Inilah Sosok Saleh Al-Arouri, Wakil Pimpinan Hamas yang Syahid

Wakil Biro Politik Hamas Syeikh Saleh Muhammad Suleiman Al-Arouri (Syeikh Al-Aruri), yang juga dikenal sebagai Abu Muhammad, gugur dalam serangan udara Israel di Beirut tengah pada malam hari Selasa, 2 Januari 2024.

Al-Arouri adalah tokoh pejuang yang memainkan peran penting dalam pembentukan Brigade Izuddin Al-Qassam, sayap militer Hamas di Tepi Barat.

Pengaruh Al-Arouri meluas ke arena diplomatik, di mana ia menjadi anggota tim perunding yang bertanggung jawab atas kesepakatan Wafa al-Ahrar, yang umumnya dikenal sebagai “Kesepakatan Gilad Shalit”.

Hanya sedikit orang mengetahui latar belakangnya. Siapa sesungguhnya Saleh Muhammad Suleiman Al-Arouri? Dan apa peran pentingnya dalam perjuangan pembebasan Palestina, khususnya di Hamas?

Barisan Intifadah

Saleh al-Arouri, lahir di desa Aroura dekat Ramallah pada tahun 1966, memegang gelar sarjana dalam hukum Islam dari Universitas Hebron. Sejak kecil ia diajarkan ayahnya aktif di masjid, melalui seorang imam masjid desa bernama Syeikh Saeed Maatan, yang berasal dari desa Burqa, timur Ramallah.

Bakat kepemimpinannya sejak awal ketika ia memimpin pekerjaan mahasiswa Islam di universitas pada tahun 1985, dan dengan pembentukan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) tahun 1987.

Ia bergabung dengan barisannya setelah Intifada Palestina pertama pada tahun 1987. Sempat ditahan tahun 1990 tanpa tuduhan dan akhirnya dibebaskan.

Aruri, yang dijuluki “Abu Muhammad” oleh gerakan tersebut, membantu mendirikan Brigade Izzuddin al-Qassam, di Tepi Barat antara tahun 1991 dan 1992, di mana ia ditangkap dan menjadi sasaran interogasi keras selama berbulan-bulan di Pusat Kompleks Rusia di Yerusalem (Baitul Maqdis) dan di Penjara Pusat Tulkarm, sebuah penjara yang tahanannya memiliki ingatan buruk tentang efek penyiksaan brutal.

Setelah beberapa sidang pengadilan, ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Ketika masa hukumannya habis, penjajah menangkapnya kembali dan kembali ditahan terus menerus sampai menghabiskan sekitar 18 tahun.

Selama puluhan tahun dia disekap di ruang bawah tanah, yang sebagian besar di sel isolasi tertutup membuatnya tidak bisa melihat matahari dan hanya diizinkan pergi ke kamar mandi sekali dalam sehari.

Metode Jarak Jauh

Ia ditahan sejak tahun 1990 hingga 2007.  Bahkan kebanyak ditempatkan di sel isolasi tertutup.

Meski diisolasi di sel tertutup, ia tetap berhasil membangun jaringan untuk membebaskan Palestina dan Masjid Al-Aqsha dali balik penjara bersama rekan-rekannya: Zaher Jabarin, Musa Dudin, Haroun Izzudin, Jihad Yaghmour, dan Abdul-Rahman Ghunaimat, yang kemudian akan bekerja dengannya di front Tepi Barat setelah dibebaskan.

Saat dibebaskan tahun 2010, ia dideportasi ke Suriah dan menetap di sana selama tiga tahun sebelum pindah ke Turki pada Februari 2012. Akhirnya, ia menemukan tempat tinggal baru di pinggiran selatan Lebanon.

Al-Arouri terpilih sebagai anggota biro politik Hamas pada 2010, dan pada 2017 dia terpilih mendampingi Ismail Haniyah. Sementara Yahya Sinwar dinyatakan terpilih kembali sebagai kepala gerakan Hamas Jalur Gaza, dan Khaled Misy’al terpilih sebagai presiden Hamas Wilayah Luar Negeri.

Pada tanggal 9 Oktober 2017, ia secara resmi diumumkan sebagai Wakil Presiden gerakan Hamas, memperkuat perannya sebagai tokoh terkemuka dalam kepemimpinan para pejuang pembebasan Palestina.

Arouri adalah orang penting dalam negosiasi menyelesaikan kesepakatan Wafa al-Ahrar, yang juga dikenal sebagai “Kesepakatan Shalit 2011”, di mana lebih dari seribu tahanan Palestina dibebaskan dan ditukar satu orang tentara Israel bernama Gilad Shalit.

Pada tahun 2014, pasukan penjajah mulai menghancurkan rumahnya di kampung halamannya di Arura. Didukung Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS)  menetapkan Hamas sebagai “Teroris Global yang Ditunjuk Khusus” tahun 2015, semua properti dan kepentingan Al-Arouri yang berada di bawah yurisdiksi AS diblokir, dan orang Amerika umumnya dilarang melakukan transaksi dengannya, di samping itu, Washington menunjuk Hamas sebagai “organisasi teroris asing.”

Tak hanya itu, Deplu AS pada hari Selasa (13/11/2018) memberikan hadiah sebesar $ 5 juta untuk informasi keberadaan Saleh al-Aruri. Kemudian dilanjutkan ancaman dari PM Israel Benjamin Netanyahu, yang mengatakan: “Dia (Arouri) tahu betul mengapa dia dan teman-temannya bersembunyi. Siapa pun yang mencoba menyakiti kami dan yang membiayai, mengatur dan mengirim terorisme terhadap Israel akan membayar harga penuh,” ancamnya.

Seruan pembunuhan padanya kembali muncul setelah banyak operasi perlawanan muncul di Tepi Barat yang menewaskan lebih dari 40 warga Israel tahun lalu dan melukai puluhan lainnya, korban tewas tertinggi sejak 2001.

Ancaman penjajah Israel ini adalah ekspresi nyata dari rasa sakit yang dirasakannya dari meningkatnya perlawanan di Tepi Barat dan ketidakmampuan untuk menghadapi atau menghentikannya.

Tahun ini, khususnya sejak agresi Israel di Gaza, operasi perlawanan makin intens di berbagai wilayah Tepi Barat, Yerusalem dan wilayah yang diduduki, bahkan di daerah-daerah yang diyakini penjajah sebagai daerah yang tenang, seperti; Yerikho dan Lembah Yordan, di tengah berita Al-Arouri mengoordinasikan operasi ini dari kediamannya di Beirut.

Pengganti Al-Arouri Lebih Hebat

Seorang pensiunan Jenderal Israel Eitan Dangot, mengatakan; “Al-Arouri adalah orang paling berbahaya dan penting di Hamas saat ini,” mengutip Surat Kabar Yedioth Ahronoth.

Brigadir Jenderal Ronen Manelis, Juru Bicara Pasukan Penjajah Israel (IDF) tahun 2017 – 2019 di saluran Israel “Kan” mengatakan,  keterlibatan Al-Arouri dalam beberapa bulan terakhir perlawanan, tampaknya sangat tinggi.

Menurutnya, ketiadaan Al-Arouri adalah kerugian besar, mungkin hanya di Tepi Barat, tetapi itu tidak akan menghentikan perlawanan di Tepi Barat. Karena perlawanan telah menyaksikan pembunuhan puluhan pemimpin selama bertahun-tahun, dan selalu melahirkan pemimpin baru yang melanjutkan pawai perjuangan, katanya.

Bahkan sebelum syahid, Al-Arouri sempat menanggapi banyak ancaman pembunuhan pihak Israel terhadap dirinya, seolah dirinya sudah terasa masa perjuanganya tinggal sedikit saja:

“Rentang hidup saya sudah berakhir,” katanya.

Karena itulah ia telah banyak mengirim “pesan panas” terkait dan perlawanan habis-habisan di beberapa front perjuangan.

Meski penjajah berhasil membunuh Al-Arouri, namun kepergiannya diyakini banyak pihak tidak begitu mencemaskan para para pejuang Palestina dan Hamas, bahkan pihak keluarganya sendiri.

Mereka yakin, kesyahidanya akan memunculkan para pemimpin pejuang yang lebih hebat.

“Ini adalah keinginannya yang beliau doakan setiap hari. Ketika beliau berdo’a, dia akan berkata; ‘Ya Allah, berilah aku kesyahidan,’ setiap hari,” ujar adik Syeikh Saleh Al-Arouri, Ummu Qutaibah saat diwawancari Al Jazeera Bahasa Arab.

“Saya mengucapkan selamat kepada diri saya sendiri dan rakyat Palestina atas kesyahidannya. Palestina memberi. Ketika mereka membunuh seorang pemimpin, maka akan muncul pemimpin yang lebih hebat, atas kehendak Allah, Insya Allah,” katanya yang yakin kemenangan Palestina akan segera tiba.

“Alhamdulullah, dia syahid sebagaimana rakyat Gaza,” ujar ibunya.*

HIDAYATULLAH

Mundurnya ‘Israel’ dari Gaza Utara, Awal dari Perang Penghabisan?

Pada awal tahun baru, tentara pendudukan “Israel” mulai melaksanakan penarikan sebagian besar pasukannya dari Jalur Gaza utara.

Penarikan ini bukan berarti berakhirnya perang di Gaza, dan tentu saja bukan menunjukkan ketenangan di pihak Lebanon-Israel. Sebaliknya, mengurangi laju perang di Jalur Gaza justru meningkatkan kemungkinan perang “Israel” terhadap Lebanon.

Pertempuran yang terjadi antara tentara pendudukan dan Hizbullah di sepanjang perbatasan Lebanon selatan sejak 8 Oktober, untuk mendukung perlawanan di Gaza, telah meningkat intensitasnya dari hari ke hari.

Washington dan Tel Aviv telah berusaha untuk memaksimalkan tekanan terhadap Hizbullah dengan memperingatkan kemungkinan terjadinya perang berskala besar antara pasukan “Israel” dan perlawanan Lebanon.

Taktik ini telah berlaku jauh sebelum pembunuhan Wakil Kepala Biro Politik Hamas, Saleh Al-Arouri, pada tanggal 2 Januari lalu oleh serangan udara “Israel” di Dahiyeh, pinggiran selatan Beirut. Terbunuhnya Al-Arouri sekarang meningkatkan kemungkinan perang meluas.

