظَلَمَ مِنْ الْأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

“Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] telah mengabarkan kepada kami [Syu’aib] dari [Az Zuhriy] berkata, telah menceritakan kepadaku [Tholhah bin ‘Abdullah] bahwa [‘Abdurrahman bin ‘Amru bin Sahal] mengabarkan kepadanya bahwa [Sa’id bin Zaid radliallahu ‘anhu] berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: 

“Siapa yang pernah berbuat aniaya terhadap sebidang tanah (di muka bumi ini) maka nanti dia akan dibebani (dikalungkan pada lehernya) tanah dari tujuh bumi”. (HR. Imam Bukhari, No. 2452).

Lebih lanjut, Nabi ancaman berupa malapetaka bagi pelakunya juga dikatakan dalam hadis riwayat Imam Bukhari, dengan menyebut itu perbuatan orang zalim. Nabi bersabda;

حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أُنَاسٍ خُصُومَةٌ فَذَكَرَ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَتْ يَا أَبَا سَلَمَةَ اجْتَنِبْ الْأَرْضَ فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنْ الْأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

“Telah menceritakan kepada kami [Abu Ma’mar] telah menceritakan kepada kami [‘Abdul Warits] telah menceritakan kepada kami [Husain] dari [Yahya bin Abi Katsir] berkata, telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Ibrahim] bahwa [Abu Salamah] menceritakan kepadanya bahwa dia pernah bertengkar dengan seseorang lalu diceritakan hal ini kepada Aisyah Ra, maka ia berkata: “Wahai Abu Salamah hindarkanlah bertengkar dalam urusan tanah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Siapa yang pernah berbuat aniaya sejengkal saja (dalam perkara tanah) maka nanti dia akan dibebani (dikalungkan pada lehernya) tanah dari tujuh petala bumi”. (HR. Imam Bukhari, No. 2453)

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَخَذَ مِنْ الْأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِينَ

“Telah menceritakan kepada kami [Muslim bin Ibrahim] telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Al Mubarak] telah menceritakan kepada kami [Musa bin ‘Uqbah] dari [Salim] dari [bapaknya] radliallahu ‘anhu berkata; Nabi SAW bersabda: “Siapa yang mengambil sesuatu (sebidang tanah) dari bumi yang bukan haknya maka pada hari qiyamat nanti dia akan dibenamkan sampai tujuh bumi”. (HR. Bukhari, No. 2454)

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam karya monumentalnya Fathul Bari mengayakan maksud hadis ini adalah menyatakan tindakan merampas tanah masyarakat termasuk pada dosa besar,  yang ancaman siksanya sangat berat. 

وَفِي الْحَدِيثِ تَحْرِيمُ الظُّلْمِ وَالْغَصْبِ وَتَغْلِيظُ عُقُوبَتِهِ وَإِمْكَانُ غَصْبِ الْأَرْضِ وَأَنَّهُ مِنَ الْكَبَائِرِ قَالَهُ الْقُرْطُبِيُّ وَكَأَنَّهُ فَرَّعَهُ عَلَى أَنَّ الْكَبِيرَةَ مَا وَرَدَ فِيهِ وَعِيدٌ شَدِيدٌ وَأَنَّ مَنْ مَلَكَ أَرْضًا مَلَكَ أَسْفَلَهَا إِلَى مُنْتَهَى الْأَرْضِ وَلَهُ أَنْ يَمْنَعَ مَنْ حَفَرَ تَحْتَهَا سَرَبًا أَوْ بِئْرًا بِغَيْرِ رِضَاهُ وَفِيهِ أَنَّ مَنْ مَلَكَ ظَاهِرَ الْأَرْضِ مَلَكَ بَاطِنَهَا بِمَا فِيهِ مِنْ حِجَارَةٍ ثَابِتَةٍ وَأَبْنِيَةٍ وَمَعَادِنَ وَغَيْرِ ذَلِكَ وَأَنَّ لَهُ أَنْ يَنْزِلَ بِالْحَفْرِ مَا شَاءَ مَا لَمْ يَضُرَّ بِمَنْ يُجَاوِرُهُ 

“Hadis di atas ini menunjukkan atas haramnya melakukan kezaliman, ghasab (memakai hak milik orang lain tanpa izin), dan beratnya siksa yang didapat darinya, serta termasuk pada kategori dosa besar. Demikian diutarakan oleh Imam Al-Qurthubi, beliau seakan menjadikan perbuatan ini sebagai salah satu cabang dari perkara-perkara yang masuk pada dosa besar, sebab ancaman yang dilayangkan ini sangatlah berat. 

