Rahasia Puasa Syawal

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang artinya, “Barang siapa yang berpuasa selama bulan Ramadhan dan melanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya sama dengan puasa selama satu tahun.” (HR Muslim).

Dalam pemahaman sederhananya, hadis ini hendak menyampaikan bahwa orang Islam yang berpuasa wajib selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan puasa sunah selama enam hari pada bulan Syawal, pahalanya sama dengan orang yang puasa selama satu tahun penuh.

Pahala sebanyak itu diperoleh dari matematika agama yang menyebutkan, satu kebaikan akan dibalas sepuluh pahala oleh Allah SWT. Dengan demikian, orang yang berpuasa satu hari akan mendapat pahala sama dengan berpuasa selama sepuluh hari.

Dan akhirnya, seorang Muslim yang ber puasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan, kemudian dilanjutkan enam hari di bulan Syawal, totalnya ber puasa antara 35 atau 36 hari (ber gantung bilangan hari di bulan Ramadhan, apakah 29 hari atau 30 hari). Dengan begitu, ketika dikalikan 10, akan men jadi 350 hari atau 360 hari. Artinya, jumlah seperti itu sama dengan satu tahun dari segi pahala.

Hitung-hitungan pahala puasa seperti ini memiliki kesamaan dengan hikmah puasa dari segi kesehatan. Sebagaimana sudah maklum bahwa puasa bisa membuat anggota tubuh kita mampu beradaptasi dengan kadar terendah jumlah makanan yang ada di dalam pencernaan. Jika kadar makanan yang masuk ke pencernaan sedikit, tekanan pe rut ke dada akan berkurang sehingga per napasan menjadi teratur.

Jika pernapasan teratur, jantung akan memompa darah dengan stabil karena energi yang dibutuhkan pencernaan untuk mencerna makanan telah berkurang. Ketika pencernaan bisa mendapat waktu yang cukup untuk ber is tirahat, ia bisa memperbaiki sel-sel nya yang telah rusak dan menggantinya dengan sel-sel baru yang lebih baik.

Letak kesamaannya, ternyata satu hari puasa bisa membersihkan pencernaan dari sisa-sisa makanan selama 10 hari. Dengan demikian, ketika kita ber puasa selama satu bulan, manfaat yang dirasakan oleh pencernaan bisa sampai 300 hari. Dan untuk melengkapinya menjadi satu tahun, berarti membutuhkan waktu pembersihan pencernaan se lama 60 hari. Artinya, butuh waktu puasa lagi selama enam hari. Di sinilah urgensi puasa enam hari di bulan Sya wal, yakni sebagai pelengkap agar genap satu tahun, baik dari segi pahala mau pun dari segi kesehatan.

Mahabenar Allah SWT dan Rasul- Nya yang menyatakan melalui lisan Rasulullah SAW. “Barang siapa yang ber puasa selama bulan Ramadhan dan me lanjutkannya dengan puasa enam ha ri di bulan Syawal, maka pahalanya sama dengan puasa selama satu tahun.”

Sungguh, akan sangat merugi jika kita membiarkan kelimpahan pahala dan hikmah sehat dalam puasa enam ha ri di bulan Syawal lewat begitu saja tan pa kita perhatikan dan pergunakan se baik-baiknya. Sementara dalam prak tik nyatanya, belum tentu kita mampu ber puasa selama satu tahun penuh.

 

Oleh: Abdul Syukur

sumber: Republika Online

Teguran Khalifah Harun Ar-Rasyid

Oleh: Sahrim

 

Sikap yang sepatutnya ditampilkan ketika berhadapan dengan ahli ilmu, terlebih lagi bila ahli ilmu agama adalah harus hormat (takzim), memuliakannya (ikram), dan bila perlu melayani keperluannya (khidmah). Demikianlah akhlak seorang Muslim terhadap ulama, apalagi jika ia sedang atau pernah berguru langsung padanya.

Memuliakan ahli ilmu, mengagungkannya, bahkan melayaninya merupakan sikaf para salaf. Mereka melakukan hal itu karena mengharap keberkahan ilmu sang ulama turut pula mengalir kepadanya. Seorang ulama pernah bertutur, “Jika engkau menjumpai seorang murid sangat antusias memuliakan gurunya dan menghormatinya secara zahir dan batin disertai keyakinan kepada sang guru, mengamalkan ajarannya, dan bersikap dengan perilakunya, maka pasti dia akan mewarisi barakah ilmu sang guru.”

Pada masa lampau, mereka yang memuliakan guru atau ulama bukan saja para pelajar. Namun, para pemuka bahkan khalifah dan raja-raja melakukan hal serupa. Mereka itu pun mewariskan sikap demikian kepada anak keturunannya. Iman, ilmu, dan adab memang tidak bisa diwariskan begitu saja dari orang tua ke anak, tapi harus disertai keteladanan dari orang tua sendiri.

Syaikh Az-Zarnuji dalam Ta’lim Al-Mut’allim mengisahkan, suatu saat Khalifah Harun Ar-Rasyid mengirimkan putranya kepada Imam Al-Ashma’i, salah satu ulama besar yang menguasai bahasa Arab untuk belajar ilmu dan adab. Di sebuah kesempatan Harun Ar-Rasyid menyaksikan Al-Ashma’i sedang berwudhu dan membasuh kakinya, sedangkan putra Harun Ar-Rasyid menuangkan air untuk sang guru.

Setelah menyaksikan peristiwa itu, Harun Ar-Rasyid pun menegur Al-Ashma’i atas tindakannya itu, “Sesungguhnya aku mengirimkan anakku kepadamu agar engkau mengajarinya ilmu dan adab. Mengapa engkau tidak memerintahkannya untuk menuangkan air dengan salah satu tangannya lalu membasuh kakimu dengan tangannya yang lain?”

Putra Ar-Rasyid, Al-Amin dan Al-Makmun pernah berebut sepasang sandal Syekh Al-kisa’i. Keduanya berlomba untuk memasangkan sandal syekhnya itu di kakinya, sehingga mengundang kekaguman sang guru. Syekhnya lalu berucap, “Sudah, masing-masing pegang satu-satu saja.” Ketika dewasa, Khalifah Al-Makmun juga berusaha untuk menumbuhkan sifat tawadhu kepada para putranya. Ibnu Khalikan dalam Wafayat Al-A’yan telah mencatat peristiwa yang menunjukkan betapa Khalifah Al-Makmun berpayah-payah dalam berusaha agar putra-putranya kelak dewasa dengan sifat mulia ini.

Sikap menghormati, memuliakan, dan melayani ahli ilmu saat ini sudah semakin memudar. Teori-teori pendidikan modern menyepelekan nilai-nilai positif di atas. Teori yang lahir hanya bagaimana cara menyerap ilmu, menelannya, masuk ke otak hingga membuat cepat mengerti. Sedikit pun tidak disinggung bagaimana sikap terhadap orang yang lebih tua dan sikap terhadap guru.

Pendidikan yang tidak menekankan adab dan sopan santun hanya akan mentransfer ilmu sampai ke otak saja. Ilmu itu tidak akan sampai ke hati. Ilmunya sebatas teori tanpa praktik. Alhasil, nantinya lahir insan-insan yang cuma pandai beretorika, tapi miskin aplikasi. Cerdas berdiplomasi, cerdas pula mempermalukan orang lain. Hal ini karena penekanan pada perubahan akhlak, lebih-lebih hormat kepada orang lain, terutama ahli ilmu sudah tidak dianggap prioritas lagi dalam pendidikan.

Pendidikan yang menekankan pelayanan, penghormatan, dan kepatuhan pada guru (ahli ilmu) melahirkan hubungan antarpersonal yang sangat erat. Keterikatan emosional dan spiritual antara murid dan guru akan terus terjalin meski sang murid tidak lagi duduk belajar di hadapan sang guru. Bahkan, hingga sang guru meninggal pun hubungan timbal balik itu akan selalu dikenang dan tak akan terlupakan begitu saja. Kesannya akan terus membekas hingga kapan pun.

 

sumber: Republika Online

Kisah Kedekatan KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua ormas Islam terbesar di Tanah Air. Baik NU dan Muhammadiyah sama-sama sedang menyelenggarakan perhelatan lima tahunan. Muktamar NU ke-33 digelar di Jombang pada 1-5 Agustus, dan Muktamar Muhammadiyah ke-47 dihelat di Makassar pada 3-7 Agustus.

Ternyata, pendiri NU dan Muhammadiyah memiliki keterkaitan satu sama lain. KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan sama-sama menuntut ilmu dari guru yang sama.

Berikut penjelasan di akun Facebook Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Fahmi Salim tentang sepak terjang KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan dalam menegakkan Islam di Indonesia sejak sebelum bangsa ini merdeka, yang dikutip dari Ustaz Salim A. Fillah:

Menyambut Muktamar NU dan Muhammadiyah..

Sebuah bincang tentang 4 orang murid Syaikhana Cholil Bangkalan yang akan jadi tonggak dakwah Indonesia. Dari 4 orang murid Syaikhana Cholil itu, NU, Muhammadiyah,MIAI dan Masyumi terpondasi.

1. Awal 1900-an 4 murid tamatkan pelajarannya pada Kyai Cholil di Bangkalan Madura. Menyeberangi selat, 2 ke Jombang, 2 ke Semarang.

2. Dua murid yang ke Jombang, 1 dibekali cincin (kakek Cak Nun), 1 lagi KH Romli (ayah KH Mustain Romli) dibekali pisang mas.

3. Dua murid yang ke Semarang; Hasyim Asy’ari & Muhammad Darwis, masing masing diberi kitab untuk dingajikan pada Kya Soleh Darat.

4. Kyai Soleh Darat adalah ulama terkemuka, ahli nahwu, ahli tafsir, ahli falak; keluarga besar RA Kartini mengaji pada beliau. Bahkan atas masukan Kartini-lah, Kyai Soleh Darat menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Jawa agar bisa difahami.

5. Pada Kyai Soleh Darat, Hasyim dan Darwis (yang kemudian berganti nama jadi Ahmad Dahlan) belajar tekun dan rajin,lalu ‘diusir’. Kedua sahabat itu; Hasyim Asy’ari dan Ahmad Dahlan diperintahkan Kyai Soleh Darat segera ke Mekkah untuk menlanjutkan belajar

Kemuliaan dan Keutamaan Alquran

Oleh: Ustaz Yusuf Mansur

Saya bertanya kepada santri-santri. “Kalo menaruh Alquran, di bawah apa di atas?” Santri-santri itu menjawab, “Di atas. Nggak pernah dannggak boleh di bawah.”

“Nah, jika di dada kita, di hati kita, di pikiran kita, ada Alquran, maka tentu keutamaan dan kemuliaan Alquran akan keikutan. Kita ikut-ikut mulia dan jadi yang utama.”

Saya kemudian bertanya lagi, “Apakah ada Alquran yang diinjak-injak?” Para santri tertawa. “Adaaa… Tapi oleh yang nggak seneng sama Islam.Nggak seneng sama Alqur’an.”

Saya pun menjawab, “Oh, kalau soal musuh mah, ya biar aja. Biar kuat dan seimbang hidup, dan kelihatan perjuangan, emang kudu ada musuh. Sedang orang tidur saja ada musuhnya, yakni nyamuk.”

”Apalagi orang hidup. Apalagi Islam wal muslimin. Bahkan Allah sendiri punya musuh. Tapi insyaa Allah, Allah akan jadi Pelindung dan Penolong.”

Saya lantas bercerita. Orang normal, apalagi jika ia Muslim atauMuslimah, nggak bakalan menginjak-injak Alquran.

Seseorang yang ada Alqur’an di dalam dirinya, maka ia nggak akan menginjak-injak Alquran. Baik harga dirinya, maupun kehormatannya, ikut mulia dan utama sebagaimana Alqur’an.

Alquran itu karunia Allah SWT bagi semesta alam dan sesisinya, sepanjang zaman. Lebih daripada matahari, bulan, langit, bumi, dengan segala apa yang ada di dalamnya.

Bila hanya dengan satu matahari, bila hanya dengan udara, air, pegunungan, hewan-hewan, angin, pepohonan, dan lain sebagainya di dunia ini, maka manusia sudah bisa hidup.

Sedangkan Alquran, ahsanu wa akbaru, wa a’dzomu, lebih baik, lebih besar, lebih utama dan lebih mulia. Maka hidup manusia yang diizinkan Allah bisa merasakan alquran, sungguh beruntung.

Di dalam satu hadits yang sahih, Allah SWT kemudian mengatakan lewat Rasul-Nya, Allah SWT akan mengangkat derajat satu kaum dengan alquran. Dan sebaliknya. Menghinakan yang menghinakan Alquran.

Alquran adalah Kalam Allah. Yang memuliakannya, sama saja dengan memuliakan Allah SWT. Sedangkan betapa kita bayangkan, jika kita mendapatkan surat dari Presiden, maka surat itu akan kita simpan dengan baik, termasuk berbagai surat yang lain seperti surat nikah, surat tanah, dan lain-lain surat-surat dunia. Lalu bagaimanakah lagi dengan Kalam Allah?

 

sumber: Republika Online

Alquran Sebagai Penyembuh

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG — Alquran memiliki kekuatan sebagai penyembuh atau asy-syifa. Ini merupakan salah satu mukjizat Alquran. Fajar bisa hafal 30 juz padahal ia menderita cacat otak sejak lahir. Menurut dokter yang merawatnya, fajar mengalami cacat otak karena lahir prematur.

Fajar lahir saat usia kandungan ibunya baru 6,5 bulan. Selama dia ditempatkan di inkubator, ayahnya setiap hari membaca Alquran sebanyak satu juz. Usia 3,5 tahun, Fajar baru bisa bicara, namun kata pertama yang keluar dari mulutnya adalah hafalan Alquran.

Orang tuanya tidak menyangka anaknya itu bisa berbicara apalagi yang keluar adalah hafalan Alquran. Dua tahun lalu, sebelum pindah ke Solo untuk terapi intensif, Fajar hafal 11 juz. Saat ini, dia sudah hafal 30 juz. Cita-cita Fajar bisa ke Arab Saudi dan menjadi imam Masjidil Haram.

Alfamen, seorang kawan, lain lagi kisahnya. Ia menderita kanker stadium empat. Akhirnya, ia harus keluar dari Pesantren Gontor tempat ia menuntut ilmu. Dalam keadaan super sakitnya, ia minta waktu sama Allah.

“Jangan cabut dulu nyawa saya. Saya mau ngafal Quran. Nanti saya dicabutnya setelah hafal 30 juz,” kata Alfamen dalam doanya. Ajaib. Alquran 30 juz masuk ke dalam tubuhnya dengan jalan dihafal, dan penyakit kankernya hilang. Pergi. Digantikan dengan Alquran.

Alfamen kemudian mendirikan Pesantren Hifdzil Qur’an, Daarussalaam, di Bandung Barat, Jawa Barat. Saya pernah makmum qiyaamullail di pesantren ini. Pada 2010, saat saya kisahkan ini di salah satu televisi swasta nasional, ada anak muda yang datang dari Tegal bertanya. “Benarkah kisah ini?” tanya pemuda tersebut. Ia mengatakan, bila benar, dia mau membimbing ibunya yang juga kanker payudayara parah untuk melakukan hal sama. Saya memotivasi. Alquran itu syifa, obat, bismillah.

Dua bulan berselang, pemuda itu menemui saya lagi dan mengatakan, “Ibu saya wafat.” Anak muda ini bercerita, dada ibunya seperti dijahit dengan Alquran. Setiap ayat yang dihafal oleh ibunya, seperti melahirkan kulit tambahan di dada ibunya.

Ibunya wafat dalam keadaan bersih. Dadanya nggak bolong. “Seperti tidak sakit,” katanya. Dan, yang membahagiakan, ibunya wafat dengan membawa sekitar 30 ayat dari Surah al-Baqarah. Subhanallah.

Sekitar tahun 2009, saya berceramah di ITB dan saat itu ada mahasiswa yang menuturkan kisahnya. Ia dulunya pecandu narkoba hingga pada suatu saat sakau berat. Waktu itu,  ia melihat satu buku agama yang menjelaskan tentang surah al-Mulk dan kehebatannya.

Dinyatakan dalam buku itu bahwa siapa yang membaca, menghafal, dan menjaganya dengan istiqamah maka tidak ada siksa kubur baginya. Anak muda ini ketakutan setengah mati. Takut mati dalam keadaan maksiat. Ia memohon ampun.

Dan, dalam sakitnya, ia menahan diri untuk tidak memakai narkoba. Ia lalu mengambil Alquran dan mulai menghafal surah al-Mulk. Anak muda ini sehat bugar saat berhadapan dengan saya. “Saya sekarang sudah hafal 17 juz,” kata dia.

Alquran menyelamatkannya dan menyelamatkan hidup kita semua. Itu baru baca, baru menghafal. Bagaimana kalau kemudian kita mengerti, memahami, mengamalkan, mengajarkan, dan mendakwahkan Alquran?

Heboh Video Buat Netizen di Dunia Ingin Mengenal Islam

Video ini hanya berdurasi 5 menit, namun efeknya membuat banyak non muslim terbuka pikirannya terhadap Islam.

Dream – Ramadan telah berlalu, namun cerita dibalik bulan Suci ini masih mengalir. Salah satunya adalah tayangan streaming mecca_live yang menghebohkan netizen.

Tak hanya muslim, video tentang kehidupan di dalam kota suci Mekah selama Ramadan ini membuat takjub netizen non muslim. Umumnya mereka menyatakan kekagumannya.

Video berdurasi sekitar 5 menit ini disebar lewat snapchat pada 13 Juli lalu. Namun respon netizen sampai saat ini masih terus mengalir.

Laman BBC melaporkan, sebelum video ini diunggah, banyak muslim khawatir kesakralan Mekah akan ternoda. Namun kekhawatiran itu mendadak sirna.

Ribuan orang mengucapkan terima kasih dan penghargaan pada video tersebut. Video yang tayang selama Ramadan ini dianggap telah menambah kekhusyuan Bulan Suci.

Bagi kalangan non muslim, video ini memberikan pengalaman spiritual yang berharga. Maklum, Mekah adalah kota terlarang bagi masyarakat non muslim. Mereka tak bisa leluasa melihat situasi dan ritual yang berlangsung di dalam kota tersebut.

“Saya mungkin bukan seorang muslim. Namun tayangan #Meccalive membuat saya terbawa emosi. Ini begitu indah ketika orang berbondong-bondong menjalankan agamanya,” kata seorang berakun @is_itsafe.

Tak hanya kagum, seorang netizen bahkan memutuskan untuk memeluk Islam usai menonton video tersebut.

“Saya bukan seorang muslim, namun melihat betapa indahnya #mecca_live membuat saya memutuskan untuk berpindah keyakinan. Saya akan mengucapkan syahadat besok! #allah #akbar #islam,” ujar Christoper Larson lewat akun @MisterShia.

Video ini juga sekaligus menghapus gambaran buruk Islam yang selama ini lebih banyak diperoleh dari media. Sejumlah netizen bahkan mengaku terbuka pikirannya terhadap Islam.

sumber: Dream.co

10 Keuntungan Tinggal di Arab Saudi

Arab Saudi kerap dicitrakan sebagai tempat yang mengekang kebebasan warganya terutama kaum wanita. Setidaknya, itu yang ada dalam pikiran saya sebelum ke sana, mengikuti suami yang mendapat kesempatan kerja di Kota Jeddah.

Walau ada beberapa hal yang memang benar, tidak sedikit hal-hal menyenangkan yang saya temukan setelah beberapa lama bermukim di Jeddah, Arab Saudi.

10 diantaranya :

1. Kemudahan untuk naik haji. Saya naik haji via Jeddah tahun 2012 . Tidak perlu mengantre bertahun-tahun untuk mendaftar. Hamla (biro haji) lokal cukup banyak. Saya dan suami baru mendaftar selepas Idul Fitri di tahun yang sama.

Biaya yang dikeluarkan tidak sebesar ongkos naik haji dari tanah air. Fasilitas yang dinikmati tergolong sangat baik. Tenda yang nyaman di Mina dan Arafah,  dilengkapi dengan kasur-bantal-selimut untuk tiap-tiap jamaah dengan pasokan makanan berlimpah serta kamar mandi bersih.

Perjalanan dari Mina menuju Arafah atau ke tempat melontar jumrah bisa ditempuh dengan menggunakan kereta listrik. Saat itu, fasilitas kereta masih terbatas dan hanya bisa dinikmati mayoritas oleh jemaah haji lokal asal Saudi. Ke depannya, angkutan kereta ini diharapkan bisa melayani seluruh jemaah dari berbagai penjuru dunia.

2. Saat Ka’bah hanya berjarak satu jam saja. Selain naik haji, ibadah umrah juga bukan hal yang mewah untuk para mukimin Jeddah. Mengemudi dengan jarak 70 km antara Jeddah-Mekkah ditambah dengan waktu untuk mencari parkiran dan berjalan dari tempat parkir hingga memasuki Masjidil Haram Mekkah hanya perlu sekitar satu jam saja.

Sesaat setelah Idul Fitri, visa umrah untuk jemaah asal luar negeri akan ditutup hingga menjelang musim haji. Saat itulah, kami, para mukimin Arab Saudi, bisa leluasa menikmati Masjidil Haram yang sepi dan lengang. Tak perlu berdesak-desakan.

3. Bensin murah. Arab Saudi, salah satu Negeri Petro Dolar karena limpahan sumber daya alam minyaknya. Satu liter bensin dengan kualitas setara Pertamax hanya dibandrol sekitar 2 ribu rupiah saja.

4. Harga barang pokok murah. Pemerintah Arab Saudi memberikan subsidi terhadap berbagai bahan pokok yang beredar di sana. Subsidi ini juga bisa dinikmati oleh para pendatang yang bukan warga asli Arab Saudi. Misalnya harga beras premium yang hampir sama dengan harga beras dengan kualitas yang sama di tanah air. Harga daging sapi saat itu malah lebih murah daripada harga di Indonesia.

5. Banyak pemukim asal Indonesia. Pemukim asal Indonesia mayoritas berprofesi sebagai tenaga kerja informal. Banyak juga dari mereka yang akhirnya sukses membuka usaha toko, rumah makan kecil-kecilan atau katering rumahan.

Saat tinggal di Jeddah, urusan perut bagi pribumi Indonesia nyaris tak ada masalah. Tidak seperti umumnya perantau di negara lain yang merindukan masakan khas tanah air. Tak sukar menemukan bumbu-bumbu/makanan  asal Indonesia, semisal : tempe, jengkol, pete, terasi, dsb.

Baik makanan jadi maupun bumbu-bumbu tadi bisa didapatkan dengan harga yang tidak terlalu mahal. Mungkin karena pasokannya banyak.

6. Menikmati penghasilan tanpa pajak sama sekali. Tidak hanya di Arab Saudi, negara-negara Timur Tengah pada umumnya tidak menerapkan pajak penghasilan kepada siapa pun yang bekerja di negaranya, termasuk para pendatang.

7. Restoran halal semua. Tidak perlu payah-payah mengecek sertifikasi halal setiap memasuki rumah makan atau restoran yang dibuka untuk publik di Arab Saudi.  Jaminan halal diberikan langsung oleh pemerintah secara resmi. Jadi, restoran mana pun yang hendak membuka usaha di ranah publik wajib mengikuti aturan soal makanan halal ini.

Kuliner yang ada di Kota Jeddah tidak terbatas cita rasa Timur Tengah saja. Makanan khas internasional lainnya juga banyak termasuk yang khas Oriental, Melayu, Latin, Eropa dsb. Mari berwisata kuliner sepuasnya di Kota Jeddah.

8. Umrah ramadanSaat bulan puasa di mana banyak jemaah dari luar negeri berlomba-lomba menuju tanah suci, pemukim Arab Saudi juga tetap leluasa mengunjungi Mekkah. Dalam sebulan bisa beberapa kali menghabiskan waktu di Masjidil Haram. Keistimewaan yang sukar dirasakan oleh jemaah muslim yang tinggal di negara lain, bukan?

9. Mudah mengunjungi Kota Nabi, Madinah. Jarak Madinah dari Jeddah memang cukup jauh, sekitar 400 km. Tapi infrastruktur jalanan di Arab Saudi sangat bagus. Rute Jeddah-Madinah keseluruhannya dihubungkan oleh jalan tol yang lebar dan mulus. Hanya perlu waktu s3-4 jam menyetir menuju Madinah dari Jeddah.

Kita juga leluasa mengunjungi tempat-tempat bersejarah lain di luar kota suci Mekkah dan Madinah. Misalnya ke Madain Saleh/Al Hijr, Padang Badar di Kota Badar, atau ke Kota Thaif.

10. Kesempatan menjamu tamu-tamu Allah. Saat berada di Jeddah, kami sering bertemu kerabat/saudara/teman yang sedang umrah atau naik haji. Kadang kami mengunjungi langsung ke kota suci atau mengundang mereka jalan-jalan ke Jeddah. Selain menjalin silaturahmi, menjadi ladang amal karena berkesempatan menjamu para tamu Allah yang sedang beribadah.