Tahap ketiga akan datang

Tahap pertama perang Tel Aviv adalah penghancuran massal dan pendudukan Gaza utara; tahap kedua adalah penguasaan titik-titik penting di selatan Jalur Gaza, di mana warga sipil Palestina berbondong-bondong mengungsi ke tempat yang lebih aman. Penarikan pasukan saat ini dari wilayah utara berarti bahwa Israel memperkuat rencana selatan mereka dan bersiap untuk beralih ke tahap ketiga: perang yang panjang dan berintensitas rendah.

Saat memasuki tahap ketiga, tentara pendudukan bermaksud untuk mempertahankan penyangga geografis yang mengelilingi Jalur Gaza utara. Mereka juga berencana untuk terus menduduki wilayah Lembah Gaza (Gaza tengah), sembari menyelesaikan operasinya di Khan Yunis, Gaza selatan.

Nasib poros Philadelphia – atau Poros Salah ad-Din – sebidang tanah di perbatasan antara Gaza dan Mesir yang ingin dikuasai “Israel”, akan diserahkan pada perundingan antara Tel Aviv dan Kairo. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak terjadi insiden yang menyebabkan ketegangan antara kedua belah pihak, serta untuk menjamin bahwa para pengungsi tidak mengalir dari selatan Jalur Gaza ke arah Sinai.

Baca juga: Genosida Gaza: Contoh Kejahatan Barat terhadap Islam  

Penarikan mundur pasukan “Israel” dari Gaza utara terjadi terutama karena target-target tentara penjajah telah habis. Semua target sebelum dimulainya perang telah dihancurkan, dan semua target operasional baru telah dibom.

Meskipun demikian, perlawanan Palestina terus melakukan operasi melawan pasukan “Israel”. Organisasi-organisasi ini relatif tidak terluka di seluruh wilayah Jalur Gaza utara, yang akan meningkatkan kemampuan perlawanan untuk menimbulkan kerugian pada barisan pendudukan, sekarang dan di masa depan.

Ini jelas merugikan “Israel”, lantaran gagal mencapai tujuan perangnya di Gaza. Pertama, tentara penjajah tidak dapat ‘membersihkan’ Jalur Gaza utara dari rumah ke rumah atau terowongan ke terowongan, karena proses ini akan memakan waktu bertahun-tahun, membuat lebih banyak tentaranya terancam bahaya, dan tidak dapat dilaksanakan tanpa harus menggusur seluruh penduduk Gaza utara atau membantai mereka. Perlu dicatat, terlepas dari upaya Israel untuk menggambarkan keadaan yang sebaliknya, ratusan ribu warga sipil masih ada di utara.

Kedua, pemerintah Israel perlu secara bertahap mengembalikan kembali tentara cadangan ke dalam perekonomian untuk memulai kembali perekonomian negara, dan untuk memastikan bahwa sektor-sektor produktif tidak terpapar kerusakan yang pemulihannya akan memakan waktu lama. Hal ini, terlepas dari kenyataan bahwa AS dan sebagian besar Eropa tampaknya siap untuk membantu perekonomian Israel, jika diperlukan.

Langkah-langkah ini diambil karena “Israel” telah secara jelas gagal mencapai dua tujuan utama perangnya, yaitu, menghabisi perlawanan yang dipimpin Hamas di Gaza, dan membebaskan para tawanan “Israel” yang ditahan oleh para pejuang Palestina pada tanggal 7 Oktober.

Masih ada motif dasar yang harus diperhatikan: Tentara “Israel” saat ini mengerahkan seluruh upayanya untuk mengimplementasikan keputusan AS untuk mendorong perang dari fase pertama dan kedua ke fase ketiga sebelum akhir Januari 2024. Hal ini mengharuskan perang dikelola dengan lebih lambat, sehingga tidak terlalu menarik perhatian pada pembantaian “Israel” dan penderitaan massal warga Palestina.

Setelah tiga bulan kebrutalan, Washington telah menilai tentara “Israel” tidak mampu menghilangkan perlawanan atau kemungkinan eskalasi regional, dan telah mencatat kerugian signifikan yang ditimbulkan pada pemerintahan Joe Biden saat ia memasuki musim pemilihan awal presiden.

Eskalasi dengan Lebanon

Ketika tentara pendudukan “Israel” bergerak untuk memfokuskan operasinya di Jalur Gaza selatan, intensitas operasi militer di sepanjang perbatasan Lebanon antara Hizbullah dan tentara “Israel” juga meningkat.

Hizbullah meningkatkan aktivitas penargetan terhadap tentara pendudukan, baik di lokasi-lokasi yang terlihat maupun di dalam permukiman Palestina utara.

Kemampuan informasi Hizbullah telah berkembang dalam hal kecanggihan dan keakuratan selama beberapa bulan terakhir. Para pejuang perlawanan Lebanon telah menggunakan jenis rudal yang sebelumnya tidak pernah digunakan, yang memiliki jangkauan yang lebih jauh dan kapasitas destruktif yang lebih baik daripada generasi sebelumnya.

Di sisi lain, Tel Aviv telah melipatgandakan daya tembak yang digunakannya di Lebanon selatan. Penjajah “Israel” terus membatasi operasi mereka di wilayah selatan Sungai Litani, dan tidak memperluas cakupannya kecuali untuk menargetkan kelompok-kelompok perlawanan yang melakukan serangan di seberang perbatasan. Dalam beberapa minggu terakhir, kekuatan destruktif tentara pendudukan telah meningkat secara dramatis sejak hari-hari awal pertempuran.

Dengan meningkatkan serangannya, kepemimpinan “Israel” berusaha untuk menimbulkan kerugian sebanyak mungkin di antara barisan pejuang perlawanan, serta menyebarkan kepanikan di antara penduduk Lebanon selatan – mengungsikan lebih banyak dari mereka, dan menghancurkan sebanyak mungkin rumah. Hal ini menjadi beban bagi Hizbullah dan negara Lebanon dalam proses rekonstruksi setelah berakhirnya permusuhan.

Namun, ada tujuan jangka panjang dari kinerja militer “Israel” ini. Pemerintah di Tel Aviv, menurut pernyataan resminya, ingin Hizbullah mundur dari selatan Litani, untuk menjamin keamanan para pemukim Yahudi “Israel” di Palestina utara yang meninggalkan rumah-rumah mereka, baik secara sukarela maupun atas perintah evakuasi dari tentara mereka. Menurut beberapa perkiraan, jumlah warga “Israel” yang meninggalkan pemukiman mereka di wilayah Palestina utara yang diduduki telah mencapai lebih dari 230.000 orang.

Bersamaan dengan pernyataan publik, pesan-pesan mulai berdatangan di Beirut, dari Amerika Serikat dan ibukota-ibukota Eropa, menuntut apa yang mereka sebut sebagai “pelaksanaan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701”, yang berarti penarikan Hizbullah dari wilayah selatan Sungai Litani.

Menurut informasi yang muncul, Tel Aviv bertaruh bahwa Hizbullah akan terhalang, karena keruntuhan ekonomi tahun 2019 yang belum pulih di Lebanon dan ketegangan internal yang telah berlangsung lama di negara tersebut merupakan faktor-faktor yang pada akhirnya akan mencegah Hizbullah untuk berperang.

Oleh karena itu, “Israel” berharap Hizbullah akan menyerah pada tekanan dan memenuhi tuntutannya terkait penarikan para pejuangnya dari daerah perbatasan dengan Palestina yang diduduki.

Penilaian “Israel” terhadap masalah Lebanon mendahului pembunuhan terhadap Al-Arouri di Beirut pada tanggal 2 Januari. Namun dengan cara yang sama seperti para komandan militer dan politisi “Israel” yang meremehkan dan mengabaikan inisiatif perlawanan bersenjata Palestina di dalam wilayah pendudukan sebelum 7 Oktober, mereka terus berpegang teguh pada kalkulus “Israel” yang sudah usang bahwa Hizbullah tidak akan pernah membalas sepenuhnya, atau hanya akan melakukannya dengan cara yang jauh dari perang.

Memang, Hizbullah benar-benar berusaha untuk membatasi ruang lingkup konfrontasi militer, dan telah sering mendorong gencatan senjata di Gaza untuk mengakhiri permusuhan di seluruh wilayah. Hizbullah juga sangat peduli untuk tidak mengganggu kehidupan dan mata pencaharian penduduk di wilayah selatan.

Namun, meskipun Hizbullah mempertimbangkan realitas politik dan ekonomi Lebanon yang kompleks, mereka tidak siap untuk membuat konsesi. Sumber-sumber dalam poros perlawanan mengatakan bahwa “Israel”, seperti yang dilihat Hizbullah, tidak berada dalam posisi untuk berperang dengan Lebanon ketika mereka bahkan tidak dapat mengimbangi atau mencerna kerugian strategis yang sangat besar yang ditimbulkan dari Operasi Taufan Al-Aqsha.

Terlepas dari keinginannya untuk tidak memperluas perang, Hizbullah sudah mulai mempersiapkan diri untuk itu. Pernyataan partai Hizbullah, yang dikeluarkan setelah pembunuhan Al-Arouri, mengindikasikan hal ini, dan langkah-langkah dan perkembangan di lapangan akan mulai terlihat pada waktunya.

Apa yang tidak dapat dicapai Zionis “Israel” di Gaza (memulihkan daya tangkal) ketika menghadapi barisan ketat Poros Perlawanan di kawasan ini, pasti tidak akan dapat diperolehnya di Lebanon.

Tanda-tanda pertama dari hal ini akan muncul dalam rencana yang diperkirakan akan dilakukan oleh Hizbullah dalam menanggapi serangan “Israel” pada 2 Januari di Dahiyeh untuk membunuh Al-Arouri – serangan pertama sejak Agustus 2006 – dan yang sebelumnya telah disampaikan oleh Sekretaris Jendral Hassan Nasrallah bahwa ia akan membalas serangan tersebut.

Intinya adalah bahwa penilaian Tel Aviv mengenai perang dengan Lebanon didasarkan pada pembacaannya bahwa Hizbullah ingin mencegah konfrontasi besar dengan cara apa pun. Kalkulasi ini tidak hanya salah, tetapi juga telah mengacaukan pikiran “Israel” hingga ke titik di mana hal ini dapat menyebabkan pecahnya perang yang merusak antara kedua belah pihak.*

oleh Hasan Illaik

HIDAYATULLAH

Sebelas Penghapus Amalan Kebaikan

Ketika kita mengerjakan suatu ibadah dan amal kebaikan, tujuannya adalah untuk mendapatkan rida dan pahala dari Allah Ta’ala.  Semoga dengan pahala yang kita harapkan tersebut, dapat menjadikan rahmat dan tiket untuk masuk ke dalam surga-Nya. Namun, harus kita sadari, pahami, dan waspadai bahwa ada amalan-amalan (perbuatan) yang bisa membuat pahala-pahala yang kita kumpulkan menjadi hilang, musnah tak tersisa.

Di antara hal yang dapat menghilangkan pahala seseorang, bahkan seluruh amal kebaikannya adalah sebagai berikut.

Pertama, murtad (keluar dari agama Islam)

Siapa saja yang keluar dan agama Islam atau mengganti agamanya menjadi agama lain, maka seluruh amal dan pahala yang ia kerjakan sebelumnya menjadi terhapus dan tak bernilai di hadapan Allah Ta’ala. Di akhirat kelak, ia akan dimasukan ke dalam neraka dan kekal di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ

“Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

Kedua, syirik

Menyekutukan Allah dengan berbagai model dan bentuknya merupakan bentuk kezaliman yang paling besar dan penghinaan kepada Allah Ta’ala. Bahkan, orang yang mati membawa dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah jika belum bertobat darinya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَشْرَكُوا۟ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

”Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 88)

Di antara kesyirikan yang banyak terjadi di masyarakat kita adalah mendatangi dukun, peramal, tukang sihir, atau memakai jimat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka salatnya tidak akan diterima selama 40 hari. (HR. Muslim)

Dalam sabda yang lain,

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan dia membenarkan ucapannya, maka dia berarti telah kufur pada Al-Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad. (HR. Ahmad)

Dalam riwayat lain disebutkan,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik. (HR. Ahmad, 4: 156. Lihat As-Silsilah Ash-Shahihah no. 492)

Ketiga, riya’ dan sum’ah

Riya’ adalah memperlihatkan suatu amal ibadah agar dipuji orang lain. Sedangkan sum’ah adalah menceritakan amal ibadah dan kebaikan yang ia kerjakan dengan tujuan agar dipuji.

Allah Ta’ala berfirman,

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ﴿٥﴾الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ﴿٦﴾

“Maka, celakalah bagi orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya’.” (QS. Al Ma’un: 4-6)

Dalam firman-Nya yang lain,

كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

“Seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka, perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikan ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunujuk kepada orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ

Siapa yang memperdengarkan amalannya (kepada orang lain), Allah akan memperdengarkan (bahwa amal tersebut bukan untuk Allah). Dan siapa saja yang ingin mempertontonkan amalnya, maka Allah akan mempertontonkan aibnya (bahwa amalan tersebut bukan untuk Allah).” (HR. Bukhari)

Keempat dan kelima, durhaka kepada kedua orang tua dan mengungkit pemberian

Allah menggandengkan perintah untuk mentauhidkan-Nya (mengesakan-Nya) dengan amalan berbakti kepada kedua orang tua, sebagaimana firman-Nya,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.(QS. Al-Isra: 23)

Durhaka kepada kedua orang tua dapat mengapuskan amal. Selain durhaka, al-mann (mengungkit-ngungkit sedekah), dan al-adza (menyakiti perasaan penerima) juga dapat membatalkan amal dari sedekahnya.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah: 264)

Demikian juga, yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam riwayat berikut,

ثلاثة لا يقبل اللّٰه منهم صرفا ولا عدلا : عاق ،ومنان ومكذب بالقدر

Tiga golongan yang Allah tidak terima amal ibadahnya, yang wajib dan yang sunah: anak yang durhaka kepada orang tuanya, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya, dan orang yang mendustakan takdir. (Hadis hasan, HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitab As-Sunnah no. 323, Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 7547, dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Mundziri dan Syekh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1785)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

لايدحل الجنة عاق لوالديه

Tidak akan masuk surga orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, …. (HR. ‘Abdurrazzaaq no. 13859; Ahmad, 2:203; Ath-Thabaraniy dalam Majma’uz-Zawa’id, 6:257; Al-Khathib, 11:191; dan yang lainnya. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 673)

Keenam, meninggalkan salat wajib, terutama salat Asar

Meninggalkan salat fardu (wajib) merupakan dosa besar dan dapat menghapuskan semua amal ibadahnya, baik berupa puasa, zakat, haji, maupun ibadah lainnya. Bahkan, jika ia dalam hari tersebut meninggalkan salat Asar, maka amalnya pada hari itu akan terhapus.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ

“Yang pertama kali dihisab dari hamba pada hari Kiamat adalah salat. Jika salatnya baik, maka seluruh amalnya menjadi baik baginya, dan jika salatnya jelek, maka menjadi jelek seluruh amalnya.” (HR. Ath-Thabrani, no. 1859)

Dalam sabda beliau yang lain,

بَكِّرُوا بِصَلاَةِ العَصْرِ، فَإِنَّ النَّبِيَّ  قَالَ: «مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ العَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ»

“Bersegeralah kalian melakukan salat Asar! Karena Nabi bersabda, ‘Siapa yang meninggalkan salat Asar, maka gugur amalnya (pada hari itu, pen.).’” (HR. Al-Bukhari no. 553)

Ketujuh, mengkonsumsi khamr (minuman keras)

Khamr adalah segala yang memabukkan, baik sedikit atau banyak, baik bentuknya cair, gas, atau padat.  Allah telah mengharamkan segala jenis khamr di dunia dan menghalalkannya di surga kelak, sebagai ujian bagi hamba-Nya, dan melindungi kesehatan manusia itu sendiri.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ شَرِبَ الخَمْرَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ الرَّابِعَةَ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ لَمْ يَتُبِ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَسَقَاهُ مِنْ نَهْرِ الخَبَالِ

“Siapa yang minum khamr, maka salatnya tidak diterima selama 40 hari. Jika ia bertobat, maka Allah terima tobatnya. Jika ia mengulanginya, maka salatnya tidak diterima selama 40 hari. Jika ia bertobat, maka Allah terima tobatnya. Jika ia mengulangi, maka salatnya selama 40 hari tidak Allah terima. Jika ia bertobat, maka Allah terima tobatnya. Jika ia mengulangi keempat kalinya, Allah tidak menerima tobatnya dan memberinya minuman dari sungai Khabal.”

Ibnu Umar ditanya, “Wahai Abu Abdirrahman, apa itu sungai Khabal?” Dia menjawab,

نَهْرٌ مِنْ صَدِيدِ أَهْلِ النَّارِ

Yaitu, sungai dari nanah penduduk neraka.(HR. At-Tirmidzi no. 1862)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

وَثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمُدْمِنُ عَلَى الْخَمْرِ، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى

“Ada tiga orang yang tidak masuk surga, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, pecandu khamr, dan mann dalam sedekah.” (HR. An-Nasai no. 2562)

Kedelapan, memelihara anjing

Memelihara anjing dapat mengurangi pahala seseorang setiap harinya satu qiroth, kecuali anjing untuk menjaga ladang, menjaga ternak, dan berburu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من أمسك كلبا فإنه ينقص كل يوم من عمله قيراط إلا كلب حرث أو ماشية

“Barangsiapa memelihara anjing, maka amalan salehnya akan berkurang setiap harinya sebesar satu qirath (satu qirath adalah sebesar gunung uhud), kecuali anjing untuk menjaga tanaman atau hewan ternak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Satu qirath adalah pahala sebesar gunung yang besar sebagaimana ada sahabat yang bertanya kepada Nabi,

وَمَا القِيرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الجَبَلَيْنِ العَظِيمَيْنِ

“Apa itu dua qirath?” Jawab beliau, “Seperti dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesembilan, bid’ah: mengada-adakan dalam agama

Berbuat suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah dan para sahabatnya, maka amalan tersebut tidak ada nilainya, tiada pahalanya, bahkan pelakunya akan mendapatkan dosa.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintah dari kami, maka tertolak.” (HR. Muslim)

Jika bid’ah tersebut dilakukan di Madinah, maka selain amalannya tertolak, ia juga akan mendapatkan laknat. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

المَدِينَةُ حَرَمٌ مِنْ عَيْرٍ إِلَى كَذَا، فَمَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلاَ عَدْلًا

“Madinah adalah haram dari ‘Air hingga tempat ini. Siapa yang melakukan bid’ah di dalamnya, maka dia mendapatkan laknat Allah, para malaikat-Nya, dan seluruh manusia (mukminin). Allah tidak menerima ibadah sunahnya dan wajibnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kesepuluh, bermaksiat ketika sendiri atau sepi, menganggap dosa tersebut legal, dan menceritakannya

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا، فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا، قَالَ ثَوْبَانُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا، جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ، وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ، قَالَ: أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ، وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ، وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ، وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا

“Aku benar-benar tahu sekelompok umatku yang datang para hari kiamat dengan membawa pahala sepenuh gunung Tihamah yang putih, lalu Allah jadikan itu laksana debu yang beterbangan.”

Tsauban bertanya, “Wahai Rasulullah, jelaskan siapa mereka agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa disadari.”

Beliau menjawab, “Mereka saudara kalian dan sejenis dengan kalian. Mereka salat malam seperti kalian, tetapi mereka adalah kaum yang apabila bersendirian dengan larangan Allah, maka mereka melanggarnya.” (HR. Abu Dawud no. 4245)

Namun, orang yang menyembunyikan maksiatnya memiliki kemungkinan Allah ampuni selagi tidak membeberkannya kepada manusia,

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا المُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ المُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَيَقُولَ: يَا فُلاَنُ، عَمِلْتُ البَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Setiap umatku diampuni, kecuali orang-orang yang menampakkan. Di antara contoh orang yang menampakkan adalah seseorang berbuat dosa di malam hari, lalu di pagi hari membeberkannya, padahal sudah Allah tutupi. Dia berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku berbuat ini dan itu.’ Di malam hari, ia ditutupi oleh Rabb-nya. Tetapi, di pagi hari, ia justru menyingkap tutupan Allah tersebut.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Terkadang, seseorang muncul syahwat yang mana mereka dikalahkan olehnya, sehingga ia melakukan maksiat di saat sendirian. Tetapi, orang yang beriman, maka hatinya membenci maksiat dan mengingkarinya, muncul rasa penyesalan dan ia pun bertobat setelahnya. Ia tidak suka orang lain mengetahuinya dan tidak pula membeberkannya kepada siapa pun, kecuali kepada ahli ilmu untuk meminta nasihat.