Di samping ancaman itu, hadis ini juga menunjukkan bahwasanya orang yang sudah memiliki bidang tanah itu juga berhak atas lapisan bawah tanahnya. Ia boleh mencegah orang lain agar tidak membuat resapan atau sumur di bidang tanahnya, dan siapapun yang memiliki bidang tanah, maka apapun yang ada di sana (seperti batu, harta karun dan lainnya) itu juga masuk pada kepemilikannya. Ia juga diperbolehkan untuk mengeruk tanahnya semaunya, dengan catatan tidak sampai membuat bahaya pada tetangganya”. (Fath Al-Bari syarh Sahih Al-Bukhari,  Juz 5 H. 105) 

Adapun dalam kitab Sahih Muslim, Imam Muslim bin Hajjaj Al-Naisaburi juga menyebutkan hadis yang sama. Beliau menyebutkannya dalam judul Tahrim al-Dzulm wa Ghashbi al-Ardh wa Ghairiha, yang artinya bab tentang haramnya berlaku dzalim, mengghasab tanah dan lainnya. Di antara hadisnya adalah sebagai berikut;

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبَّاسِ بْنِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

“Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ayyub] dan [Qutaibah bin Sa’id] dan [Ali bin Hujr] mereka berkata; telah menceritakan kepada kami [Isma’il] -yaitu Ibnu Ja’far- dari [Al ‘Ala bin Abdurrahman] dari [Abbas bin Sahl bin Sa’d As Sa’idi] dari [Sa’id bin Zaid bin ‘Amru bin Nufail], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengambil sejengal tanah saudaranya dengan zhalim, niscaya Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari Kiamat.” (HR. Imam Muslim No. 137) 

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّاءَ بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ ظُلْمًا فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

“Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Zakaria bin Abu Zaidah] dari [Hisyam] dari [Ayahnya] dari [Sa’id bin Zaid] dia berkata, “Saya pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zhalim, maka pada hari kiamat ia akan dihimpit dengan tujuh lapis bumi.” (HR. Imam Muslim, No. 140) 

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلَّا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِلَى سَبْعِ أَرَضِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Telah menceritakan kepadaku [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Suhail] dari [Ayahnya] dari [Abu Hurairah] dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah salah seorang dari kamu mengambil sejengkal tanah tanpa hak, melainkan Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari Kiamat kelak.” (HR. Imam Muslim No. 141) 

Dan masih banyak lagi ancaman dan kisah lainnya terkait bab ini, ketika Imam Al-Nawawi membahas hadis ini, beliau mengatakan;

وَفِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ تَحْرِيمُ الظُّلْمِ وَتَحْرِيمُ الْغَصْبِ وَتَغْلِيظُ عُقُوبَتِهِ.

“Hadis ini menyatakan bahwasanya haram untuk seseorang berlaku dzalim, ghasab, dan beratnya siksa yang didapatnya. (Al-Minhaj Syarah Sahih Muslim, Juz 11 H. 49) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya diharamkan mengghasab  (memakai atau memanfaatkan tanah orang  lain tanpa izin) tanah yang menjadi hak milik orang lain. Jika mengghasab saja tidak boleh, apalagi merampasnya. Maka pemerintah harus memperhatikan hal ini, jikapun memang lokasi wilayah tersebut dianggap strategis, ia harus mengganti rugi tanahnya, bukan malah merampas.

 Topik ini sudah lama dibicarakan dan banyak pihak yang menegaskan, namun pihak yang berkuasa tetap saja melakukannya. Hasil keputusan Muktamar PBNU tahun 2021 di Lampung, menyatakan bahwasanya haram bagi pemerintah untuk merampas tanahnya rakyat.

Melansir dari laman NU Online , Ketua Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi’iyah Muktamar NU KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) mengatakan, hukum perampasan tanah tanah yang sudah ditempati rakyat oleh dirinci. “Tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut”. 

Dari pernyataan ini bisa disimpulkan bahwasanya pemerintah tidak boleh mengambil lahan yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha’ oleh pemerintah maupun ihya’. Sehingga kasus yang sedang terjadi di Rempang Batam, seyogyanya segera diselesaikan tanpa harus mengorbankan rakyat. Jika bukan pemerintah yang melindungi rakyatnya, siapa lagi yang hendak dijadikan tempat mengadu rakyat atas berbagai cobaan yang menimpa mereka.

Demikian penjelasan terkait hukum merampas tanah rakyat. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH