Mencintai Para Sahabat Nabi

Bismillah.

Di antara pelajaran berharga yang hendaknya selalu diingat oleh generasi muda adalah kepahlawanan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam membela dakwah Islam. Kita mengenal sosok yang sedemikian dermawan seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhuma. Mereka telah menunjukkan bukti yang luar biasa dalam membela dan mendukung perjuangan dakwah tauhid yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita juga mengenal sosok Bilal bin Rabah radhiyallahu ’anhu yang menunjukkan kekuatan iman dan tawakal kepada Allah ketika harus berhadapan dengan tekanan dan siksaan demi mempertahankan akidah dan keyakinannya sebagai pengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kisah perjuangan dan pengorbanan para sahabat begitu banyak menghiasi sejarah dan memberikan gambaran kepada kita betapa iman dan tauhid itu telah mendarah daging di dalam diri mereka. Suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dan menjaga syariat-Nya untuk kemudian diteruskan dengan gamblang kepada generasi-generasi sesudahnya.

Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ

“Sungguh Allah telah rida kepada orang-orang beriman itu (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah sebuah pohon. Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka.” (QS. Al-Fath: 18)

Allah Ta’ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ

“Dan orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama (masuk Islam), yaitu kaum Muhajirin dan Anshar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya.” (QS. At-Taubah: 100)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah generasi di masaku (para sahabat Nabi), kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang sesudah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu)

Dari sini kita mengetahui bahwa mencintai para sahabat Nabi dan memuliakan mereka merupakan perkara yang sangat mendasar di dalam agama Islam. Allah telah memuji mereka dan meridai mereka dan menjadikan keridaan-Nya bagi orang-orang yang mengikuti para sahabat dengan baik. Allah Ta’ala mengetahui apa yang ada di dalam hati para sahabat itu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

آيَةُ الإيمَانِ حُبُّ الأنْصَارِ، وآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأنْصَارِ

“Tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar, dan tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu)

Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah (wafat 321 H) berkata,

وَنُحِبُّ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا نُفَرِّطُ فِي حُبِّ أَحَدٍ مِنْهُمْ

“Dan kami (ahlusunah waljamaah) mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kami tidak melampaui batas dalam mencintai salah seorang dari mereka.” (Lihat Matan Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah no. 93)

Imam Abu Zur’ah Ar-Razi rahimahullah (wafat 264 H) berkata,

إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَنْتَقِصُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ فَاعْلَمْ أَنَّهُ زِنْدِيقٌ

“Apabila kamu melihat ada seseorang yang sengaja menjelek-jelekkan salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ketahuilah bahwa dia adalah zindik (sesat dan menyimpang).” (Lihat Al-Kifayah fi ‘Ilmi Ar-Riwayah hal. 49 oleh Al-Khathib Al-Baghdadi)

Wajib mengikuti jalan para sahabat

Imam Abu Amr Al-Auza’i rahimahullah (wafat 157 H) mengatakan, “Wajib atasmu untuk mengikuti jejak-jejak para ulama terdahulu, meskipun orang-orang menolakmu. Dan hati-hatilah kamu dari pendapat tokoh-tokoh, meskipun mereka menghiasinya dengan ucapan-ucapan yang indah.” Yang dimaksud mengikuti jejak pendahulu di sini adalah dengan mengikuti jalan para sahabat dan para pengikut setia mereka. Karena jalan mereka itu dibangun di atas Al-Kitab dan As-Sunnah (Lihat keterangan Syekh Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Lum’atil I’tiqad, hal. 44)

Di dalam surah Al-Fatihah kita berdoa kepada Allah,

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦

“Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus.”

Siapakah orang-orang yang berjalan di atas jalan yang lurus itu?

Allah Ta’ala berfirman,

صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Yaitu, jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka.”

Siapakah yang dimaksud ‘orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah’ itu? Mereka itu adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam ayat,

مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ

“Yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada’, dan orang-orang saleh.” (QS. An-Nisa’: 69) (Lihat transkrip Manhaj Salafish Shalih wa Hajatul Ummah ilaih oleh Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, hal. 7-8)

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Jalan orang-orang yang Engkau berikan nikmat kepada mereka. Mereka itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Dan anda setiap rakaat selalu berdoa kepada Allah untuk memberikan petunjuk kepada jalan mereka itu.” (Lihat Tafsir Ayat minal Qur’anil Karim, hal. 17)

Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Maka, mereka itulah teladan bagi umat ini. Dan manhaj mereka itu adalah jalan yang mereka tempuh dalam hal akidah, dalam hal muamalah, dalam hal akhlak, dan dalam segala urusan mereka. Itulah manhaj yang diambil dari Al-Kitab dan As-Sunnah karena kedekatan mereka dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena kedekatan mereka dengan masa turunnya wahyu. Mereka mengambilnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka, mereka itu adalah sebaik-baik kurun, dan manhaj mereka adalah manhaj yang terbaik.” (Lihat Manhajus Salafish Shalih wa Hajatul Ummah ilaih, hal. 2-3)

Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah juga menasihatkan, “Dan tidak mungkin mengikuti mereka dengan baik, kecuali dengan cara mempelajari mazhab mereka, manhaj mereka, dan jalan yang mereka tempuh. Adapun semata-mata menyandarkan diri kepada salaf atau salafiyah tanpa disertai pemahaman tentang hakikat dan manhajnya, maka hal ini tidak bermanfaat sama sekali. Bahkan, bisa jadi justru menimbulkan mudarat. Oleh sebab itu, harus mengenal hakikat manhaj salafush shalih.” (Lihat Manhajus Salafish Shalih wa Hajatul Ummah ‘ilaih, hal. 3)

Demikian sedikit kumpulan tulisan dan faedah yang Allah berikan kemudahan bagi kami untuk menyusunnya. Semoga Allah Ta’ala berikan taufik kepada kita untuk mengamalkan kebenaran dan istikamah di atasnya hingga ajal menjemput. Wallahul musta’aan.