إِنَّ اللَّهَ يُدْنِي المُؤْمِنَ، فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ، فَيَقُولُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ أَيْ رَبِّ، حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ، وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ اليَوْمَ، فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ

“Sesungguhnya Allah mendekatkan orang beriman lalu memasang satir yang menutupinya (sehingga tidak dilihat banyak orang), seraya berfirman, ‘Apakah kamu mengakui dosa ini? Apakah kamu mengakui dosa ini?’ Dia menjawab, ‘Ya, wahai Rabb.’ Hingga tatkala ia mengakui dosa-dosanya dan menyangka akan binasa, Allah berfirman, ‘Di dunia, kututupi dosamu. Dan hari ini, kuampuni dosamu.’ Lalu, kitab kebaikannya diberikan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lainnya,

“Ada seorang hamba berbuat dosa lalu ia berkata, ‘Ya Rabbi, aku berbuat dosa, maka ampuni aku.’ Allah menjawab,. ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksanya. Kuampuni hambaKu.’ Kemudian, berlalu masa yang Allah kehendaki. Lalu, ia kembali berbuat dosa, lalu berkata, ‘Ya Rabbi, aku berbuat dosa, maka ampuni aku.’ Allah menjawab, ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksanya. Kuampuni hamba-Ku.’ Kemudian, berlalu masa yang Allah kehendaki. Lalu, ia kembali berbuat dosa lalu berkata, ‘Ya Rabbi, aku berbuat dosa, maka ampuni aku.’ Allah menjawab, ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksanya. Kuampuni hambaKu (tiga kali), silahkan berbuat sesukanya.’” (HR. Al-Bukhari no. 7507 dan Muslim no. 2758)

Sebelas, membunuh

Membunuh seorang muslim tanpa hak dan syariat yang dibenarkan (qishash, rajam, murtad) adalah haram dan termasuk dosa besar. Begitu pula, nonmuslim (kafir) yang tidak memerangi kaum muslimin juga dilarang untuk dibunuh.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam. Ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa: 93)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal, sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. (HR. An-Nasa’i)

Dalam sabda yang lain,

مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا فَاعْتَبَطَ بِقَتْلِهِ، لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا

“Siapa yang membunuh orang beriman dengan perasaan gembira, maka Allâh tidak menerima ibadah sunahnya dan wajibnya.” (HR. Abu Dawud no. 4270)

***

Penulis: Arif Muhammad

Sumber: https://muslim.or.id/90422-penghapus-amalan-kebaikan.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Hukum Makan All You Can Eat

Bagaimana hukum makan all you can eat?. Saat ini di Indonesia telah mulai banyak restoran yang menerapkan sistem layanan All You Can Eat, terutama di kota besar seperti Jakarta, Medan dan Surabaya. All you can eat adalah sistem penjualan menu di restoran dimana konsumen hanya membayar 1 kali untuk dapat menikmati semua menu yang tersedia dengan konsep prasmanan atau buffet dengan batasan waktu tertentu.

Harga yang dipatok dalam sistem layanan All You Can Eat relatif lebih mahal dari sistem reguler. Hal ini mirip dengan sistem Flat Rate dimana pihak restoran menerapkan strategi subsidi silang. Pengunjung atau konsumen akan membayar harga yang terbilang mahal, tapi konsumen juga bisa memakan hidangan apapun yang tersaji di meja buffet sepuasnya atau semampu mereka memakannya. Lantas, bagaimanakah hukum makan sistem layanan All You Can Eat?

Dalam literatur kitab fikih, dijumpai beberapa keterangan mengenai hukum sistem layanan All You Can Eat dalam Islam. Termasuk dari syarat jual beli, penjual dan pembeli diharuskan tahu tentang barang yang dijual. Sehingga apabila salah satunya tidak mengetahui tentang kadar yang dijual, maka akad jual belinya tidak sah. 

Sebagaimana dalam keterangan kitab Asnal Mathalib, juz 2 halaman 13 berikut,

الشرط الخامس) للمعقود عليه ثمنا أو مثمنا (العلم) أي علم العاقدين به لا من كل وجه بل (بالعين) في المعين (والقدر والصفة) فيما في الذمة للنهي عن بيع الغرر كما مر

Artinya : “Adapun syarat yang ke lima untuk barang dan alat tukar disyaratkan harus diketahui. Artinya tahunya kedua pihak yang melakukan transaksi tidak dalam segala aspek, namun hanya dalam benda, ukuran, sifat dan dalam sesuatu yang menjadi tanggungan. Hal ini karena adanya larangan dalam jual beli gharar.”

Berdasarkan keterangan diatas seseorang disyaratkan harus mengetahui terhadap barang yang dijual. Namun, pengetahuan ini tidak disyaratkan harus detail, artinya seseorang dicukupkan tahu secara umum mengenai sesuatu yang ingin dibeli. Sehingga, seorang diperbolehkan membeli makanan di restoran yang menerapkan sistem layanan All You Can Eat, sekalipun tidak mengetahui kadar makanan yang akan dimakan, karena tergolong ngoror yasir (Kesamaran yang sedikit). 

Sebagaimana dalam kitab Takmilatu Fathil Mulhim, juz 1, halaman 389 berikut;

لأن الفقهاء أجمعوا على أن الغرر اليسير غير مفسد للعقد. وقد فسروا الغرر اليسير بما يرجع إلى العرف وعدم إفضاءه إلى النزاع

Artinya : “ Karena sesungguhnya ulama sepakat mengenai gharar yang sedikit tidak dapat merusak terhadap akad. Dan sungguh menafsiri ulama mengenai ngoror yang sedikit untuk dikembalikan terhadap kebiasaan dan tidak dihantarkan terhadap pertikaian.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa, seorang diperbolehkan membeli makanan di restoran yang menerapkan sistem layanan All You Can Eat, sekalipun tidak mengetahui kadar makanan yang akan dimakan, karena tergolong ngoror yasir (Kesamaran yang sedikit). 

Demikian penjelasan mengenai hukum makan menggunakan sistem layanan All You Can Eat. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Hukum Membatalkan Shalat untuk Menyelamatkan Nyawa

Bagaimana hukum membatalkan shalat untuk menyelamatkan nyawa? Belakangan tengah viral baru-baru ini terkait rekaman CCTV seorang imam masjid di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) bernama H Andi Syamsul Bahri meninggal dunia saat memimpin shalat subuh berjamaah. 

Namun yang menjadi sorotan dalam video tersebut, posisi para makmum yang terlihat nampak menganggap sang imam sudah langsung wafat dan tetap melanjutkan rangkaian sholat hingga selesai. Padahal dalam hal ini banyak masyarakat yang berkomentar, sebenarnya masih bisa diupayakan penyelamatan lo!. Lantas bagaimana hukum membatalkan shalat untuk menyelamatkan nyawa?

Hukum Membatalkan Shalat

Hukum Islam bukan suatu yang bersifat statis, tetapi mempunyai daya lentur yang dapat sejalan dengan arus globalisasi, yang bergerak cepat atau dinamis. Apalagi yang berkaitan dengat kemaslahatan manusia.  Seperti salah satu kaidah dalam Qawaid Fiqhiyah;

 الضرورة تبيح المحظورة 

Artinya; Keadaan darurat menjadikan halal hal-hal yg terlarang”

Ketika dihubungkan dalam kasus di atas maka apabila masih dimungkinkan selamat maka boleh membatalkan sholatnya, kemudian diikhtiarkan dulu upaya penyelamatan, seperti dengan memanggil tenaga medis dan lain sebagainya.

Salah satu dokter spesialis saraf dr Heri Munajib turut serta menanggapi viralnya video tersebut, hendaknya di antara para jamaah ada yang mendahulukan upaya penyelamatan nyawa. Beliau membawakan kaidah ushuliyah: ketika ada pertentangan antara hak Allah dan hak manusia, maka yang jadi prioritas adalah hak manusia. Hak Allah mengalah karena Dia Maha Kasih dan Penyayang.

Pendapat tersebut selaras dengan pandangan Imam Izzuddin bin Abdissalam:

تقديم إنقاذ الغرقى المعصومين على أداء الصلوات، لأن إنقاذ الغرقى المعصومين عند الله أفضل من أداء الصلاة، والجمع بين المصلحتين ممكن بأن ينقذ الغريق ثم يقضي الصلاة، ومعلوم أن ما فاته من مصلحة أداء الصلاة لا يقارب إنقاذ نفس مسلمة من الهلاك

Mendahulukan penyelamatan orang-orang yang dilindungi nyawanya yang tenggelam dibanding sholat. Karena menyelamatkan nyawa lebih utama di sisi Allah dibanding menjalankan sholat dalam kondisi tersebut. Karena masih bisa dilakukan upaya keduanya, menyelamatkan orang tenggelam kemudian qadha sholat. Sudah maklum hilangnya waktu sholat tidak seberapa dibandingkan hilangnya nyawa orang yang beriman (Qawaid Al-Ahkam, 66)

Boleh juga dengan tetap melanjutkan sholat seperti imam yang menggantikan posisi almarhum, namun perlu ada satu atau dua jemaah yang melakukan tindakan untuk menyelamatkan nyawa. Tentu juga memerlukan ilmu dan tata cara yang benar.

Sementara itu Syekh Wahbah Az-Zuhayli, dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz II, halaman 37, bahwa shalat boleh dibatalkan karena darurat, bahkan jika itu adalah shalat wajib. Hal ini berlaku jika ada seseorang yang meminta pertolongan, meskipun permintaan pertolongan itu tidak ditujukan secara khusus kepada orang yang sedang shalat. 