Hidup di mana pun tentu ada lebih kurangnya masing-masing. Mari bersabar terhadap segala kekurangan dan bersyukur atas setiap nikmat.

 

sumber: Jihan Davincka

Tersohor, Syekh Rasyid Tetap Hidup Sederhana

Rasyid pun mulai berdakwah. Kabar kehebatannya di dunia persyiaran Islam pun mendunia. Dia melakukan syiar hingga ke Hongkong. Bocah yang kini berjuluk Syekh Rasyid itu tampil mengaji di depan ribuan jamaah di Masjid Tsim Sha Tshui pada awal tahun 2015 ini.

Rasyid mampu melantunkan ayat-ayat suci Alquran dengan menirukan irama 15 Imam di dunia. Saat tampil di Hongkong itu pula, Rasyid melantunkan ayat suci Alquran dengan beberapa irama Imam dunia.

Para jamaah yang hadir tampak terkesima dengan kemerduan suara Rasyid. Banyak di antara jamaah yang mengabadikan penampilan bocah itu dengan kamera seluler mereka.

Rasyid juga memulai debutnya sebagai Da’i. Di tengah-tengah usaha menghafal seluruh ayat Kitab Suci, bocah yang pernah ikut ajang Hafiz Indonesia ini ikut kontes Dai Cilik yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta nasional. Bocah yang identik menggunakan sorban ini pun berhasil menjadi Yang Terbaik dalam ajang tersebut.

Dengan kesuksesan yang diperoleh ini, Yuli berharap Rasyid tetap menjadi anak yang rendah hati. Sang ibunda pun berencana menyekolahkan Rasyid ke Timur Tengah guna memperdalam ilmu agama.

“Sehebat apapun dia punya ilmu, fitrahnya dia anak-anak. Saya harap dia bisa mengemban ilmunya, tawaduk, rendah hati, dan bermanfaat bagi sesama,” tandasnya. (eh)

Syekh Rasyid, Pelajari Islam Secara Otodidak

Muhammad Abdul Rasyid, bocah asal Pekanbaru, Riau ini memang mencengangkan para penonton dan juri karena kemampuannya melantunkan ayat-ayat Alquran. Pada usia belia, ia juga sudah fasih berbahasa Arab.

Saat melihat kehebatan Rasyid, semua orang pasti bertanya-tanya di mana anak ini memperdalam ilmu agamanya. Dan, bagaimana cara orang itu mengajarkan ilmu agama seperti Alquran dan Hadis kepada bocah kecil seperti Rasyid.

Jawabannya: Rasyid mempelajari semua itu secara otodidak.

Kehadiran Rasyid di tengah keluarganya memang menjadi berkah tersendiri. Hal ini diakui Yuli Chaniago, ibunda Rasyid. Menurut Yuli, Rasyid memiliki keistimewaan yang telah ditunjukkan saat dirinya baru lahir. Bungsu dari 6 bersaudara ini memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang terbilang cepat dibandingkan anak-anak seusianya.

“Dia lahir hanya 8 bulan 6 hari di kandungan, satu-satunya yang menjalani operasi sesar. Saat usia satu minggu dia sudah tengkurap, umur 6 bulan sudah bisa jalan dan usia 7 bulan sudah bisa berbicara dengan menyebut kata pertamanya, yaitu “Allah”. Dia juga suka sekali azan, dan selalu membolak-balik Alquran. Umur 1 tahun sudah hafal surat pendek dengan lafal cadelnya,” cerita Yuli.

Awalnya, Yuli mengaku kaget dengan polah anaknya itu. Bahkan, dia sempat membawa Rasyid ke ustadz hingga orang pintar untuk mengetahui apa penyebab tingkah laku anaknya di luar kebiasaan teman seusianya.

“Anak-anak lain main boneka dan mobil-mobilan, dia (Rasyid) sibuk bolak-balik Alquran. Teman yang lain sibuk belajar, dia sibuk main puzzle Ka’bah,” tutur Yuli.

Belum bisa menerima kondisi anaknya, Yuli justru terus berupaya agar Rasyid bisa seperti anak-anak lainnya. Namun, Rasyid justru menolak.

“Saya bawa dia ke mal, tapi dia berontak,” kenangnya.

Upaya Yuli menjadikan Rasyid layaknya anak-anak lain disebabkan Rasyid cenderung kerap diejek.