***

Yogyakarta, 13 Muharram 1445 H

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86807-mencintai-para-sahabat-nabi.html

Agar Mendapatkan Berkah Air Zamzam, Bacalah Doa Ini Ketika Minum Air Putih

Artikel ini akan membahas tentang agar mendapatkan berkah air zamzam, maka bacalah doa ini ketika minum air putih. Kita yang hidup di Indonesia pastinya tidak bisa minum air zamzam setiap hari. Hanya di waktu tertentu saja kita bisa minum air zamzam, misalnya ketika ada orang pulang dari Mekah dan Madinah setelah melaksanakan ibadah haji atau umrah. Yang biasa kita minum setiap hari adalah air putih. 

Meski kita tidak bisa minum air zamzam setiap hari, namun kita bisa mendapatkan keberkahan dan keutamaan air zamzam setiap kali kita minum air putih. Caranya adalah apabila kita hendak minum air putih, maka kita membacakan air putih tersebut dengan doa berikut;

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا ماءُ، مَاءُ زَمْزَمَ يُقْرِئُكَ السَّلاَمَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الشَّرَابَ مِنْ زَمْزَمَ

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamualaika yaa maa-u, maa-u zamzama yuqri-ukas salaam. Alloohummaj’al hadzasy syarooba min zamzama.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Salam atasmu wahai air. Air zamzam menyampaikan salam padamu. Ya Allah, jadikanlah minuman ini dari air zamzam.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Kaafi berikut;

فائدة: ذكر الحبيب محمد بن علي الجنيد رحمه الله في فوائده: اذا اردت ان تشرب فقل قبل ذلك: بِسم الله الرحمن الرحيم السلام عليك يا ماء، ماء زمزم يقرئك السلام اللهم اجعل هذا الشراب من زمزم فاذا قلت ذلك فكانك شربت من زمزم

Faidah; Habib Muhammad bin Ali Al-Junaid-semoga Allah merahmatinya- mengatakan dalam kitab Fawaidnya; Jika kamu hendak minum air, maka bacalah doa ini sebelumnya; ‘Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamualaika yaa maa-u, maa-u zamzama yuqri-ukas salaam. Alloohummaj’al hadzasy syarooba min zamzama.’ Jika kamu mengucapkan doa tersebut, maka seakan-akan kamu minum dari air zamzam. 

Sejatinya minum air zamzam memiliki manfaat dan keagungan yang cukup besar. Sebagaimana hadist riwayat Imam Ad-Daruqutni;

وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ، إنْ شَرِبْتَهُ تَسْتَشْفِي بِهِ شَفَاكَ اللَّهُ، وَإِنْ شَرِبْتَهُ يُشْبِعُكَ أَشْبَعَكَ اللَّهُ بِهِ، ‌وَإِنْ ‌شَرِبَتْهُ ‌لِقَطْعِ ‌ظَمَئِكَ ‌قَطَعَهُ ‌اللَّهُ وَهِيَ هَزْمَةُ جِبْرِيلَ وَسُقْيَا إسْمَاعِيلَ.» رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ.

Artinya; “Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Air Zam-Zam sesuai dengan niat ketika meminumnya. Bila engkau meminumnya untuk obat, semoga Allah menyembuhkanmu.

Bila engkau meminumnya untuk menghilangkan dahaga, semoga Allah menghilangkannya. Air Zam-Zam adalah galian Jibril, dan curahan minum dari Allah kepada Ismail.” (HR. Ad-Daruqutni).

Demikian penjelasan terkait agar mendapatkan berkah air zamzam, bacalah doa ini ketika minum air putih. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Hukum Pembuatan Patung Manusia dan Tugu Peringatan menurut Ulama

ISLAM mencegah umatnya melakukan tindakan dan praktik yang memiliki unsur syirik (mempersekutukan Allah Swt) dan menyerupai praktik jahiliyah. Islam juga melarang tindakan membangun, mengukir atau memahat segala bentuk patung berbentuk manusia atau hewan untuk tujuan ibadah, peringatan atau sebagainya.

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah ﷺ yang mengharamkan hal tersebut, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah RA, beliau bersabda, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ المُصَوِّرُونَ

Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang-orang yang suka menggambar.” (HR: Bukhari, 5950).

Diantaranya hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

إنَّ الَّذينَ يصنَعونَ هذِه الصُّوَرَ يعذَّبونَ يومَ القيامةِ ، يقالُ لَهم : أحيوا ما خلقتُمْ

“Orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bernyawa), akan diadzab di hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka: ‘hidupkanlah apa yang kalian buat ini.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, jika konstruksi (bangunan) tanda peringatan hanya berisi ukiran nama dan bentuk selain manusia dan hewan, hal itu diperbolehkan selama tidak ada pemborosan dan tindakan yang dapat mempengaruhi iman seperti unsur-unsur ibadah dan praktik lain yang bertentangan dengan syariat.