Misalnya, orang yang sedang shalat melihat ada orang lain yang terjatuh ke dalam air, atau diserang binatang, atau dianiaya orang zalim, sementara orang yang sedang shalat itu mampu menolongnya.
. قد يجب قطع الصلاة لضرورة، وقد يباح لعذر. أما ما يجب قطع الصلاة له لضرورة فهو ما يأتي: تقطع الصلاة ولو فرضاً باستغاثة شخص ملهوف، ولو لم يستغث بالمصلي بعينه، كما لو شاهد إنساناً وقع في الماء، أو صال عليه حيوان، أو اعتدى عليه ظالم، وهو قادر على إغاثته

Artinya, “Shalat sekali waktu wajib dihentikan atau dibatalkan dan terkadang boleh dibatalkan karena sebuah alasan. Adapun alasan yang mewajibkan penghentian shalat karena darurat adalah sebagai berikut, yaitu pembatalan shalat wajib sekalipun karena menyelamatkan orang yang minta tolong sekalipun permintaan tolong itu tidak ditujukan secara khusus untuk orang yang sedang shalat contohnya orang shalat yang menyaksikan orang lain terjatuh ke dalam air dalam, atau seseorang yang sedangkan diserang oleh binatang tertentu, atau seseorang yang sedang dianiaya oleh orang zalim, sementara orang yang sedang shalat itu mampu menolongnya

Semoga ustaz yang wafat tersebut Allah terima segala kebaikannya, diampuni dosa-dosanya dan dilimpahkan Rahmat kepadanya amin. Demikian semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Hadis: Zakat Hewan Ternak (Bag. 1)

Pada serial kali ini, penulis akan membahas beberapa hadis terkait zakat hewan ternak yang terdapat dalam kitab Bulughul Maram, karya Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah. Tiga hadis pertama dalam serial tulisan ini adalah surat dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke negeri Bahrain. Beberapa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari di beberapa tempat dalam kitab Shahih-nya, kemudian dijadikan satu oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah. Untuk memudahkan pembahasan, hadis-hadis tersebut kami sebutkan secara terpisah.

Teks hadis pertama

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، كَتَبَ لَهُ هَذَا الكِتَابَ لَمَّا وَجَّهَهُ إِلَى البَحْرَيْنِ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ هَذِهِ فَرِيضَةُ الصَّدَقَةِ الَّتِي فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى المُسْلِمِينَ، وَالَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا رَسُولَهُ، «فَمَنْ سُئِلَهَا مِنَ المُسْلِمِينَ عَلَى وَجْهِهَا، فَلْيُعْطِهَا وَمَنْ سُئِلَ فَوْقَهَا فَلاَ يُعْطِ فِي أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ مِنَ الإِبِلِ، فَمَا دُونَهَا مِنَ الغَنَمِ مِنْ كُلِّ خَمْسٍ شَاةٌ إِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ إِلَى خَمْسٍ وَثَلاَثِينَ، فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ أُنْثَى، فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَثَلاَثِينَ إِلَى خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ فَفِيهَا بِنْتُ لَبُونٍ أُنْثَى، فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَأَرْبَعِينَ إِلَى سِتِّينَ فَفِيهَا حِقَّةٌ طَرُوقَةُ الجَمَلِ، فَإِذَا بَلَغَتْ وَاحِدَةً وَسِتِّينَ إِلَى خَمْسٍ وَسَبْعِينَ، فَفِيهَا جَذَعَةٌ فَإِذَا بَلَغَتْ يَعْنِي سِتًّا وَسَبْعِينَ إِلَى تِسْعِينَ، فَفِيهَا بِنْتَا لَبُونٍ فَإِذَا بَلَغَتْ إِحْدَى وَتِسْعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ، فَفِيهَا حِقَّتَانِ طَرُوقَتَا الجَمَلِ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ، فَفِي كُلِّ أَرْبَعِينَ بِنْتُ لَبُونٍ وَفِي كُلِّ خَمْسِينَ حِقَّةٌ، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ إِلَّا أَرْبَعٌ مِنَ الإِبِلِ، فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا، فَإِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا مِنَ الإِبِلِ، فَفِيهَا شَاةٌ وَفِي صَدَقَةِ الغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ إِلَى مِائَتَيْنِ شَاتَانِ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى مِائَتَيْنِ إِلَى ثَلاَثِ مِائَةٍ، فَفِيهَا ثَلاَثُ شِيَاهٍ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى ثَلاَثِ مِائَةٍ، فَفِي كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ، فَإِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِينَ شَاةً وَاحِدَةً، فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا وَفِي الرِّقَّةِ رُبْعُ العُشْرِ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ إِلَّا تِسْعِينَ وَمِائَةً، فَلَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا

“Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah menulis surat ini kepadanya (tentang aturan zakat) ketika dia mengutusnya ke negeri Bahrain, “Bismillahirrahmaanirrahiim. Inilah kewajiban zakat yang telah diwajibkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap kaum muslimin dan seperti yang diperintahklan oleh Allah dan Rasul-Nya tentangnya. Barangsiapa dari kaum muslimin diminta tentang zakat sesuai ketentuan, maka berikanlah; dan apabila diminta melebihi ketentuan, maka jangan memberinya.

Yaitu (dalam ketentuan zakat unta), pada setiap dua puluh empat ekor unta dan yang kurang dari itu, zakatnya dengan kambing. Setiap 5 ekor unta, zakatnya adalah 1 ekor kambing. Apabila mencapai 25 hingga 35 ekor unta, maka zakatnya 1 ekor bintu makhadh betina. Apabila mencapai 36 hingga 45 ekor unta, maka zakatnya 1 ekor bintu labun betina. Jika mencapai 46 hingga 60 ekor unta, maka zakatnya satu ekor hiqqah yang sudah siap dibuahi oleh unta pejantan. Jika telah mencapai 61 hingga 75 ekor unta, maka zakatnya 1 ekor jadza’ah. Jika telah mencapai 76 hingga 90 ekor unta, maka zakatnya 2 ekor bintu labun. Jika telah mencapai 91 hingga 120 ekor unta, maka zakatnya 2 ekor hiqqah yang sudah siap dibuahi unta jantan. Apabila sudah lebih dari 120, maka ketentuannya adalah pada setiap kelipatan 40 ekor, zakatnya satu ekor bintu labun; dan setiap kelipatan 50 ekor, zakatnya satu ekor hiqqah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki unta kecuali hanya 4 ekor saja, maka tidak ada kewajiban zakat baginya kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkan sedekah. Karena hanya pada setiap 5 ekor unta, baru ada zakatnya yaitu 1 ekor kambing.

Dan untuk zakat kambing sa’imah (yang digembalakan, bukan dipelihara di kandang), ketentuannya adalah apabila telah mencapai jumlah 40 hingga 120 ekor, maka zakatnya adalah 1 ekor kambing. Apabila lebih dari 120 hingga 200 ekor, maka zakatnya 2 ekor kambing. Apabila lebih dari 200 hingga 300 ekor, maka zakatnya 3 ekor kambing. Apabila lebih dari 300 ekor, maka pada setiap kelipatan 100 ekor, zakatnya adalah 1 ekor kambing. Dan apabila seorang penggembala memiliki kurang satu ekor saja dari 40 ekor kambing, maka tidak ada kewajiban zakat baginya, kecuali jika pemiliknya mau mengeluarkan sedekah.

Dan untuk zakat uang perak (dirham), maka ketentuannya seperempat puluh apabila (telah mencapai dua ratus dirham). Dan apabila tidak mencapai jumlah itu namun hanya seratus sembilan puluh, maka tidak ada kewajiban zakatnya kecuali jika pemiliknya mau mengeluarkan sedekah.” (HR. Bukhari no. 1454)

Dalam redaksi yang lain disebutkan,

وَلاَ يُجْمَعُ بَيْنَ مُتَفَرِّقٍ، وَلاَ يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ

“Dan tidak boleh menggabungkan ternak yang terpisah dan tidak boleh memisahkan yang sudah berkumpul, karena ingin menghindari atau mengurangi kewajiban zakat.” (HR. Bukhari no. 1450)

Penjelasan teks hadis

Dalam hadis di atas, terdapat beberapa istilah yang perlu dijelaskan terlebih dahulu:

Bintu makhadh: Unta betina yang genap berusia satu tahun, dan saat ini memasuki tahun kedua. Disebut makhadh karena biasanya, induknya sudah hamil lagi. Ada istilah “makhidh”, yang artinya induk betina yang baru hamil dan hampir melahirkan. Meskipun demikian, tidaklah dipersyaratkan bahwa induknya harus sudah hamil untuk disebut sebagai bintu makhadh. Hal ini karena penamaan tersebut disesuaikan dengan kondisi pada umumnya.

Bintu labun: Unta betina yang genap berusia dua tahun, dan saat ini memasuki tahun ketiga. Disebut demikian karena pada umumnya, induknya biasanya sudah beranak lagi, dan memiliki susu.

Hiqqah: Unta betina yang genap berumur tiga tahun, dan saat ini memasuki tahun keempat. Disebut demikian karena pada usia tersebut, unta itu sudah bisa dinaiki dan diberi beban berupa barang bawaan di atasnya; atau sudah bisa dibuahi oleh unta jantan.

Jadza’ah: Unta betina yang genap berumur empat tahun, dan saat ini memasuki tahun kelima. Disebut demikian karena pada saat itu, giginya sudah rontok. Ini adalah umur unta yang paling tua yang digunakan untuk membayar zakat. Karena pada saat itu, unta tersebut telah mencapai pertumbuhan yang sempurna.

Baca juga: Masuk Surga dan Neraka karena Hewan

Kandungan hadis pertama

Pertama, hadis ini adalah dalil tentang wajibnya zakat unta jika mencapai minimal lima ekor. Untuk setiap lima ekor unta, zakatnya adalah satu ekor kambing. Sehingga yang memiliki dua puluh ekor unta, zakatnya adalah empat ekor kambing. Dalam ketentuan ini, syariat membuat ketentuan bahwa zakat untuk unta di bawah 25 ekor adalah berupa kambing. Padahal, zakat untuk setiap harta itu biasanya sejenis dengan harta yang dimiliki, unta dengan unta, emas dengan emas, dan seterusnya. Mengapa unta di bawah 25 ekor itu kewajiban zakatnya dengan kambing, karena unta sejumlah itu masih dianggap kecil (sedikit) oleh pemiliknya. Meskipun demikian, unta 5 ekor sebetulnya harta yang besar; apabila tidak ada kewajiban zakat, hal itu bisa menghilangkan manfaat untuk orang-orang fakir. Akan tetapi, jika kewajiban zakatnya adalah berupa 1 ekor unta, itu merupakan harta yang sangat berharga untuk pemiliknya, karena nanti untanya tinggal empat. Maka dari sini, tampaklah kebijaksanaan syariat dalam ketentuan zakat unta ini. Adapun yang hanya memiliki empat ekor unta, maka tidak ada kewajiban zakatnya, kecuali jika pemiliknya ingin bersedekah sunah.

Kedua, untuk memudahkan, kadar wajib zakat unta kami ringkas sebagaimana tabel berikut ini.