“Rasyid sering di-bully. Disebut manusia aneh. Dijadikan bahan tertawaan karena dia senang menggunakan pakaian dan atribut ke-Arab-Arab-an,” gusar Yuli.

Atas perilaku yang didapatnya, Rasyid tetap bersabar meski hal ini membuat Yuli depresi. Namun, lama kelamaan, Yuli menyadari kehadiran Rasyid ini merupakan anugerah terbesar dalam hidupnya. Salah satu jalan yang diberikan Allah SWT kepada dirinya untuk lebih beriman dan taat.

“Rasyid lahir dari seorang ibu yang bisa dibilang Islam KTP. Saya pribadi yang tidak Islami, tomboi, dan keras. Namun, Rasyid membuat saya sadar dan banyak berubah. Saya dulu suka nongkrong, tetapi Rasyid mengajarkan saya hidup sederhana,” papar Yuli.

Yuli pun mulai memandang bahwa anak-anak tidak bisa disamakan. Untuk itu, dia mulai mengarahkan Rasyid kepada minat dan keinginannya. Alhasil, Rasyid tumbuh sebagai anak yang cerdas dan mampu menghafal Alquran dan Al Hadis serta memperdalam ilmu agama.

“Sekarang saya ikuti maunya dia. Saya tarik dari sekolah karena sekolah tidak menganggap dia. Banyak yang tidak bisa menerima perkataan Rasyid,” paparnya.

sumber: Dream.co

Syekh Rasyid, Bocah Penghafal Alquran Tanpa Guru

Mengenakan penutup kepala bermotif merah kotak ala kafieh Yasser Arafat, bocah itu melangkah tenang. “Assalamualaikum,” ujarnya lantang.

Geraknya begitu pasti. Ia juga mengenakan pakaian terusan seperti yang kerap dikenakan Imam Masjid di negara Timur Tengah. Sinar matanya terlihat benderang. Senyum simpul dan perawakannya yang mungil tak bisa menutupi usianya saat itu: 7 tahun.

Setelah bercakap dengan pembaca acara, bocah bernama Rasyid itu pun disuruh memilih surat yang akan dibacakan dalam lomba penghapal Alquran dalam acara Hafiz Cilik Indonesia itu. Ia memilih nomer dua. Di situ tertera surat Al Lail. Bocah itu  lalu mengatakan akan meniru lafal Imam Besar Masjid Kairo, Syekh Mahmoud Khalil al-Husairy, yang kondang dengan kemerduan suaranya.

Lalu mulailah bocah itu membaca. Tanpa melihat Alquran, mata bocah itu bersinar jernih menatap penonton. Dan mengalirlah lantunan ayat-ayat suci itu. Dan, Subhanallah, suara itu begitu mirip dengan Imam al-Husairy. Begitu merdu dan indah. Setelah bocah itu selesai membaca, tepuk tangan penonton segera memenuhi ruangan studio itu.

Tak berhenti di situ, ia pun mendapat tantangan kedua dari pembaca acara. Kali ini dia diminta membaca surat At-Takwir. Kepada pembaca acara ia mengatakan akan mengikuti langgam suara merdu Imam Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Syekh Saad Al-Ghomidi. Dan,Subhanallah, suara bocah itu membuat bulu kuduk penonton merinding karena nadanya begitu jernih dan indah.

Tak heran, salah satu juri, Syekh Ali Jaber, Imam Masjid Nabawi Madinah, begitu terpana. Ia seolah kehilangan kata-kata. “Subhanallah, hanya itu yang bisa saya ucapkan,” ujar Syekh yang fasih berbahasa Indonesia itu.

Tak hanya itu. Imam Masjid Nabawi itu pun menyematkan panggilan Syekh pada Rasyid. Syekh Ali Jaber juga meminta pada orang tua dan penonton agar sejak saat itu bocah itu harus dipanggil Syekh Rasyid, sebuah penggilan kehormatan sebagai simbol kedekatan manusia dengan Allah.

Dan, ini yang lebih mengejutkan. Syekh Ali Jaber, Imam Masjid Madinah itu, berdiri saat Rasyid menghampiri. Ia pun mencium tangan Rasyid, bocah yang baru berumur 7 tahun itu, di depan semua pemirsa. Sebuah adegan penghormatan yang sungguh menggetarkan dan mengharukan…

 

sumber Dream.co