Sebelum ini, keputusan Dewan Muzakarah ke-86 Komite Fatwa Dewan Nasional untuk Urusan Agama Islam Malaysia yang diselenggarakan pada tanggal 21 – 23 April 2009, yang membahas Undang-Undang tentang Pembangunan Monumen Peringatan untuk Angkatan Bersenjata memutuskan, bahwa hukum mengunjungi taman peringatan (memorial) diperbolehkan asalkan tidak ada bentuk patung yang menyerupai manusia atau hewan.

Selain itu, tidak boleh ada unsur ibadah, pemujaan dan syirik, dan praktik lain yang bertentangan dengan syara’. Jika terdapat unsur seperti itu, maka umat Islam dilarang mengunjunginya berdasarkan keputusan Majelis Muzakarah Panitia Fatwa Nasional ke-86.

Imam Nawawi berkata:

قالَ أصْحابُنا وغَيْرُهُمْ مِنَ العُلَماءِ تَصْوِيرُ صُورَةِ الحَيَوانِ حَرامٌ شَدِيدُ التَّحْرِيمِ وهُوَ مِنَ الكَبائِرِ لِأنَّهُ مُتَوَعَّدٌ عَلَيْهِ بِهَذا الوَعِيدِ الشَّدِيدِ المَذْكُورِ فِي الأحادِيثِ

“Ulama dari madzhab kami (Madzhab Syafi’i) dan selain mereka mengatakan bahwa menggambar makhluk bernyawa sangat diharamkan dan termasuk dosa besar, karena pelakunya diberi ancaman yang tegas dalam banyak hadits.” (Syarah Shahih Muslim, 14/81).

Syeikh Yusuf Al-Qaradhawy dalam buku “Pasang Surut Gerakan Islam, (Media Dakwah, 1982) membagi hukum patung, gambar dan membuatnya ke dalam sembilan kategori;

Pertama, untuk pembuat patung tiga dimensi (mujassim), maka ia lebih berdosa. Begitu juga semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Kedua, tingkatan di bawahnya lagi dalam segi dosa adalah orang yang membuat patung bukan untuk disembah akan tetapi dimaksudkan untuk menyerupai ciptaan Allah yakni ia mengaku bahwa ia berkreasi dan mencipta sebagaimana Allah menciptakan sesuatu. Ia dianggap kufur. Kelompok kedua ini sangat tergantung dari niat pembuatnya itu sendiri.

Ketiga, tingkatan di bawahnya lagi adalah membuat patung bukan untuk disembah tetapi untuk diagungkan. Seperti patung raja, presiden, pemimpin, tokoh, dan lainnya dengan tujuan diabadikan dan biasanya diletakkan di alun-alun, pusat kota, dan lainnya. Sama saja bentuk patungnya sempurna atau separuh.

Keempat, tingkatan dosa di bawahnya lagi adalah patung yang tidak bertujuan untuk disucikan juga tidak untuk dimuliakan. Ulama sepakat atas keharamannya kecuali dua yaitu.

1). Yang tidak terhina seperti mainan anak-anak,

2). Sesuatu yang dimakan seperti patung manisan.

Kelima, tingkatan dosa di bawahnya lagi adalah gambar makhluk bernyawa (bukan tiga dimensi) yakni lukisan dari figur yangdiagungkan seperti lukisan hakim, pemimpin, dan lainnya.

Khususnya apabila diletakkan di suatu tempat atau digantung di dinding. Keharaman itu akan lebih besar apabila lukisan kalangan dzalim dan fasiq karena mengagungkan mereka sama dengan merusak Islam.

Keenam, tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar (bukan tiga dimensi) makhluk bernyawa yang tidak dimuliakan akan tetapi dianggap termasuk memamerkan kemewahan seperti lukisan untuk menutupi dinding. Ini hukumnya makruh saja.

Ketujuh, adapun gambar bukan makhluk bernyawa seperti pohon, laut, perahu, gunung dan pemandangan alam lainnya, maka tidak ada dosa bagi orang yang melukisnya atau memilikinya selagi tidak memalingkannya dari ketaatan atau tidak menyebabkan pamer kemewahan, maka kalau begini hukumnya makruh.

Delapan, fotografi (shuwar al-syamsiyah) maka hukum asalnya adalah boleh selagi fotonya tidak ada unsur keharaman di dalamnya. Contoh yang haram seperti penuhanan yang bersifat agama, atau pengagungan duniawi. Terutama apabila yang diagungkan itu adalah orang kafir dan fasiq (pelaku dosa).

Sembilan, patung dan gambar yang diharamkan apabila dihinakan maka statusnya berpindah dari haram menjadi halal. Seperti gambar yang ada di lantai (jadi keset, tikar, atau keramik lantai) yang terinjak kaki atau sandal.

Para ulama memberi 5 persyaratan tentang keharaman gambar / patung :

  1. Berbentuk manusia atau hewan
  2. Berbentuk sempurna, tidak dibikin pengurangan anggota tubuh dengan bentuk yang menghalangi untuk hidup. Seperti terpotong kepalanya, terpotong sebagian kepalanya, perutnya, dadanya, dilubangi perutnya, memisah anggota-anggota tubuh menjadi dua bagian.
  3. Gambar/gambarnya terletak pada tempat yang diagungkan, bukan pada tempat yang direndahkan dengan terinjak atau terhinakan.
  4. Adanya bayangan bagi gambar/patung tersebut yang terlihat secara jelas. (Yang dimaksud adalah berbentuk 3 dimensi)
  5. Bukan diperuntukkan bagi anak perempuan.