Nishab (jumlah unta)Kadar wajib zakat
5-9 ekor1 kambing
10-14 ekor2 kambing
15-19 ekor3 kambing
20-24 ekor4 kambing
25-35 ekor1 bintu makhadh
36-45 ekor1 bintu labun
46-60 ekor1 hiqqah
61-75 ekor1 jadza’ah
76-90 ekor2 bintu labun
91-120 ekor2 hiqqah
121 ekor ke atas, kaidahnya: setiap kelipatan 40 ekor: 1 bintu labun; setiap kelipatan 50 ekor: 1 hiqqah
121 – 129 ekor3 bintu labun
130 – 139 ekor1 hiqqah dan 2 bintu labun
140 – 149 ekor2 hiqqah dan 1 bintu labun
150 – 159 ekor3 hiqqah
160 – 169 ekor4 bintu labun
Dan seterusnya …

Untuk 121 ekor ke atas, jika seseorang memiliki 130 ekor unta (misalnya), maka kewajiban zakatnya adalah: 1 hiqqah dan 2 bintu labun. Setiap kali ada penambahan 10 ekor unta, maka kewajiban zakatnya berubah. Adapun jika penambahannya kurang dari sepuluh, maka dimaafkan (tidak ada penambahan zakat yang dibayarkan). Misalnya, untuk 140 ekor unta, kewajiban zakatnya adalah 2 hiqqah dan 1 bintu labun. Sedangkan untuk 150 ekor unta, kewajiban zakatnya adalah 3 hiqqah. Dan demikianlah seterusnya.

Ketiga, hadis tersebut merupakan dalil wajibnya zakat untuk kepemilikan kambing. Kambing yang wajib dizakati adalah kambing sa’imah; sehingga jika bukan kambing sa’imah, tidak dikenai kewajiban zakat. Persyaratan sa’imah ini tidak disebutkan ketika menyebutkan unta. Hal ini karena pada umumnya, unta itu adalah sa’imah, berbeda dengan kambing.

Lalu, apa itu sa’imah? Sa’imah artinya hewan yang digembalakan di padang rumput untuk mencari makan, bukan dengan membeli pakan khusus ternak untuk kebutuhan makannya, atau dengan membeli tanaman atau rumput untuk memberi makan (disebut dengan hewan ma’lufah). Para ulama fikih mempersyaratkan bahwa untuk disebut sa’imah, hewan tersebut digembalakan di mayoritas bulan dalam setahun, misalnya tujuh bulan. Hal ini karena untuk mayoritas, diberlakukan sama hukumnya seperti keseluruhan.

Adapun hewan ma’lufah, maka tidak ada kewajiban zakatnya, kecuali jika hewan tersebut digunakan sebagai barang yang diperdagangkan. Hewan seperti ini akan dikenai zakat barang yang diperdagangkan, meskipun hanya satu ekor saja. Hewan ma’lufah tidak dikenai kewajiban zakat karena biaya untuk memberi pakan ternak yang mahal, sehingga tentu saja memberatkan jika masih ditambah dengan kewajiban zakat.

Keempat, untuk memudahkan, kadar wajib zakat kambing kami ringkas sebagaimana tabel berikut ini.

Nishab (jumlah kambing)Kadar wajib zakat
40-120 ekor1 kambing
121-200 ekor2 kambing
201-300 ekor3 kambing
301 ekor ke atasPada setiap kelipatan seratus ekor, zakatnya adalah satu ekor kambing.

Kelima, adanya al-waqash (الوقص) dalam zakat hewan ternak. Al-waqash adalah jumlah hewan ternak yang terletak di antara dua kelompok. Kita ambil contoh, untuk orang yang memiliki 25-35 ekor unta, kewajiban zakatnya adalah 1 bintu makhadh. Sama saja apakah orang itu memiliki 25, 26, atau 30 ekor unta, kewajiban zakatnya sama, yaitu 1 bintu makhadh. Artinya, adanya penambahan harta berupa hewan ternak, tidak otomatis menyebabkan penambahan harta yang dikeluarkan untuk zakat. Begitu pula dengan zakat kambing. Orang yang memiliki 40, atau 50, atau 60 ekor kambing, kewajiban zakatnya sama, yaitu 1 ekor kambing.

Adanya al-waqash dalam zakat hewan ternak ini menunjukkan belas kasihnya syariat terhadap pemilik hewan ternak. Karena hewan ternak ini memerlukan biaya perawatan yang besar, baik tenaga untuk menggembalakan, memberi minum, menjaga, biaya pengobatan (jika sakit), atau tenaga untuk memerah susu, dan sebagainya. Hal ini hanya dialami oleh pemilik hewan ternak, berbeda halnya dengan pemilik harta yang lain berupa emas atau perak. Oleh karena itu, jika harta berupa emas atau perak bertambah setelah mencapai nishab, maka jumlah yang harus dikeluarkan zakatnya juga akan semakin besar.

Keenam, hadis di atas menunjukkan haramnya perbuatan akal-akalan untuk menghindari kewajiban zakat, yaitu dengan memisahkan hewan ternak, padahal seharusnya dijadikan satu. Misalnya, seseorang memiliki 40 ekor kambing. Ketika dia tahu bahwa akan ada petugas zakat, dia memisahkan hewan ternaknya di dua lokasi, 20 ekor di satu lokasi, 20 ekor sisanya di lokasi lainnya. Sehingga seolah-olah kambingnya masih berada di bawah nishab 40 ekor.

Atau sebaliknya, dia menjadikan satu, padahal seharusnya terpisah. Contohnya, ada tiga orang yang masing-masing memiliki 40 ekor kambing. Seharusnya, setiap orang wajib mengeluarkan zakat 1 kambing, sehingga totalnya menjadi 3 kambing. Agar zakat yang dikeluarkan tidak terlalu besar, maka mereka menjadikan satu kambing-kambing tersebut sehingga seolah-olah jumlahnya 120 ekor kambing (dalam satu satuan kepemilikan). Sedangkan jika 120 kambing, kewajiban zakatnya adalah 1 ekor kambing. Sehingga dengan akal-akalan ini, mereka untung 2 ekor kambing.

Ketujuh, hadis di atas menunjukkan adanya berserikat (khulthoh), yaitu berserikat dalam kepemilikan hewan ternak, bukan harta yang lainnya. Khulthoh ini memiliki pengaruh dalam ada atau tidaknya kewajiban zakat. Hal ini karena dengan adanya khulthoh, harta tersebut dihukumi seperti harta yang satu dalam kaitannya dengan kewajiban zakat.

Misalnya, ada dua orang yang mendapatkan warisan 40 ekor kambing, masing-masing mendapatkan jatah 20 ekor kambing. Maka kewajiban zakatnya adalah 1 ekor kambing. Jika 1 ekor kambing tersebut diambil dari kambing salah satu pemilik, maka pemilik lainnya harus mengganti senilai harga setengah ekor kambing.

Contoh lain, jika ada dua orang berserikat membeli 40 ekor kambing, satu orang menyumbang 1/3 bagian; dan orang kedua menyumbang 2/3 bagian modal. Jika 1 ekor kambing diambil dari pemilik modal 1/3, maka orang yang lain wajib mengganti senilai harga 2/3 ekor kambing.

[Bersambung]

***

@Rumah Kasongan, 16 Jumadil awal 1445/ 30 November 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/90562-zakat-hewan-ternak-bag-1.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Siti Raham Takdir Cinta Buya Hamka

Banyak gadis pilihan Buya Hamka, ada Kulsum, Maryam, dan wanita Hijaz di rumah Syeikhnya di Makkah yang mendesaknya untuk menikah, tapi mengapa pilihannya jatuh Siti Raham?

PERNIKAHAN Haji Abdulmalik bin Abdulkarim Amrullah (HAMKA) dengan Siti Raham berlangsung pada tanggal 5 April 1929, di usia keduanya masih muda belia.

Hamka saat itu berusia 21 tahun dan istri berumur 15 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, kehidupan rumah tangga yang pada awalnya melalui proses perjodohan atas inisiatif ayahnya, Syaikh Abdulkarim Amrullah, pada tahun 1928.

Hamka menyadari bahwa ternyata Siti Raham adalah takdir cinta sejatinya, sehingga tidak ada niat untuk menduakannya.

Padahal sebelumnya,  seperti diungkap Hamka dalam biografinya “Kenang-Kenangan Hidup” jilid I, saat di Padang Panjang dan ketika berlayar dalam perjalanan menuju Makkah pada bulan Pebruari 1927, kemudian bermukim di sana sekian bulan lamannya, kembali pulang ke tanah air dan menetap di Medan, telah ada wanita lain yang pernah hadir di hatinya.

Adalah gadis bernama Kulsum, dara Cianjur berusia 17 tahun yang berangkat haji bersama kedua orang tuanya. Ia terpesona kepada Hamka karena dikenal rajin mengumandang adzan setiap masuk waktu shalat dan suaranya yang merdu ketika membaca Al-Quran di atas kapal Karimata yang membawa mereka ke tanah suci.

Kulsum bahkan memanggil Hamka dengan sebutan “Ajengan”.  Ajengan adalah panggilan untuk orang terkemuka, terutama guru agama Islam.  

Pada tahun 1928, ketika pulang dari Medan bersama kakak iparnya Ahmad Rasyid Sutan Mansur dan baru sehari sampai di Maninjau, hari itu hari Jumat, setelah shalat Maghrib, adik ayahnya yang bernama Haji Yusuf  Amrullah mengajaknya bercakap empat mata di sudut Surau.

“Malik, obatlah hati Buya-mu, beliau sudah mulai tua. Engkau telah dipertunangkan dengan anak perempuan Endah Sutan, namanya Siti Raham!”.

Pikirannya melayang ke Kulsum. Terbayang pula Maryam, wanita Hijaz di rumah Syeikhnya di Makkah yang mendesaknya untuk menikah.

Melintas pula di ingatannya seorang gadis yang sama-sama berasal dari Maninjau dan telah lama menetap di Medan. Pada saat akan pulang ke Maninjau, gadis tersebut bertanya: “Jika Tuan Haji pulang, tentu tidak ada niatan akan balik ke Medan lagi, ya?.”     

“Ah, tentu saja kembali”, jawabnya.

“Jangan mendorong-dorongkan mulut, Tuan Haji, kampung kita “kramat”, balas wanita tersebut. 

“Kembali jugalah ke Medan, Haji, sebab ada orang yang menunggumu”, pesan kakak gadis itu.