Jika salah satu syarat dari 5 (lima) tidak ada maka termasuk hal yang  diperselisihkan hukumnya di kalangan para ulama. Namun meninggalkan untuk hal yang diperselisihkan itu lebih wara’ dan lebih hati-hati.

Jika terpenuhi kelima syarat tersebut maka wajib untuk ditinggalkan dan diingkari dengan pelarangan / pencegahan. (Majmû Fatâwâ wa Rosâil lil Imam as-Sayyid Alwiy al-Malikiy al-Hasaniy, al-maulûd 1328 H wal-mutawaffâ 1391 H. Halaman 213-214).*

HIDAYATULLAH

Masjid di Singapura Tangguhkan Zakat yang Mencurigakan 

Singapura telah menangguhkan sementara semua jenis zakat.

Sebuah masjid di Serangoon North Avenue 2, Singapura, telah menangguhkan sementara semua jenis zakat setelah terdeteksi ada transaksi atau aliran dana yang mencurigakan.

Penangguhan ini diberlakukan setelah Dewan Agama Islam Singapura (Muis) mendeteksi adanya transaksi zakat yang mencurigakan, yang melibatkan pembayaran tunai oleh anggota masyarakat di Masjid Al-Istiqamah selama pemeriksaan rutin.

“Sebuah laporan polisi telah dibuat,” kata dewan, dilansir dari Straits Times pada Rabu (16/8/2023).

Muis mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa anggota jamaah yang ingin memenuhi kewajiban zakat mereka dapat melakukannya secara digital melalui kios swalayan SalamSG Pay di masjid, atau online melalui www.zakat.sg.

Sedangkan mereka yang ingin memenuhi kewajiban zakat mereka dengan cara tunai dapat melakukannya di konter masjid lain di sekitarnya, seperti Masjid Muhajirin di Toa Payoh, Masjid Al-Muttaqin di Ang Mo Kio dan Masjid En-Naeem di Hougang.

Dewan mengatakan, Muis ingin menegaskan kembali bahwa sistem zakat yang kuat dan mampu mendeteksi perbedaan, yang menunjukkan kemungkinan kesalahan.

“Petugas dan pengawas zakat kami menjalani beberapa sesi pelatihan untuk dilengkapi sepenuhnya dengan keterampilan yang tepat untuk mengoperasikan sistem dan dibiasakan dengan prosedur operasi standar ketika berhadapan dengan transaksi digital dan tunai dari publik,” kata Dewan.

Saat ini, dewan sedang menunggu hasil penyelidikan polisi. Disamping itu pihaknya akan kembali meninjau prosedur operasi standar saat ini dan, jika perlu, menerapkan langkah-langkah tambahan untuk lebih memperkuat sistem dan proses zakat.

Sumber:

https://www.straitstimes.com/singapore/serangoon-north-mosque-temporarily-suspends-over-the-counter-zakat-after-suspicious-transactions-detected

6 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah

KITA perlu kekuatan untuk selesaikan masalah. Kekuatan apa saja?

Hidup  ini tak akan pernah terlepas dari sebuah masalah. Setiap orang memiliki tingkatan masalah yang berbeda-beda.

Tak hanya itu, tingkat kedekatan seseorang dengan Allah pun berbeda-beda. Ketika hubungan seseorang dengan Allah tidaklah terlalu baik, maka yang akan muncul adalah pengharapan seseorang terhadap manusia bahkan benda-benda yang dikeramatkan. Naudzubillah.

Saudara, daripada menyandarkan permasalahan kita kepada orang yang belum tentu bisa membantu kita menyelesaikan masalah kita (apalagi kepada benda-benda), lebih baik renungkan enam kekuatan yang bisa kita lakukan ketika mempunyai masalah berikut ini:

1 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan iman

Ingat hal yang satu ini, keajaiban dan kuasa Allah, hanya berlaku buat mereka yang percaya akan adanya keajaiban dan kuasa Allah itu sendiri. Maka, jadi manusia yang serba terbatas kemampuannya, jangan pernah lepas iman di dada.

Adapun 4 kondisi iman yang perlu kita tumbuhkan pada saat mempunyai masalah adalah iman bahwa Allah yang senantiasa mengampuni dosa kita. Iman bahwa Allah Maha melihat dan tidak meninggalkan hambaNya. Iman bahwa Allah selalu bersedia membantu. Iman bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

2 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan keyakinan dan kepercayaan diri

Saudara, dua hal yang berbeda antara orang-orang yang berhasil (termasuk berhasil keluar dari kemelut hidupnya) dengan yang tidak berhasil, kebanyakan terletak di dua hal ini; berbeda keyakinan dan kepercayaan dirinya.

Orang-orang yang berhasil, memiliki tingkat keyakina dan kepercayaan diri yang mengagumkan. Pada gilirannya, kekuatan kepercayaan diri dan keyakinan (dalam hal ini kepercayaan dan keyakinan untuk bisa menyelesaikan dan menghadapi masalah), akan memberikan kekuatan tersendiri. Bahkan kadangkala membangkitkan sebuah kekuatan yang semula tidak muncul. Seperti keberanian menghadapi masalah.

Tumbuhkan kepercayaan diri dan keyakinan yang tinggi, supaya aura positif mengalir hangat ke seluruh tubuh dan mempengaruhi pola pikir dan gerak. Hasilnya, lebih segera dan lebih bertenaga.

3 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan pemikiran positif

Saudara, kadang kita merusak diri kita sendiri dengan mengembangkan pemikiran negatif. Seseorang yang sakit, akan bertambah sakit, bila ia berpikir cepat mati dan lama sembuh.

Orang yang punya hutang, akan tambah stres, bila ia menghukum dirinya sendiri dengan berpikir yang jelek-jelek seperti akan cacat nama dan takut dimarahi. Kembangkan selalu kepositifan dalam berpikir.

Jangan pernah berpikir yang jelek-jelek. Jangan pernah. Sebab, kalau ia dibiarkan tumbuh dan berkembang, ia akan menjajah badan dan pikiran kita.

4 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan perubahan

Allah senang membantu hambaNya yang mau berubah; dari sikap buruk ke sikap yang baik, dan dari sikap hidup orang yang hina jadi bersikap layaknya orang yang mulia.

Untuk mendapatkan pertolongan Allah, niatkan untuk segera berubah, dan bersegeralah mengubah diri! Awali dengan muhasabah (intropeksi) terhadap perilaku salah kita, kemudian mulailah mengubah hal-haal yang paling mudah yang bisa kita ubah.

Jangan tunggu perbaikan akan datang sempurna. Sebab tanpa memulai kita akan tetaap jalan di tempat, tanpa mengubah apapun. Kiat 3M dari Aa Gym, sangat layak kita jalankan sehubungan dengan manajemen perubaha diri; mulai dari hal yang terkecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang.

5 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan sedekah

Sedekah memiliki kekuatan membersihkan diri. Yaitu membersihkan diri dari kotoran-kotoran hati. Kalau kita sudah bersih, rahmat Allah akan mudah datang menghampiri, sebab Allah suci, tidak suka Dia dengan yang kotor.

Bersedekah adalah salah satu jalan menyucikan diri. Supaya jangan ada yang menghambat jalan kita mencari solusi bagi permasalahan yang kita hadapi.

6 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan doa dan kepasrahan

Akhirnya saudara, kita hanya manusia yang bahkan untuk kekuatan berikhtiar saja kita tidak punya, kecuali Allah mengizinkan kita melakukan ikhtiar. Dan apalah kita, manusia dengan segala keterbatasan kita, kalau kita tiada mau berdoa dan tiada mau memasrahkan kepada Allah Sang Maha.

Mudah-mudahan Allah berkenan memberikan kita kekuatan di kala kita lemah dan tidak berdaya, dan semoga pula Allah menjadikan kita sebagai bagian dri orang-orang yang pantas diberi-Nya pertolongan dan rahmat, aamiin. Kepada Allah lah segala urusan berpulang. []

Sumber: Mencari Tuhan yang Hilang/Ust. Yusuf Mansur/Zikrul Media Intelektual

Malam Itu, Imam Syafi’i Tidak Tahajjud, Kenapa?

PUTRI Imam Ahmad bin Hanbal terkejut. Ia yang sejak ba’da Isya’ mengamati kamar Imam Syafi’i tidak melihat ulama tersohor itu keluar kamar untuk shalat tahajjud. Tidak pula mengambil wudhu. Imam Syafi’i baru terlihat keluar dari kamar tamu ketika adzan Subuh berkumandang.

Selain itu, ada hal-hal ganjil lain yang dilihatnya dari tamu ayahnya itu. “Wahai ayah, apakah beliau adalah Imam Syafi’i yang kau ceritakan itu?” tanyanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal.

“Iya,” jawab sang ayah, singkat.

“Aku perhatikan ada tiga hal yang ganjil. Ketika kita hidangkan makanan, ia banyak makan. Ia tidak menunaikan shalat tahajud. Lalu ketika shalat Subuh, ia tidak berwudhu.”

Imam Ahmad bin Hanbal pun kemudian menyampaikan hal tersebut kepada Imam Syafi’i.

“Wahai Imam Ahmad, aku banyak makan karena aku tahu bahwa makanan yang engkau hidangkan pasti makanan halal dan engkau adalah orang yang dermawan. Tak ada keraguan sedikitpun akan hal itu. Makanan halal yang diberikan orang dermawan adalah obat. Aku makan banyak bukan untuk mengenyangkan perutku, tetapi untuk menjadikannya sebagai obat untuk diriku,” terang Imam Syafi’i.

Nyatalah, beliau bukanlah seorang yang banyak makan. Bukan orang yang suka memenuhi perutnya dengan makanan.

“Semalam aku memang tidak menunaikan shalat tahajud. Sebabnya, ketika aku hendak tidur, aku melihat seakan-akan Al Qur’an dan hadits terpampang di depan mataku. Aku pun menghabiskan malam dengan melakukan istinbath hukum. Alhamdulillah, tujuh puluh dua masalah Fiqih dapat kuselesaikan dalam semalam. Insya Allah semuanya bermanfaat bagi kaum muslimin.”

Masya Allah… inilah ulama besar yang sangat memperhatikan urusan umat Islam, hingga semalam suntuk tidak tidur demi memberikan solusi dan kemanfaatan.

“Adapun mengapa aku shalat Subuh tanpa terlihat mengambil air wudhu, karena semalaman mataku terjaga dan tidak ada sesuatu yang membatalkan wudhuku,” pungkas Imam Syafi’i.

Jawaban ini membuat Imam Ahmad bin Hanbal semakin mengagumi gurunya itu. Jawaban ini juga membuat putri Imam Ahmad bin Hanbal merasa malu telah memiliki prasangka yang bukan-bukan terhadap imam agung tersebut. Namun tanpa pertanyaannya, mungkin seluruh dunia tidak pernah tahu kisah ini.

Kini saatnya kita bertanya pada diri kita. Jika kita suatu ketika –atau bahkan terbiasa- banyak makan, adakah alasan lain atau hanya untuk memenuhi syhawat perut kita? Sebab banyak makan karena syahwat perut akan membuat kita banyak tidur, malas ibadah dan akhirnya banyak masalah.

Karenanya Rasulullah mengajarkan umatnya untuk tidak memenuhi perut dengan makanan; melainkan sepertiganya untuk makanan, sepertiganya untuk air, dan sepertiganya untuk udara.

Jika Imam Syafi’i tidak menunaikan shalat tahajud karena sedang melakukan istinbath hukum, menjawab dan menulis tujuh puluh dua masalah Fiqih demi kemaslahatan umat, adakah alasan kita ketika kita tidak shalat tahajud? Atau jangan-jangan, kita terbiasa tidak shalat tahajud tanpa alasan?! Astaghfirullah. []

SUMBER: WAKID YUSUF

Ini Dua Keutamaan Minum dengan Tiga Kali Nafas

Dalam Islam, selain dianjurkan untuk minum dalam keadaan duduk, juga dianjurkan minum dengan tiga kali nafas atau tiga kali tegukan. Meski minum dengan sekali nafas atau sekali tegukan adalah boleh, namun lebih baik minum dengan tiga kali nafas. Berdasarkan beberapa riwayat, setidaknya ada tiga keutamaan minum dengan tiga kali nafas.

Pertama, minum dengan tiga kali nafas lebih bisa menghilangkan haus, lebih menyehatkan dan lebih sehat pada pencernaan. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Imam Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَنَفَّسُ فِي الشَّرَابِ ثَلَاثًا ، وَيَقُولُ : إِنَّهُ أَرْوَى وَأَبْرَأُ وَأَمْرَأُ

Artinya; Rasulullah Saw bernafas ketika minum tiga kali dan beliau berkata; Cara minum seperti ini lebih menghilangkan haus, lebih menyehatkan dan lebih dicerna.

Kedua,  air yang diminum akan membaca tasbih dan mendoakan kebaikan untuk orang meminumnya. Ini dengan catatan apabila minum dengan tiga kali nafas atau tiga kali tegukan disertai membaca basmalah dan hamdalah dalam setiap kali tegukan. 

Untuk tegukan pertama, ketika hendak minum membaca basmalah, lalu bernafas dan membaca hamdalah, kemudian untuk tegukan kedua membaca basmalah, lalu bernafas dan membaca hamdalah, dan untuk tegukan ketiga membaca basmalah, lalu membaca hamdalah. 

Ini sebagaimana riwayat yang disebutkan dalam kitab Biharul Anwar berikut;

عن أبي عبد الله قال: إذا شرب أحدكم الماء فقال: بسم الله ثم شرب، ثم قطعه فقال: الحمد لله، ثم شرب فقال: بسم الله، ثم قطعه فقال: الحمد لله، ثم شرب فقال: بسم الله ثم قطعه فقال: الحمد لله، سبح ذلك الماء له ما دام في بطنه إلى أن يخرج.

Dari Abu Abdillah, dia berkata; Jika salah seorang dari kalian minum air lalu membaca ‘bismillah’ dan kemudian minum, kemudian memutusnya dan membaca ‘alhamdulillah’, minum lagi dan membaca ‘bismillah’ kemudian memutusnya dan membaca ‘alhamdulillah’, minum lagi dan membaca ‘bismillah’ kemudian memutusnya dan membaca ‘alhamdulillah’, maka air yang diminum membaca tasbih untuknya selama masih berada di dalam perutnya hingga keluar. 

Demikian penjelasan terkait ini dua keutamaan minum dengan tiga kali nafas. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Istri Yang Tidak Bersyukur Dibenci Oleh Allah

Istri yang shalihah, banyak bersyukur kepada Allah kemudian bersyukur kepada suaminya. Seorang suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya sesuai kemampuannya. Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya:

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً .

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath Thalaq: 7).

Jika suami tidak bisa memberikan nafkah kecuali sedikit saja, disebutkan dalam ayat ini, “Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya”. Maka ia tidak dibebani untuk memberikan nafkah dengan nominal tertentu yang terkadang itu di luar kemampuannya. Maka hendaknya ia bersabar atas sempitnya rezeki.

Demikian juga sang istri, hendaknya ia qana’ah (merasa cukup dengan rezeki yang Allah berikan) dan bersyukur kepada Allah ta’ala, serta juga bersyukur kepada suami bagaimana pun keadaan nafkah yang diberikan suaminya. Karena Allah ta’ala, membenci istri yang tidak bersyukur kepada pemberian suaminya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا ينظرُ اللَّهُ إلى امرأةٍ لا تشكُرُ لزوجِها وَهيَ لا تستَغني عنهُ

Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan ia tidak merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya” (HR. An Nasa’i no. 9086, Al Baihaqi dalam Sunanul Kubra [7/294], dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no. 1944).