***

Buya Hamka menuturkan cuplikan dialog dengan ayahnya pada tahun 1943 di Tanah Abang, Jakarta, setelah sebelumnya ayah Buya Hamka ini dibuang ke Sukabumi oleh pemerintah Belanda karena dianggap mengganggu stabilitas misi kolonialnya di Minangkabau :

“Pada suatu hari, ketika kami duduk bercengkerama bersama-sama, beliau bersenda-gurau, seraya berkata: “Engkau sudah seperti batu terbenam ke bencah, tidak timbul lagi. Isteri hanya satu. Apalah agaknya “ramuan” yang dimakankan isterimu kepadamu, sehingga engkau tidak berani beristeri seorang lagi?”.

Dengan gaya berkelakar Buya Hamka menjawab secara serius: “Ini  bukanlah soal ramuan atau soal pekasih (guna-guna). Soalnya ialah soal Abuya sendiri. Abuyalah dahulu yang mencarikan dan menetapkan dia menjadi isteriku. Rupanya Abuyalah yang memilih gadis yang ananda tidak sanggup menduakannya dengan yang lain.”

Kutipan dialog di atas diabadikan Buya Hamka dalam rubrik “Dari Hati ke Hati” di Majalah Panji Masyarakat edisi 95/1972 yang berjudul “Hj. Siti Raham: Dia adalah Obat Hati Ayahku.”

Begitulah penulis roman “Tenggelamnya Kapal Van der Wijk” ini menemukan kedamaian dan ketentraman hidup bersama Siti Raham yang dalam pergaulan hidup berumah tangga sampai wafatnya panggilan romantis Siti Raham untuk Buya Hamka adalah Engku Haji.

Buya Hamka mengenang pada saat beliau akan ditahan oleh rezim Orde Lama dan ketika akan berpisah untuk selamanya dengan wanita tangguh yang telah melahirkan 12 orang anak ini:

“Di waktu aku ditangkap dan ditahan (27 Januari 1964), dia meratap: “Bawo den Angku Haji, jan den ditinggalkan”. (Bawa saya serta Engku Haji, jangan saya ditinggalkan).”

“Bahkan 5 menit sebelum Siti Raham menghembuskan nafasnya yang penghabisan, dipegangnya tanganku dengan tangannya yang mulai kaku: “Beri maaf saya Engku Haji!….”.

Setelah merasakan bahwa saat ajalnya telah dekat, Siti Raham berucap: “Kalau saya meninggal lebih dahulu, apakah di akhirat kita kan bertemu kembali, Engku Haji?”.

Buya Hamka menjawab: “Aku akan berusaha supaya kita bertemu hendaknya di akhirat kelak!”.

“Mengapa begitu?”, tanyanya.

“Ada tersebut di dalam Sabda Nabi kita Muhammad ﷺ bahwa jika seorang perempuan meninggal dunia, sedang suaminya ridha kepada kesetiaannya dikala hidupnya, perempuan itu akan masuk Surga. Sebab itu, menurut hadits itu Ummi akan masuk Surga. Dan aku, kalau kau tinggalkan menyimpang dari jalan yang digariskan Tuhan, niscaya masuk Neraka. Sebab itulah jika aku engkau tinggalkan akan selalu berusaha sampai panggilan datang pula, agar tetap dalam iman dan istiqamah, agar kita dapat bertemu kembali,” jelas Buya Hamka.   

“Benar begitu…!”

“Benar……!”, jawab Buya Hamka.

Dan di menit-menit terakhir, pada saat pegangan tangannya dirasakan mulai melemah oleh Buya Hamka, ia meminta maaf: “…Angku Haji,……beri maaf saya.”    

“Janganlah disimpangkan ingatan kepada Engku Haji, luruskan ingatan kepada ALLAH !”, seru Buya Hamka kepada kekasih hati dan belahan jiwanya itu.

“…Allah…!”, ucapnya lirih.  

Tidak berselang lama, sampailah waktunya berpisah dengan Engku Hajinya untuk selama-lamanya pada hari Sabtu, 1 Januari 1972, jam 8.45 pagi, di kamar 6 Paviliun Cenderawasih Rumah Sakit Umum Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta.*/Roni Candra, Pegiat Pendidikan dan Sosial Kemanusiaan Yayasan Swadaya Ummah Pekanbaru  

HIDAYATULLAH

Kisah Cucu Kesayangan Rasulullah Hasan dan Husain

Rasulullah SAW memiliki tujuh orang cucu dari pada anak – anaknya. Antara cucu kesayangan baginda ialah Hasan dan Husain yang juga merupakan putra dari anak bungsunya Fatimah binti Muhammad dengan Ali bin Abi Talib. Sejak kecil,  Hasan dan Husein sudah mahir dalam meriwayatkan hadis.

Usia mereka juga tidak jauh jarak perbedaannya yang hanya berselang satu tahun sahaja sehingga mereka membesar, belajar dan bermain bersama. Hasan merupakan anak pertama dan Husain merupakan adik kepada Hasan iaitu anak kedua. Pada saat lahirnya mereka ini Rasulullah SAW tidak berhenti mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT diatas nikmat kurniaan tersebut.

Hasan bin Ali bin Abi Talib

Saidina Hasan lahir pada bulan Sya’ban tahun ke–3 hijrah. Akan tetapi ada juga yang menyatakan bahawa beliau dilahirkan pada pertengahan bulan Ramadhan tahun ke-3 Hijrah. Manakala, Iman Nawawi pula menyebut dalam kitab At-Tahdzib beliau menyatakan bahawa Saidina Hasan dilahirkan pada lima belas Sya’ban tahun ke-4 hijrah.  

Namun, pendapat yang menyatakan beliau dilahirkan pada bulan Syaaban adalah pendapat yang lebih sahih. Pada waktu kelahirannya bapa Saidina Hasan iaitu Saidina Ali menamakan putra pertamanya itu dengan Harb yang bererti perang. Akan tetapi Rasulullah SAW menggantikan nama Harb dengan nama yang indah iaitu Hasan. Selain itu, pada kelahiran Saidina Hasan Rasulullah SAW yang mengumandangkan azan di telinganya manakala bapanya Saidina Ali bin Abi Talib mencukur rambutnya.

Saidina Hasan merupakan cucu Rasulullah SAW yang mirip rupa parasnya dengan Rasulullah SAW, bahkan tidak ada orang lain yang lebih mirip dengan Rasulullah SAW daripada Saidina Hasan. Hal ini adalah sebagaimana riwayat daripada Anas R.A, katanya:

لَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَشْبَهَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الحَسَنِ بْنِ عَلِيّ

Maksudnya: “Tidak ada seseorang pun yang lebih menyerupai dengan Nabi SAW berbanding al-Hasan bin Ali.”

Husain bin Ali bin Abi Talib

Saidina Husain merupakan putra bungsu puteri Rasulullah SAW Fatimah binti Muhammad bersama Ali bin Abi Talib yang juga merupakan adik kepada Saidina Hasan. Saidina Husain dilahirkan pada bulan Syawal tahun ke-4 Hijrah, iaitu setahun selepas kelahiran abangnya, Saidina Hasan. Di mana pada kelahirannya juga Saidina Husain disambut sama dengan kelahiran abangya oleh Rasulullah SAW dengan mengumandangkan azan di telinganya dan menyembelih akikah setelah tujuh hari kelahirannya.

Berbeza daripada saudara lelakinya Saidina Hasan, dalam menggambarkan rupa paras Saidina Husain, Anas bin Malik berkata bahawa Saidina Husain serupa dengan Rasulullah SAW daripada dada sampai ke kaki”. Manakala dari segi wajah Beliau menyerupai ayahnya iaitu Saidina Ali bin Abi Talib.

Kisah Rasulullah SAW mencium cucunya Hasan dan Husain

Rasulullah SAW sangat menyayangi kaum kerabat baginda. Dimana Rasulullah SAW akan menunjukkan kasih sayang kepada ahli keluarganya dengan cara yang baik iaitu dengan mencium mereka. Di antaranya ialah kepada cucu – cucu baginda. Rasulullah SAW sangat menyayangi cucu – cucunya dan akan selalu meluangkan masa untuk bermain bersama mereka antaranya ialah kepada Hasan dan Husain.

Diriwayatkan oleh Iman Al – Bukhari dari Abu Bakrah “Aku melihat Nabi di atas mimbar, sedang Hasan berada di sampingnya. Kadang-kadang baginda melihat kepada hadirin dan kadang-kadang baginda memandang kepada Hasan, lalu baginda bersabda:

Maksudnya: “Cucuku adalah seorang pemimpin. Semoga Allah menjadikannya pendamai antara dua golongan Islam yang berperang.”

Kisahnya bermula apabila pada suatu hari Saidina Husain yang masih lagi kecil datang menemui ibunya puteri bungsu Rasulullah SAW iaitu Fatima. Sambil menangis dia berkata kepada ibunya “Atuk (Muhammad SAW) lebih sayangkan abang Hasan.” Sayyidah Fatimah menjawab, “Mengapa kamu berkata demikian wahai anakku?” Husain menjelaskan kerana cemburunya, “datuk sering mencium bibir Hasan sedangkan saya datuk hanya mencium pada lehernya.”

Kemudian sayyidah Fatima membawa anaknya itu berjumpa dengan ayahnya (Rasulullah SAW) dan memberitahu tentang kecemburuan Husain itu kepada ayahnya.  Kemudian setelah menjelaskan kepada bapanya Rasulullah SAW merenung keras dan lama, lalu baginda bersabda;

 “Puteriku Fatimah, aku selalu mencium bibir Hasan, kerana dia akan mati diracun oleh orang yang dekat dengannya, dan semua isi perutnya akan keluar melaluinya. mulut. Sedangkan kamu (Husain).” Rasul SAW merenung Husain lama, baginda tidak dapat meneruskan kata-katanya, lalu pengsan seketika. Setelah sedar, dia merenung tajam lagi sambil terus menangis sambil menggoncang dadanya, lalu berkata, “Adapun engkau Husain, aku sering mencium lehermu kerana engkau akan mati syahid dengan tercabut lehermu.”

Wafatnya cucu Rasulullah SAW Hasan dan Husain

Ada beberapa pendapat ulama yang menyatakan tentang kematian Saidina Hasan antaranya Al-Mada’ini, al-Ghalabi, al-Zubair, Ibn al-Kalbi dan selain mereka berpendapat, beliau meninggal dunia pada tahun 50 hijrah. Manakala, Al-Waqidi, Sa‘id bin ‘Ufair dan Khalifah pula berpendapat bahawa Saidina Hasan meninggal dunia pada tahun 49 Hijrah.