Makna Allah tidak akan melihat mereka maksudnya mereka mendapat murka dari Allah. Ath Thabari menjelaskan:

ولا ينظر إليهم، يقول: ولا يعطف عليهم بخير، مقتًا من الله لهم

“[Allah tidak melihat mereka] maksudnya Allah tidak memberikan kasih sayang berupa kebaikan kepada mereka, dan mereka mendapat murka dari Allah” (Tafsir Ath Thabari, 6/528).

As Sam’ani juga menjelaskan:

{وَلَا ينظر إِلَيْهِم يَوْم الْقِيَامَة} يَعْنِي: لَا ينظر إِلَيْهِم بِالرَّحْمَةِ

“[Allah tidak memandang mereka di hari kiamat] maknanya Allah tidak memandang mereka dengan pandangan rahmah” (Tafsir As Sam’ani, 334).

Dan sifat kurang bersyukur kepada suami, merupakan hal yang banyak terjadi pada diri wanita, sehingga membuat mereka menjadi mayoritas penduduk neraka. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أكْثَرُ أهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ قيلَ: أيَكْفُرْنَ باللَّهِ؟ قالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، ويَكْفُرْنَ الإحْسَانَ، لو أحْسَنْتَ إلى إحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شيئًا، قالَتْ: ما رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

Diperlihatkan kepadaku neraka, dan aku melihat kebanyakan penduduknya adalah wanita”. Para wanita bertanya: “apakah karena mereka kufur kepada Allah?”. Nabi menjawab: “Karena mereka kufur kepada suami mereka dan kufur kepada kebaikan suami mereka. Jika engkau para suami, berlaku baik kepada istri kalian sepanjang waktu, kemudian sang istri melihat satu keburukan dari dirimu, maka sang istri akan mengatakan: aku tidak pernah melihat kebaikan dari dirimu” (HR. Bukhari no. 29, Muslim no. 907).

Maka bagi para istri hendaknya bersyukur dengan apa yang diberikan suami dan tidak banyak menuntut serta merasa cukup dengan rezeki Allah yang diberikan melalui suaminya.

Semoga Allah memberi taufiq.

**

Penulis: Yulian Purnama

© 2023 muslimah.or.id
Sumber: https://muslimah.or.id/11448-istri-yang-tidak-bersyukur-dibenci-oleh-allah.html

Muslimah Rajin Shalat Tapi Tidak Menutup Aurat, Bagaimana Menurut Islam?

Di zaman ini, banyak wanita yang masih ragu-ragu untuk menutup auratnya dengan berbagai macam alasan. Ada yang beralasan ragu, belum siap lah, nanti saja, “jilbabkan hati dulu”, dan seterusnya.

Pertama, kewajiban jilbab bagi wanita muslimah merupakan bagian dari al-ma’lum min ad-din bidh-dharurah, suatu yang tidak dipertentangkan lagi kewajibannya. Sama halnya dengan shalat, puasa, haji, dll karena ia didukung dengan dalil kuat dan qath’i, baik dari al-Qur’an dan as-Sunnah, serta telah menjadi ijma’ ulama akan kewajibannya.

Kedua, kewajiban-kewajiban yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan tidak berkonotasi saling menggantikan satu sama lainnya. Orang rajin menunaikan shalat tidak bermakna dia boleh untuk tidak puasa, atau nilai pahala shalatnya dapat menutupi dosa tidak puasanya. Karena itu, wanita yang rajin melakukan shalat tapi tidak memakai jilbab, nilai shalatnya tidak dapat menghapus dosa tidak memakai jilbab. Dalam artian, ia tetap berdosa karena belum mau mengikuti syariat memakai jilbab.

Salah satu tanda diterimanya shalat dan puasa adalah munculnya pengaruh ibadah tersebut dalam bersikap maupun bertutur kata. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah swt bersabda: “Sesungguuhnya aku hanya menerima shalat dari seseorang yang merendahkan dirinya dalam shalatnya karena kebesaran-Ku, tidak mencemarkan nama baik ciptaan-Ku, tidak terus menerus bermaksiat kepada-Ku, memanfaatkan waktu siang untuk mengingat-Ku, mengasihi orang-orang miskin, ibnu sabil dan janda-janda, serta mengasihi orang yang terkena musibah” (HR. Al-Bazzar)

Allah swt berfirman dalam QS al-‘Ankabut: 45,

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Dan laksanakan shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar.

Jika shalat belum menjadikan seseorang menutup aurat yang diperintahkan oleh Allah swt, maka itu menunjukkan bahwa dia mengerjakan shalat hanya secara lahiriyah saja dan kosong dari rasa takut dan khusyu’.

Diceritakan kepada Nabi saw tentang seorang perempuan yang banyak mengerjakan shalat dan puasa namun dia gemar menyakiti tetangganya, maka Nabi saw bersabda: “Tidak ada kebaikan padanya, dia di neraka”.

Bagaimanapun itu, jika ibadah dikerjakan dengan sah disertai khusyu’ dan ikhlas, maka masih ada harapan untuk diterima oleh Allah swt. Jika seorang perempuan masih belum menutup auratnya dengan hijab, artinya dia belum sepenuhnya mematuhi perintah Rabb-nya. Jika demikian, maka dia akan mendapat hukuman dari kemaksiatannya tersebut selama dia belum bertaubat.

Allah swt berfirman dalam QS an-Nisa: 48

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

Sesungguhnya Allah swt tidak mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni (dosa) yang selain (syirik) bagi siapa yang Dia kehendaki.

Bagi kita para perempuan, hendaknya tidak berlarut-larut dalam kemaksiatan karena kita tidak pernah tau apakah kita termasuk orang-orang yang dikehendaki Allah swt untuk mendapat ampunan atau tidak.

Hendaknya juga kita bertaubat dengan taubatan nasuha setelah melakukan maksiat dengan berlandaskan pada rasa sesal terhadap kesalahan setelah berlepas darinya serta bertekad untuk tidak kembali mengulanginya.

Allah swt berfirman dalam QS Thaha: 82,

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ

Dan Sesungguhnya aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.

Selama masih ada kebaikan, ketaatan, dan amal shalih di dalam diri serang muslimah maka masih ada harapan baginya untuk mengembalikan diri pada kebaikan yang dituntut oleh Allah swt dan menjauhkan diri dari kemaksiatan. Wallahu A’lam bis Shawab.

BINCANG MUSLIMAH

Refleksi Kemerdekaan RI ke-78: Mengenang Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir, Seorang Ulama Pejuang

Abdul Kahar Mudzakkir pernah menjadi anggota BPUPKI, dan anggota Tim Sembilan perumus Piagam Jakarta. Nama tokoh yang masih memiliki hubungan dengan KH. Munawwir (PP Al-Munawwir, Krapyak) ini banyak ‘dipinggirkan’ dalam catatan sejarah SOSOKNYA mungkin tak seterkenal Mohammad Hatta, Ir. Soekarno, Mohammad Yamin, dan para tokoh pendiri bangsa (founding fathers) lainnya. Apalagi, dalam buku-buku pelajaran sejarah di sekolah, namanya nyaris tak terdengar.

Abdul Kahar Mudzakkir pernah menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan anggota Tim Sembilan yang merumuskan dan menandatangani Piagam Jakarta 22 Juni 1945.

Abdul Kahar bin Kiai Mudzakkir bin Kiai Abdullah Rosyad bin Kiai Hasan Bashari, adalah tokoh Muhammadiyah kelahiran Yogyakarta, 16 April 1907. Buku Muhammadiyah, 100 Tahun Menyinari Negeri (2013) mencatat bahwa dia seorang saudagar yang tumbuh dan besar di Kota Gede, kota para ulama.

Ayahnya seorang guru agama di Masjid Gede Jogjakarta, sekaligus seorang pengusaha. Pamannya, KH. Munawwir, adalah pendiri Pesantren Al-Munawwir di Krapyak, Yogyakarta.

Pamannya yang lain, H Muchsin, adalah saudagar paling kaya di Kota Gede, sebelum meletusnya revolusi. H. Muchsin inilah yang membiayai Abdul Kahar Muzakir untuk belajar ke Saudi Arabia, kemudian ke Kairo, Mesir.

Istri ketiga H. Muchsin adalah keponakan KH. Ahmad Dahlan, pendiri Persyarikatan Muhammadiyah. Inilah yang kemudian membawa H. Muchsin aktif di organisasi yang berdiri pada tahun 1912 itu.

H Muchsin yang dikenal kaya raya, membidangi urusan wakaf Muhammadiyah. Bahkan setiap tahun, tak kurang 500 gulden ia sumbangkan untuk organisasi ini.

H. Muchsin juga memiliki besan bernama Atmosudigdo, seorang yang terpandang di Kota Gede, ayah dari Saridi bin Atmosudigdo, yang kemudian hari terkenal dengan nama Haji Mohammad Rasjidi, Menteri Agama RI pertama.  Bersama Rasjidi, Abdul Kahar Muzakkir kuliah di Mesir dan aktif dalam pergerakan mahasiswa di sana era tahun 1930-an.

Selain itu, bersama Mahmud Yunus, dkk, Abdul Kahar Muzakkir juga aktif menyuarakan kemerdekaan lewat buletin “Seruan Azhar”, di saat Indonesia belum merdeka.

Selama di Mesir, mantan Rektor Magnificus yang dipilih Universitas Islam Indonesia untuk pertama kali dengan nama STI selama 2 periode 1945—1948 dan 1948—1960 ini aktif dalam pergerakan mahasiswa-mahasiswa asal Asia Tenggara untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Pahlawan Nasional yang pernah mengajar di Universitas Pesantren Islam Islam (UPI) Bangil ini rajin menulis artikel di sejumlah koran Mesir.Di antaranya Al-Balagh, Al Hayat.

Tahun 1931, mufti besar Palestina, Sayid Amin Huseini, meminta Kahar untuk hadir dalam Muktamar Islam Internasional di Palestina mewakili Asia Tenggara.

Mengenang sahabat dan juga familinya ini, H.M. Rasjidi mengatakan, “Pemuda Abdul Kahar Mudzakkir pada tahun 1930-an merupakan lambang daripada  Indonesia di Timur Tengah.”

"Abdul Kahar Mudzakkir adalah personifikasi Indonesia tahun 1930-1937 di Kairo dan Timur Tengah. Orang mengenal Indonesia, bersimpati kepada Indonesia, karena aktivitas pemuda Abdul Kahar....," demikian testimoni yang disampaikan H.M Rasjidi dalam mengenang wafatnya Abdul Kahar Mudzakkir pada tahun 1973, sebagaimana ditulis dalam Majalah Panji Masyarakat, No. 141 Tahun XV, 15 Desember 1973.

Dalam Refleksi 78 Tahun Kemerdekaan RI, umat Islam harus menyerukan: Jas Hijau! (Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama!).*/Artawijaya, penulis buku-buku sejarah

HIDAYATULLAH