Akan tetapi, Imam al-Bukhari pula berpendapat, beliau meninggal dunia pada tahun 51 Hijrah dan dikatakan sebab kematian Saidina Hasan adalah kerana racun yang diberikan oleh Jad‘ah binti al-Asy‘ath bin Qais iaitu isteri Saidina Hasan.

Manakala, bagi Saidina Husain pula Imam Ibn Kathir menyebut dalam kitab al-Bidayah wan Nihayah  menceritakan bagaimana Sayidina Husain dibunuh di peperangan Karbala iaitu pada 10 Muharram (asyura). Selain itu Imam Ibn Kathir juga menyatakan bahawa “Orang yang membunuh Saidina Husain dengan tombak ialah Sinan bin Anas bin Amr Nahai, lalu dia menetak leher Husain dan menyerahkan kepala Saidina Husain kepada Khawali bin Yazid.” (Al-Bidayah, 8/204).

Dalil yang berkaitan dengan Saidina Husain

Riwayat yang paling sahih yang menceritakan peristiwa Karbala dilihat pada Hadith Bukhari yang berbunyi:

 ( عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ )

Maksudnya: Anas bin Malik berkata, “Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada Ubaidullah Bin Ziyad. Kepala itu diletakkan di dalam bejana. Lalu Ubaidullah Bin Ziyad menusuk-nusuk (dengan pedangnya) dan mengulas sedikit tentang ketampanan Husain”. Anas mengatakan, “Diantara Ahlul bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah SAW”. Saat itu, Husain digilap rambutnya dengan wasmah (sejenis inai).

Hadits ini menceritakan tentang Ubaidullah yang menusuk-nusuk kepala Husain dengan pedangnya setelah beliau dibunuh. Diriwayatkan bahawa sahabat Rasulullah SAW yang terdiri daripada Zaid bin Arqam dan Anas Bin Malik meminta agar Ubaidullah menyingkirkan pedang tersebut kerana tidak rela melihat cucu Rasulullah SAW diperlakukan sedemikian rupa. Kesan daripada pembunuhan Husain, Ubaidullah telah wafat dalam keadaan yang dahsyat. Demikianlah itu balasan Allah SWT kepada orang yang zalim.

BINCANG SYARIAH

Hukum Bunuh diri dalam Islam

Salah satu tren yang tengah marak terjadi di Indonesia adalah maraknya kasus bunuh diri. Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka itu sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang tahun 2022 yang jumlahnya 900 kasus. Lantas bagaimana hukum bunuh diri dalam Islam?

Pada dasarnya, kehidupan adalah anugerah dari Allah SWT. Dia yang menciptakan dan menentukan kapan ajal datang. Maka, Islam dengan tegas melarang tindakan bunuh diri, yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak Allah dan pelanggaran terhadap diri sendiri.

Hukum bunuh diri dalam Islam adalah haram, dan termasuk dalam dosa besar. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa [4] ayat 29, Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29)

Ayat ini dengan tegas melarang tindakan bunuh diri, menegaskan bahwa Allah Maha Penyayang kepada hamba-Nya dan tidak menghendaki mereka menderita di dunia maupun akhirat. Imam Baghawi dalam tafsir Ma’alim Tanzil fi Tafsir al Qur’an, Jilid 1, halaman 502, bahwa Allah melarang manusia untuk membunuh diri. Pasalnya, itu perbuatan tercela.

وَقِيلَ: أَرَادَ بِهِ قَتْلَ الْمُسْلِمِ نَفْسَهُ

Artinya; dan dikatakan; maksudnya [an-Nisa ayat 29], bahwa melarang seorang muslim untuk bunuh diri.

Lebih lanjut, dalam Hadits Nabi Muhammad SAW juga memperkuat larangan bunuh diri. Dalam sabdanya, Rasulullah mengancam bahwa orang yang bunuh diri kelak akan mendapatkan siksa di nereka. Nabi bersabda;

«مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

Artinya; barang siapa membunuh dirinya dengan menggunakan sesuatu di dunia, maka kelak akan diazab di akhirat.

Pada hadits lain, hukuman bagi pelaku bunuh diri dalam Islam adalah dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Pelaku bunuh diri akan menerima siksaan yang sama persis seperti caranya bunuh diri. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah berikut:

مَن تردى من جبل فقتل نفسه فهو في نار جهنم يتردى فيه خالداً مخلداً فيها أبداً ، ومَن تحسَّى سمّاً فقتل نفسه فسمُّه في يده يتحساه في نار جهنم خالداً مخلداً فيها أبداً ، ومَن قتل نفسه بحديدة فحديدته في يده يجأ بها في بطنه في نار جهنم خالداً مخلداً فيها أبداً

Artinya; Siapa yang melompat dari gunung dan membunuh dirinya, maka ia berada di neraka Jahannam dan akan terus melompat di dalamnya selama-lamanya. Siapa yang menenggak racun dan membunuh dirinya, maka racunnya di tangannya dan ia akan terus menenggaknya di neraka Jahannam selama-lamanya. Siapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besinya di tangannya dan ia akan terus menusuk perutnya dengannya di neraka Jahannam selama-lamanya.

Lantas apakah orang bunuh diri kekal di dalam neraka?

Dalam hadis ini disebutkan bahwa pelaku bunuh diri mendapatkan ampunan Allah karena melakukan hijrah dan masuk surga. Berdasarkan hadis ini, Imam Al-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengatakan sebagai berikut;

أما أحكام الحديث ففيه حجة لقاعدة عظيمة لأهل السنة أن من قتل نفسه أو ارتكب معصية غيرها ومات من غير توبة فليس بكافر ، ولا يقطع له بالنار ، بل هو في حكم المشيئة

Adapun hukum-hukum dalam hadis ini, maka di dalamnya terdapat hujjah bagi kaidah yang agung untuk kelompok Ahlussunnah bahwa orang yang membunuh dirinya atau melakukan maksiat lainnya kemudian meninggal tanpa bertaubat, maka tidak dihukumi kafir dan tidak dipastikan masuk neraka, tetapi dia masuk ke dalam hukum kehendak Allah.

Terakhir, beban hidup terkadang memang bisa berat, namun bunuh diri bukanlah jawaban. Ingatlah, Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya. Jangan putus asa, carilah pertolongan dan teruslah berjuang, Insya Allah jalan terang akan segera terlihat.

BINCANG SYARIAH

Hukum Menggunakan Filter Gender Swap dalam Islam

Di antara pertanyaan masyarakat adalah hukum menggunakan filter Gender Swap dalam Islam. Fitur Gender Swab adalah fitur yang memungkinkan pengguna untuk mengubah gender dari wajah mereka dalam foto atau video. Fitur ini tersedia di berbagai aplikasi, termasuk Snapchat, FaceApp, dan Instagram.

Filter Gender Swab tersebut dapat mengubah wajah seseorang menjadi jenis kelamin yang berbeda. Misalnya jika kamu seorang laki-laki, maka filter tersebut akan mengubah wajah kamu menjadi seorang perempuan dan begitu sebaliknya. Lantas, bagaimana hukum menggunakan filter Gender Swap dalam Islam?

Dalam literatur kitab fikih, dijumpai beberapa keterangan mengenai hukum menggunakan filter Gender Swap dalam Islam. Menurut ulama seseorang laki-laki diharamkan berpenampilan seperti perempuan begitu juga sebaliknya. Sebagaimana dalam keterangan kitab Bughyah Al-Mustarsyidin halaman 604 berikut;

) مسألة): ضابط التشبه المحرم من تشبه الرجال بالنساء وعكسه ما ذكروه في الفتح والتحفة والإمداد وشن الغارة، وتبعه الرملي في النهاية هو أن يتزيا أحدهما بما يختص بالآخر، أو يغلب اختصاصه به في ذلك المحل الذي هما فيه.

Artinya : “Suatu permasalahan : Batasan penyerupaan yang diharamkan pada kasus penyerupaan orang laki-laki pada perempuan dan sebaliknya adalah apa yang diterangkan oleh Ulama Fiqh dalam kitab Fath aljawaad, Tuhfah, Imdaad dan kitab syun algharah. Imam Romli juga mengikutinya dalam kitab An- Nihayah, Batasannya adalah : “Bila salah satu dari lelaki atau wanita tersebut berhias memakai barang yang dikhususkan untuk lainnya atau pakaian yang jamak digunakan pada tempat tinggal lelaki dan wanita tersebut”

Berdasarkan keterangan diatas seorang laki-laki diharamkan berpenampilan menjadi seorang pria begitu juga sebaliknya. Sehingga, seseorang laki-laki tidak diperbolehkan menggunakan filter gender swap apabila dapat membuat dirinya berubah menjadi seorang perempuan, begitu juga sebaliknya. Hal itu juga dilarang karena dapat menurunkan muru’ah seseorang. 

Sebagaimana dalam penjelasan kitab At-Tadrib Fil Fikhi Al-Syafi’i, Juz 4, Halaman 366 berikut,

والمروءةُ: صوُن النفس عن تعاطي مباحات، أو مكروهات، غيرلائقة بفاعلها عرفًا، أو دالّةً على قلِّة مبالاتِه بما يهتم به، فالأكلُ في الطريِق المطروق مرا را دالّةٌ على قلِّة المبالاةِ يسقطها، إّلا أن يكوَ ن الشخص سوقيًا

Artinya : “Muru’ah adalah menjaga diri dari melakukan perkara-perkara  yang diperbolehkan atau perkara mahruh yang tidak layak bagi pelakunya secara kebiasaan atau menunjukkan terhadap kurangnya kepedulian terhadap sesuatu yang penting dilakukan. Dengan demikian makan di jalan secara terus menerus dapat membuat hilangnya muru’ah kecuali seseorang tersebut termasuk pedagang.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa seorang laki-laki diharamkan berpenampilan menjadi seorang pria begitu juga sebaliknya. Sehingga, seseorang laki-laki tidak diperbolehkan menggunakan filter gender swap apabila dapat membuat dirinya berubah menjadi seorang perempuan, begitu juga sebaliknya. Hal itu juga dilarang karena dapat menurunkan muru’ah seseorang.

Demikian penjelasan mengenai hukum menggunakan filter gender Swap dalam Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH