Ilmu Pengobatan yang Dinisbatkan kepada Islam

Pertanyaan:

Ustadz, bagaimana menyikapi beberapa metode pengobatan atau metode hidup sehat yang dinisbatkan kepada agama islam? Bolehkah demikian? 

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.

Beberapa metode pengobatan dinisbatkan kepada Islam, atau dinisbatkan kepada Al-Qur’an atau As-Sunnah. Mereka mengatakan, “Ini adalah pengobatan Islami”, atau “Ini adalah pengobatan Qur’ani”, atau “Ini adalah pengobatan yang sesuai Sunnah”. Maka untuk menyikapi masalah ini perlu kita sampaikan beberapa poin:

Pertama, mengaitkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan metode pengobatan tertentu, semata-mata dengan akal dan opini tanpa landasan ilmu yang benar, ini hukumnya haram dan terlarang melakukannya. Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya” (QS. Al-Isra: 36).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda:

من قال في القرآن بغير علم فليتبوأ مقعده من النار

“Barang siapa yang berkata tentang Al-Qur’an tanpa ilmu maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. At-Tirmidzi 2950. Didhaifkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Dha’ifah [1783], Namun Syaikh Ibnu Baz dalam Fawaid Ilmiyah min Durus Baziyah (8/111) mengatakan: “hadits ini terdapat kelemahan, namun maknanya benar”.

Juga diriwayatkan dari Jundab bin Abdillah radhiyallahu’anhu:

من قال في القرآن برأيه فأصاب فقد أخطأ

“Barang siapa siapa yang berkata tentang Al-Qur’an sebatas dengan opininya, lalu kebetulan ia benar, maka ia tetap salah.” (HR. Tirmidzi no. 2952. Hadits ini lemah karena terdapat Suhail bin Abi Hazm, perawi yang lemah). Syaikh Ibnu Baz dalam Fawaid Ilmiyah min Durus Baziyah [8/111] mengatakan: “mengenai derajat hadits ini ada perselisihan yang ringan, namun maknanya benar”.

Oleh karena itu kita lihat generasi terbaik umat Islam yaitu para sahabat Nabi, para tabi’in, dan tabiut tabi’in, mereka tidak berani menafsirkan Al-Qur’an jika mereka tidak tahu tafsirnya.

Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu pernah ditanya mengenai makna abban atau al-abb dalam surat Abasa ayat 31: وَفَاكِهَةً وَأَبًّا, namun Abu Bakar mengatakan:

أي سماء تظلني؟ و أي أرض تقلني؟ إذا قلت في كلام الله ما لا أعلم

“Langit mana yang akan menaungiku? Bumi mana yang akan menopangku? Jika aku berkata tentang Kalamullah yang aku tidak ketahui (tafsirnya)” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, dinukil dari Mabahits fi Ulumil Qur’an, 352).

Suatu kala Sa’id bin Musayyib ditanya mengenai tafsir sebuah ayat, beliau mengatakan:

إنا لا نقول في القران شيئا

“Kami tidak (berani) beropini sedikit pun mengenai tafsir Al-Qur’an” (Diriwayatkan oleh Malik dalam Al-Muwatha’, dinukil dari Mabahits fi Ulumil Qur’an, 352).

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

مَنْ فَسَّرَ الْقُرْآنَ أَوْ الْحَدِيثَ وَتَأَوَّلَهُ عَلَى غَيْرِ التَّفْسِيرِ الْمَعْرُوفِ عَنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَهُوَ مُفْتَرٍ عَلَى اللَّهِ مُلْحِدٌ فِي آيَاتِ اللَّهِ مُحَرِّفٌ لِلْكَلِمِ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَهَذَا فَتْحٌ لِبَابِ الزَّنْدَقَةِ وَالْإِلْحَادِ وَهُوَ مَعْلُومُ الْبُطْلَانِ بِالِاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ

“Siapa yang menafsirkan Al-Qur’an atau hadits dan menakwilkannya dengan penafsiran yang tidak dikenal oleh para sahabat dan tabi’in, maka ia telah berdusta atas nama Allah. Ia merupakan orang mulhid (menyimpang) dalam ayat-ayat Allah, yang memalingkan ayat-ayat dari tempatnya yang benar. Dan perbuatan ini membuka pintu bagi orang-orang zindiq dan mulhid juga dan merupakan kebatilan yang gamblang dan nyata dalam agama Islam ini” (Majmu’ Al-Fatawa, 13/243).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menasehati orang-orang yang bermudahan mengaitkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan sains sekedar dengan akal dan opini. Beliau mengatakan:

ومن هذا ما وقع أخيراً من أولئك الذين فسروا القرآن بما يسمى بالإعجاز العلمي، حيث كانوا يحملون القرآن أحياناً ما لا يتحمل، صحيح أن لهم استنباطات جيدة تدل على أن القرآن حق ومن الله عز وجل، وتنفع في دعوة غير المسلمين إلى الإسلام ممن يعتمدون على الأدلة الحسية في تصحيح ما جاء به الرسول عليه الصلاة والسلام، لكنهم أحياناً يحملون القرآن ما لا يتحمله

“Dari sini kita mengetahui kekeliruan apa yang terjadi akhir-akhir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an. Yaitu fenomena yang mereka sebut dengan i’jaz al-ilmi (keajaiban sains Al-Qur’an). Yaitu ketika mereka memaknai ayat-ayat Al-Qur’an dengan makna yang tidak terkandung di dalamnya. Benar bahwa kesimpulan mereka akan semakin menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu haq dan datang dari Allah azza wa jalla. Dan juga memberi manfaat untuk mendakwahi non-Muslim kepada Islam, yang mereka lebih condong pada bukti inderawi untuk membenarkan ajaran Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Namun yang menjadi masalah adalah mereka memaknai ayat-ayat Al-Qur’an dengan makna yang tidak terkandung di dalamnya”.

مثل قولهم: إن قوله تعالى: (يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ) (الرحمن: ٣٣) ، إن هذا يعني الوصول إلى القمر وإلى النجوم وما أشبه ذلك، لأن الله قال: (لا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ) والسلطان عندهم العلم. وهذا لا شك أنه تحريف، وأنه حرام ان يفسر كلام الله بهذا

“Misalnya, firman Allah ta’ala (yang artinya) : “Wahai segenap jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya, kecuali dengan kekuatan (dari Allah).” (QS. Ar-Rahman: 33). Mereka mengatakan bahwa “sulthon” dalam ayat ini maksudnya adalah ilmu sains. Tidak ragu lagi ini adalah tahrif (pengubahan) terhadap makna ayat. Haram hukumnya menafsirkan Al-Qur’an dengan cara seperti ini” (Syarah Muqaddimah at-Tafsir, halaman 98-99).

Kedua, menisbatkan suatu metode pengobatan kepada sunnah Nabi artinya mengklaim bahwa metode pengobatan tersebut diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau beliau contohkan dengan perbuatan atau beliau setujui. 

Asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan makna “sunnah”, beliau mengatakan :

وأما معناها شرعا : أي في اصطلاح أهل الشرع ، فهي : قول النبي صلى الله عليه وآله وسلم وفعله وتقريره 

“Adapun makna as-sunnah secara syar’i, yaitu dalam istilah para ulama, artinya adalah perkataan, perbuatan dan taqrir (persetujuan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Irsyadul Fuhul ila Tahqiqil Haq min Ilmil Ushul, 1/131).

Dengan demikian, juga tidak diperbolehkan menisbatkan suatu metode pengobatan kepada sunnah Nabi kecuali terdapat dalil yang menunjukkannya. Jika tidak didasari dalil maka akan terjerumus dalam klaim dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنَّ كَذِبًا عَلَيَّ ليسَ كَكَذِبٍ علَى أَحَدٍ، مَن كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya berdusta atas namaku, tidak sebagaimana berdusta atas nama orang biasa. Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Al-Bukhari no.1291, Muslim no.3004).

Ketiga, menisbatkan suatu metode pengobatan kepada agama Islam ini berarti bicara dalam ranah agama. Dan tidak boleh bicara dalam ranah agama, kecuali orang-orang yang berilmu. Ia memahami bahasa Arab, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, ilmu ushul fiqih, ilmu fiqih, ilmu hadits, ilmu musthalah hadits, ilmu tafsir, ilmu Al-Qur’an, dan ilmu lainnya yang dibutuhkan untuk memahami masalah agama. Allah ta’ala melarang bicara agama tanpa ilmu, sebagaimana dalam surat Al-Isra ayat 36 di atas. Allah ta’ala juga berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Hujurat: 1).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

أن الله تعالى نهى عن القول بلا علم بل بالظن الذي هو التوهم والخيال

“Allah ta’ala melarang untuk bicara agama tanpa ilmu, yaitu bicara dengan sekedar sangkaan yang merupakan kerancuan dan khayalan” (Tafsir Ibnu Katsir).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سيَكونُ في آخرِ أمَّتي أناسٌ يحدِّثونَكم ما لَم تسمعوا أنتُم ولا آباؤُكم . فإيَّاكُم وإيَّاهُم

“Akan ada di akhir zaman dari umatku, orang-orang yang membawakan perkataan (dalam masalah agama) yang tidak pernah kalian dengar sebelumnya, juga belum pernah didengar oleh ayah-ayah dan kakek moyang kalian. Maka waspadailah… waspadailah” (HR. Muslim dalam Muqaddimah-nya).

Bicara masalah agama tanpa ilmu akan lebih banyak merusak daripada membawa kebaikan. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah mengatakan:

من تعبد بغير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح

“Orang yang beribadah tanpa di dasari ilmu, lebih banyak merusak daripada memperbaiki” (Sunan Ad-Darimi, 1/102).

Masalah agama hanya diambil dari orang yang berilmu agama. Muhammad bin Sirin rahimahullah, beliau mengatakan:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Al-Ilal, 1/355).

Keempat, demikian ilmu kesehatan, hanya diambil dari orang-orang ahli dalam masalah kesehatan. Tidak boleh dari sembarang orang. Karena ini termasuk berkata dan berbuat tanpa ilmu yang dilarang oleh Allah ta’ala. Surat Al-Isra ayat 36 berlaku untuk masalah agama atapun masalah dunia, tidak boleh bicara tentang sesuatu yang tidak diketahui dan tidak diilmui. Dan orang yang melakukannya akan dimintai pertanggungjawaban.

Berbicara tentang sesuatu dengan modal prasangka adalah akhlak yang tercela dan merupakan dosa. Allah ta’ala berfirman:

اِجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa” (QS. Al-Hujurat: 12).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث

“Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta” (HR. Bukhari-Muslim).

Ilmu kesehatan, harus diambil dari ahli kesehatan seperti dokter, tabib, dan semisalnya. Bukan orang yang hanya ikut pelatihan kesehatan. Ilmu herbal juga harus diambil dari ahli herbal. Yang bertahun-tahun belajar herbal. Bukan orang yang hanya ikut pelatihan herbal.

Orang yang tidak ahli dalam melakukan pengobatan, ia tidak boleh menjadi tabib untuk mengobati orang lain. Dari kakeknya Amr bin Syu’aib, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَن تطبَّبَ ولا يُعلَمْ منه طِبٌّ فهوَ ضامنٌ

“Barang siapa yang berlagak melakukan pengobatan padahal ia tidak mengetahui ilmu pengobatan, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban” (HR. Abu Daud no. 4586, dihasankan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan:

الْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى تَضْمِينِ الْمُتَطَبِّبِ مَا أَتْلَفَهُ مِنْ نَفْسٍ فَمَا دُونَهَا سَوَاءٌ أَصَابَ بِالسِّرَايَةِ أَوْ بِالْمُبَاشَرَةِ وَسَوَاءٌ كَانَ عَمْدًا، أَوْ خَطَأً، وَقَدْ ادَّعَى عَلَى هَذَا الْإِجْمَاعَ. وَفِي نِهَايَةِ الْمُجْتَهِدِ إذَا أَعْنَتَ أَيْ الْمُتَطَبِّبُ كَانَ عَلَيْهِ الضَّرْبُ وَالسَّجْنُ وَالدِّيَةُ فِي مَالِهِ وَقِيلَ: عَلَى الْعَاقِلَةِ

“Hadits ini merupakan dalil tentang wajibnya mutathabbib (orang yang berlagak melakukan pengobatan) bertanggung jawab atau kerusakan yang ia buat. Baik karena obat yang ia sebarkan atau karena pengobatan secara langsung. Baik karena sengaja ataupun karena tidak sengaja. Para ulama mengklaim ijma akan hal ini. Dalam kitab Nihayatul Mujtahid disebutkan, jika mutathabbib menyebabkan kerusakan (pada kesehatan seseorang) maka ia wajib dicambuk, atau dipenjara atau membayar diyat dari hartanya. Sebagian ulama mengatakan ia wajib membayar aqilah (ganti rugi yang dituntut oleh korban)” (Subulus Salam, 2/363).

Kelima, oleh karena itu tidak semua pengobatan yang dianjurkan ulama itu disebut sebagai Thibbun Nabawi (pengobatan ala Nabi). Dr. Mahmud Nazhim An-Nasimi mendefinisikan Thibbun Nabawi :

الطب النبوي مجموع ما ثبت وروده عن النبي صلى الله عليه وسلم مما له علاقة بالطب، سواء كانت آيات قرآنية أو أحاديث نبوية شريفة

Ath-Thibbun Nabawi adalah kumpulan riwayat-riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkait dengan pengobatan. Baik berupa ayat Al-Qur’an ataupun hadits-hadits Nabi yang mulia” (Ath-Thibbun Nabawi wal Ilmu wal Hadits, 1/7).

Maka tidak semua yang diajarkan para ulama dalam kitab-kitab pengobatan bisa disebut sebagai thibbun nabawi, karena sebagiannya adalah ijtihad dari mereka.

Bahkan sebagian metode pengobatan yang ada dalam hadits, tidak dinisbatkan oleh para ulama sebagai bagian dari agama. Contohnya bekam. Dalam hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhum, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الشِّفَاءُ فِي ثَلاثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ وَشَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَكَيَّةِ نَارٍ وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ

“Kesembuhan itu ada pada tiga hal : meminum madu, sayatan pisau bekam, dan kay. Namun aku melarang umatku melakukan kay” (HR. Bukhari no.5680).

Ulama khilaf apakah anjuran berbekam adalah anjuran lil istihbab (mencari pahala) atau lil irsyad (menyarankan suatu hal yang baik)?. 

* Sebagian ulama yang mengatakan anjuran tersebut lil istihbab. Sehingga bekam merupakan bagian dari agama dan berpahala melakukannya. Ini pendapat yang dikuatkan Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini.

* Sebagian ulama yang mengatakan anjuran tersebut lil irsyad. Sehingga bekam bukan bagian dari agama dan mengerjakannya boleh dan meninggalkannya juga boleh. Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Abdul Muhsin Al-Badr, Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Mayshur Alu Salman, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ar-Rajihi, Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Barrak, Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili.

Jika demikian, maka bagaimana lagi metode-metode pengobatan yang tidak dituntunkan oleh dalil sama sekali? 

Terakhir, pengobatan adalah masalah muamalah sehingga hukum asalnya boleh saja, selama tidak berobat dengan cara yang haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنَّ اللهَ خلق الداءَ و الدواءَ ، فتداوُوا ، و لا تتداوُوا بحرامٍ

“Sesungguhnya Allah telah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah! Namun jangan berobat dengan yang haram” (HR. At-Tirmidzi no. 3874, dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, 1633).

Namun metode pengobatan apapun yang digunakan hendaknya tidak dinisbatkan kepada agama Islam kecuali terdapat dalilnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. 

Wallahu a’lam. Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

KONSULTASI SYARIAH

Hukum Menerima Kado Natal, Bolehkah?

Selain dalam rangka memperingati kelahiran Yesus Kristus, perayaan hari Natal juga identik dengan tradisi saling bertukar kado bersama teman, keluarga, maupun orang-orang terdekat lainnya. Tujuan dari tradisi tukar kado saat natal adalah sebagai bentuk berbagi kasih dengan sesama, baik yang seagama atau tidak.Lantas, bagaimana hukum jika yang menerima kado di hari Natal itu adalah umat muslim? Apakah umat muslim boleh menerima kado di hari Natal?

Hukum Menerima Kado di Hari Natal

Menerima kado dari non muslim pada hari Natal, selama isinya bukan barang haram dalam Islam, hukumnya boleh. Penerimaan tersebut tidak dianggap sebagai bentuk partisipasi terhadap perayaan natal atau pun pembenaran terhadap keyakinan umat kristiani. Malahan hal ini merupakan bentuk penghormatan, kasih sayang dan toleransi antar agama.

Hal ini sebagaimana penjelasan Syekh Zakaria Al-Anshari dalam kitabnya Asna Al-Mathalib Fi Syarhi Raudhi Al-Thalib Juz II halaman 480;

(وَيَجُوزُ قَبُولُ ‌هَدِيَّةِ ‌الْكَافِرِ) لِلِاتِّبَاعِ

Artinya: “Diperbolehkan menerima hadiah (kado) dari orang kafir karena ittiba’ (ikut sunnah kanjeng nabi).”

Rasulullah pun pernah menerima hadiah dari orang non muslim dan (bahkan) bukan hanya sekali. Dalam sebuah hadis dikisahkan bahwa terdapat beberapa raja dan penguasa non muslim yang memberikan hadiah kepada Rasulullah dan diterima dengan baik oleh beliau. 

أهدى كسرى لرسول الله صلى الله عليه وسلم فقبل منه وأهدى له قيصر فقبل، وأهدت له الملوك فقبل منها 

“Raja Kisra memberikan sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau menerimanya. Begitu juga, Kaisar Romawi memberikan sesuatu kepada beliau, dan beliau menerimanya. Para penguasa juga memberikan sesuatu kepada beliau, dan beliau menerima dari mereka.” [HR. Turmuzi]

Imam Al-Nawawi dalam kitab Raudhatul ThalibinJuz V halaman 369 juga mengatakan;

وَأَنَّهُ يَجُوزُ قَبُولُ ‌هَدِيَّةِ ‌الْكَافِرِ

“Bahwasanya boleh menerima hadiah dari non muslim.”

Demikianlah penjelasan terkait hukum menerima kado di hari Natal. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi  al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Hukum Zakat Saham Dalam Islam

Di era modern, investasi saham menjadi jalan bagi banyak orang untuk mengembangkan finansial. Namun, bagi umat Islam, kewajiban berzakat tak terlupakan meski berasal dari investasi saham. Yuk, kita bahas tuntas tentang  hukum zakat saham, mulai dari konsep, perhitungan, hingga penyalurannya!

Zakat merupakan salah satu dari kelima pilar rukun Islam yang tentu saja wajib ditunaikan. Perintah kewajiban menunaikan zakat ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 43 berikut:

Artinya: “Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (Q.S. Al-Baqarah: 43).

Kehadiran zakat sebagai ibadah wajib ini menjadi solusi terbaik untuk mengatasi ketimpangan ekonomi yang dialami oleh sebagian kalangan umat Islam dalam konteks dinamika sosial. Sebab, dengan adanya zakat ini, saudara-saudara umat Islam kita yang mengalami kendala ekonomi dapat terbantu dalam memenuhi kebutuhannya.

Secara garis besar, zakat terbagi menjadi dua macam, yakni zakat fitrah dan zakat mal. Untuk zakat mal ini sendiri, sesuai dengan perkembangan zaman, terdapat beberapa jenis, meliputi: zakat pertanian, zakat perdagangan, zakat pertambangan (emas dan perak), zakat hewan ternak, zakat profesi, bahkan ada zakat saham. Salah satu di antara sekian jenis zakat mal ialah zakat saham. 

Zakat saham merupakan salah satu jenis produk zakat kontemporer yang agaknya belum begitu familiar dalam benak khalayak luas, sehingga mengetahui ketentuan zakat saham ini menjadi perkara penting bagi para investor (penanam modal), khususnya yang berasal dari kalangan umat Islam.

Dewasa ini, investor saham dari kalangan umat Islam tak sedikit jumlahnya. Kendati demikian ini patut kita syukuri. Sebab, kehadiran investor dari kalangan umat Islam ini sedikit banyak telah membuat wajah Islam menampakkan kontribusi konkret bagi perkembangan laju perekonomian di suatu negara, termasuk di Indonesia. 

Akan tetapi, ada satu hal yang patut kita pertanyakan bersama, yakni apakah para investor saham yang berasal dari kalangan umat Islam tersebut sudah tahu ataukah belum bahwa berinvestasi saham ini ada zakatnya? Andaikata kita sebagai umat Islam saat ini sedang berinvestasi saham, maka kita mesti tahu bahwa dalam berinvestasi saham ini ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat manakala telah memenuhi syarat wajibnya zakat saham.

Sebelum membahas lebih detail mengenai zakat saham, terlebih dahulu kita bahas mengenai pengertian dan hukum transaksi saham. Dalam kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu (juz 7, hal. 5036), Syekh Wahbah al-Zuhaili menjelaskan pengertian saham sebagai berikut: 

والسهم: جزء من رأس مال الشركة المساهمة، وهو يمثل حق المساهم مقدرا بالنقود، لتحديد مسؤوليته ونصيبه في ربح الشركة أو خسارتها.

Artinya: “Saham ialah bagian dari modal perusahaan dengan saham gabungan tersebut, dan mencerminkan kepemilikan hak pemegang saham yang dinilai dengan uang untuk menentukan tanggung jawab dan bagiannya dalam laba atau rugi perusahaan.”

Dari keterangan di atas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa saham adalah bagian hak kepemilikan suatu perusahaan yang dimiliki seseorang yang ikut menanam modal (berinvestasi) pada perusahaan tersebut. 

Kemudian, mengenai hukum transaksi saham ini sendiri itu tergantung hukum objek usaha yang dilakukan suatu perusahaan. Apabila objek usaha yang dilakukan suatu perusahaan itu dihukumi halal secara syariat, maka hukum transaksi saham atas perusahaan tersebut juga halal, dan begitupun sebaliknya. 

Dari keterangan ini, maka zakat saham ini hanya dihukumi sah bila dikeluarkan dari saham perusahaan yang legal secara syari’at, dan sebagai muslim sejati kita akan memperhatikan betul soal halal-haramnya suatu objek usaha dari suatu perusahaan yang akan kita beli sahamnya.

Terlepas dari pengertian saham dan hukum transaksinya, kita sebagai umat Islam harus tahu mengenai sejarah, syarat, dan ketentuan zakat saham. Kewajiban zakat saham sebagai salah satu jenis zakat kontemporer ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan para ulama pada Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait (29 Rajab 1404 H). 

Dalam kesepakatan tersebut, zakat saham ini wajib dikeluarkan ketika seorang investor saham telah mendapati bahwa hasil keuntungan sahamnya telah mencapai nishab dalam kurun waktu satu tahun (haul). 

Ukuran Zakat Saham

Adapun nishab zakat saham itu serupa nilainya dengan nishab zakat maal, yakni senilai 85 gram emas dengan tarif zakat sebesar 2,5 %. Dalam praktik yang terjadi di masyarakat luas, zakat saham ini biasanya dilakukan setiap akhir tahun. Saham yang akan dikeluarkan zakatnya akan dinilai berdasarkan harga pasar/bursa saham, bukan berdasarkan harga pada waktu membelinya. Adapun cara menghitung zakat saham dapat menggunakan rumus berikut:

2,5 % x (Capital Gain + Dividen)

Kemudian, dalam hal pembayaran, zakat saham dapat dibayarkan dengan menggunakan nilai rupiah sebagaimana biasa. Namun, Badan Amil Zakat Nasional  (BAZNAS) saat ini telah memberikan kemudahan kepada seluruh investor agar dapat menunaikan zakat sahamnya secara langsung dalam bentuk lembaran saham yang ditransfer ke rekening dana investor milik BAZNAS.  

Dalam aplikasinya, pihak investor tentu perlu mengetahui terlebih dahulu apakah total asset account-nya sudah mencapai nisab atau belum. Apabila sudah, investor dapat menghitung berapa jumlah yang akan dizakati dalam bentuk satuan lot dengan rumus sebagai berikut:

Nominal zakat dalam rupiah: (harga pasar/lembar x 100 lembar)

Untuk memperjelas pemahaman kita mengenai zakat saham, mari perhatikan contoh perhitungan zakat saham di bawah ini: 

Bapak Ahmad selama 1 tahun penuh memiliki total asset account (jumlah capital gain + dividen) senilai Rp.100.000.000,-. Jika harga emas saat ini Rp923.000,-/gram, maka nishab zakat senilai Rp78,455,000,-. Sehingga Bapak Ahmad sudah wajib zakat. Zakat maal yang perlu Bapak Ahmad tunaikan sebesar 2,5% x Rp100.000.000 = Rp2.500.000,-. 

Setelah mengetahui nominal zakat dalam rupiah yang wajib dibayarkan, maka selanjutnya investor dapat melakukan perhitungan & pemindahbukuan portofolio sesuai rekomendasi BAZNAS di atas sebagaimana contoh berikut:

Bapak Ahmad memiliki saham XXXX sebanyak 100 lot dimana harga pasar/lembar sebesar Rp645,- (1 lot sama dengan 100 lembar). Nilai zakat Bapak Ahmad dalam saham adalah Rp2.500.000 : (Rp645,- x 100 lembar) = 38,75 lot/pembulatan menjadi 39 lot. Untuk itu, Bapak Ahmad harus memindahkan 39 lot sahamnya sebagai zakat saham. 

Di Indonesia sendiri, zakat saham yang hendak dibayarkan oleh investor yang juga berstatus sebagai muzakkiy (pembayar zakat) dilakukan dalam bentuk saham yang ada di Daftar Efek Syariah (DES). 

Apabila saham tidak tercantum dalam DES, namun bisnis/usaha utama saham suatu perusahaan yang bersangkutan tidak bertentangan dengan prinsip ajaran syariah (bidang usaha yang berjalan diperbolehkan secara syara’), maka hanya dapat diterima sebagai sedekah/infak. 

Selain itu, sebagai catatan penting mengenai zakat saham ini adalah ketika perusahaan telah mengeluarkan zakatnya sebelum dividen dibagikan kepada para pemegang saham, maka para pemegang saham tidak perlu lagi mengeluarkan zakatnya. Namun, jika perusahaaan belum mengeluarkan zakatnya, maka tentu para pemegang sahamlah yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya.

Demikian penjelasan terkait hukum zakat saham dalam Islam. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

Referensi:

Al-Qur’an Al-Karim.

Fatimah, L. S. (2018). Zakat Saham dan Obligasi dalam Perspektif Hukum Islam.

Zuhailiy, W. (tt). Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu. Link

https://baznas.go.id/zakatsaham#:~:text=Zakat%20saham%20dapat%20dibayarkan%20dengan,rekening%20dana%20Investor%20milik%20BAZNAS.

https://baznas.jogjakota.go.id/page/index/zakat-saham-dan-obligasi

https://baznaskotatangsel.org/berita/layanan/zakat-saham

https://islam.nu.or.id/zakat/konsep-dasar-zakat-dan-ketentuan-hartanya-DGeKg

https://nu.or.id/syariah/zakat-saham-hukum-dan-ketentuannya-uVzoY

https://nu.or.id/syariah/sejarah-awal-dan-dalil-kewajiban-zakat-tXDYi

Hukum Menyegerakan Zakat sebelum Mencapai Haul

Diriwayatkan dari Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أَنَّ العَبَّاسَ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ، فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ

Abbas meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mempercepat pembayaran zakat sebelum waktunya (sebelum genap masa haul), maka beliau memberikan keringanan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 678 dan Al-Hakim 3: 332. Dinilai hasan oleh Al-Albani)

Kandungan hadis

Hadis ini merupakan dalil jumhur ulama fikih untuk menyatakan bolehnya menyegerakan membayar zakat sebelum genap mencapai haul. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Para ulama fikih memberikan catatan bahwa bolehnya tersebut apabila terdapat maslahat tertentu yang mendorong agar zakat tersebut dibayarkan lebih awal, sebelum genap mencapai haul. Meskipun demikian, jika tidak ada maslahat pun, tetap diperbolehkan menyegerakan membayar zakat sebelum haul-nya, berdasarkan hadis ini.

Maslahat tersebut misalnya ketika ada bencana kelaparan di masyarakat, atau karena ada orang-orang fakir yang berhak menerima zakat yang sangat membutuhkan, sampai-sampai tidak memungkinkan kalau menunggu sampai genap haul satu tahun (hijriah).

Menyegerakan membayar zakat merupakan perbuatan ihsan dan perbuatan baik dari orang yang membayar zakat. Sehingga perbuatan tersebut layak untuk dibolehkan dan juga merupakan amal yang diterima. Hal ini karena dalam membayar zakat lebih awal itu terdapat kerelaan dan keridaan hati untuk membayar zakat sebelum sampai pada waktu wajibnya. Di dalam perbuatan tersebut, juga terdapat kedermawanan, kemuliaan, serta bentuk perhatian dan peduli terhadap kondisi kaum muslimin. Sehingga, hal ini termasuk perbuatan yang baik dan kita pun berterima kasih atas perbuatan tersebut.

Menyegerakan membayar zakat itu diperbolehkan dengan syarat jika harta seseorang telah mencapai nishab. Karena nishab adalah sebab wajibnya zakat. Sebab kewajiban zakat adalah adanya nishab. Jika sebab ini tidak ada, maka kewajiban zakat juga tidak ada. Sehingga apabila menyegerakan membayar zakat sebelum mencapai nishab, maka hal itu tidak diperbolehkan (tidak sah). Adapun menyegerakan membayar zakat sebelum mencapai haul, ini termasuk dalam bab menyegerakan suatu ibadah sebelum dijumpai syarat wajibnya; dan ini diperbolehkan. Ini adalah kaidah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab rahimahullah. Yaitu, tidak boleh menyegerakan suatu ibadah, sebelum dijumpai sebab wajibnya. Adapun menyegerakan suatu ibadah sebelum syarat wajibnya, maka diperbolehkan. Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan salah satu contohnya adalah menyegerakan membayar zakat sebelum mencapai haul (Lihat Al-Qawa’id, 1: 24).

Yang menyelishi pendapat jumhur ulama dalam masalah ini adalah ulama Malikiyah. Mereka berpendapat tidak bolehnya menyegerakan membayar zakat sebelum haul, baik harta tersebut telah mencapai nishab ataukah belum. Argumentasi mereka adalah bahwa haul merupakan salah satu syarat wajib zakat, sehingga jika belum mencapai haul, tidak boleh membayarkan zakat. Sebagaimana tidak boleh membayar zakat sebelum mencapai nishab berdasarkan ijmak.

Tidak diragukan lagi, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bolehnya hal ini. Hal ini karena hadis dari Abbas radhiyallahu ‘anhu di atas dengan tegas dan jelas menyatakan bolehnya menyegerakan zakat sebelum mencapai haul.

Contoh kasus adalah sebagai berikut. Seseorang pada tanggal 1 Jumadilakhir 1445 memiliki uang Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Jumlah tersebut telah mencapai nishab. Kewajiban zakatnya adalah 2,5% x Rp. 100.000.000 = Rp. 2.500.000; dan dibayarkan setelah mencapai haul satu tahun hijriah, yaitu (seharusnya) pada tanggal 1 Jumadilakhir 1446. Akan tetapi, karena ada maslahat, orang tersebut membayarkannya lebih awal, yaitu pada bulan Rabiulakhir 1446.

Pada hadis di atas, ‘Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu meminta keringanan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyegerakan membayar zakatnya selama dua tahun (dua haul). Berdasarkan sebab munculnya hadis tersebut, maka para ulama menjelaskan bahwa zakat yang boleh disegerakan adalah zakat selama 2 tahun atau 2 kali haul. Adapun lebih dari itu, maka tidak diperbolehkan. (Lihat Tashilul Ilmam, 3: 118 dan Taudhihul Ahkaam, 3: 332)

Lalu, bagaimana hukum menunda pembayaran zakat, padahal sudah mencapai haul?

Dalam masalah ini, para ulama Hanafiyah berpendapat bolehnya menunda (mengakhirkan) pembayaran zakat setelah mencapai haul. Mereka mengatakan bahwa zakat adalah kewajiban yang sifatnya muwassa’ (waktunya longgar, tidak harus dibayarkan langsung setelah mencapai haul).

Adapun jumhur ulama, termasuk di antaranya adalah Imam Ahmad, Asy-Syafi’i, dan Imam Malik rahimahumullah, berpendapat tidak bolehnya menunda membayar zakat. Di dalam kitab Al-Mughni disebutkan bahwa kewajiban zakat adalah kewajiban yang sifatnya segera ditunaikan, menurut pendapat yang lebih kuat. Oleh karena itu, orang yang menunda pembayaran zakat itu berhak mendapatkan hukuman. Hal ini karena bersegera dalam membayarkan zakat merupakan bentuk bersegera dalam mengerjakan ketaatan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ

“Maka, berlomba-lombalah (dalam berbuat) kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)

Demikianlah pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat untuk kaum muslimin.

***

@Rumah Kasongan, 18 Jumadilawal 1445/ 2 Desember 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/90345-hukum-menyegerakan-zakat-sebelum-mencapai-haul.html
Copyright © 2023 muslim.or.id

Empat Kunci Masuk Surga

Surga merupakan tempat impian yang dirindukan oleh orang-orang yang beriman. Di sanalah tempat kebahagiaan sejati, yang tiada lagi kesedihan, kekecewaan, dan penderitaan, seperti yang dialami tatkala hidup di dunia. Bahkan, orang terakhir yang masuk ke dalam surga dan mendapatkan derajat terendah di sana memiliki kenikmatan yang jauh lebih besar dan tiada bandingannya dengan kenikmatan yang ada di dunia yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan belum pernah pula terbetik dalam hati manusia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنِّى لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى

فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا

قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً

“Sesungguhnya aku tahu (diberi tahu oleh Allah) siapa orang yang paling terakhir dikeluarkan dari neraka dan paling terakhir masuk ke surga. Yaitu, seorang laki-laki yang keluar dari neraka dengan merangkak.

Kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘Pergilah engkau, masuklah engkau ke surga.’

Ia pun mendatangi surga, tetapi ia ditampakkan bahwa surga itu telah penuh.

Ia kembali dan berkata, ‘Wahai Rabbku, aku mendatangi surga, tetapi sepertinya telah penuh.’

Allah berfirman kepadanya, ‘Pergilah engkau dan masuklah surga.’

Allah berfirman kepadanya, ‘Pergilah engkau dan masuklah surga, karena untukmu surga seperti (kemewahan seorang raja) di dunia dan dikalikan sepuluh kali lipat darinya.’”

Kemudian Rasulullah bersabda, “Itulah penghuni surga yang paling rendah derajatnya. (HR. Bukhari no. 6571, 7511 dan Muslim no. 186, 189)

Dalam riwayat lain disebutkan,

إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً مَنْ يَسْعَى عَلَيْهِ أَلْفُ خَادِمٍ كُلُّ خَادِمٍ عَلَى عَمَلٍ لَيْسَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ

“Sesungguhnya penghuni surga yang paling bawah adalah seseorang yang memiliki 1000  pelayan yang selalu siap melayaninya. Setiap pelayan memiliki tugas yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.” (HR. Baihaqi. Lihat Shahih At-Targhib no. 3705)

Untuk masuk ke dalam surga, tentu ada beberapa tiket atau kunci yang harus dimiliki. Siapa saja yang berhasil memiliki kunci tersebut, maka ia akan masuk surga. Ada empat kunci surga yang diterangkan dalam surat Al-’Asr.

Allah Ta’ala berfirman,

إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, saling menasihati supaya menaati kebenaran, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 3)

Pertama, iman yang dilandasi ilmu (agama)

Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu agama, terutama ilmu yang berkaitan dengan tata cara beribadah kepada Allah dan mengesakan-Nya, juga ilmu yang terkait prinsip syariat-syariat islam, muamalah, halal haram, dan sebagainya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مَسْلَمٍ

Menuntut ilmu (agama) wajib bagi setiap muslim. (HR. Ibnu Majah no. 224)

Tanpa ilmu, seseorang tidak akan tahu bagaimana amalan-amalan agar bisa masuk ke dalam surga dan hal-hal yang menjerumuskannya ke dalam api neraka.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunjawabannya.” (QS. Al-Isra’: 36)

Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan orang yang menempuh jalan menuntut ilmu (agama) akan dimudahkan menuju surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR. Muslim, no. 2699)

Kedua, amal (menerapkan ilmu)

Setelah seseorang mempunyai dan mengetahui ilmu, maka ia harus bersunggung-sungguh untuk mengamalkannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۖ لَّهُمْ فِيهَآ أَزْوَٰجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۖ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلًّا ظَلِيلًا

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Mereka di dalamnya mempunyai istri-istri yang suci. Dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (QS. An-Nisa’: 57)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتىَّ يَسْأَلَ عَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ بِهِ

“Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga dia ditanya tentang ilmunya, apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut. (HR. Ad-Darimi no. 537)

Ketiga, dakwah (membagikan/mengajarkan ilmu)

Orang yang pertama kali wajib kita dakwahi dan tularkan ilmu yang sudah didapat adalah keluarga, baru kemudian orang lain. Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Dalam firman-Nya yang lain,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh?” (QS. Fushshilat : 33)

Sungguh, masih dalam keadaan merugi orang yang telah mengetahui ilmu agama (kebenaran), akan tetapi ia tidak berusaha menyelamatkan saudaranya dengan mengajak mereka untuk memahami dan melaksanakan Islam dengan benar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, hingga ia senang apabila saudaranya memperoleh sesuatu yang juga ia senangi. (HR. Bukhari)

Dalam sabda yang lain,

فَوَاللَّهِ لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

“Demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seseorang dengan perantara dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah. (HR. Bukhari)

Keempat, sabar (dalam mencari ilmu, mengamalkan ilmu, dan membagikan ilmu)

Pada akhir tafsir surah Al-‘Ashr ini, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata,

Maka, dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir (berdakwah dan bersabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat kriteria tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian (neraka) dan mendapatkan keuntungan yang besar (surga).(Lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 934)

Jalan menuju surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak disukai manusia karena manusia itu lebih condong kepada sikap santai dan rehat. Oleh karenanya, sabar diperlukan dalam setiap perjuangan untuk mencari, mengamalkan, dan menularkan ilmu yang didapat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

حُجِبت النار بالشهوات، وحُجبت الجنة بالمَكَاره

“Neraka ditutupi dengan syahwat dan surga ditutupi dengan hal-hal yang tidak disukai.” (HR. Bukhari)

***

Penulis: Arif Muhammad N.

Sumber: https://muslim.or.id/90245-kunci-masuk-surga.html
Copyright © 2023 muslim.or.id

Arti Mimpi Masuk Masjid

Dalam mimpi, sering muncul beberapa kejadian fenomena yang mustahil atau sulit terjadi di dunia nyata, sering juga kita bermimpi aktivitas sehari-hari yang mungkin terjadi di kehidupan nyata seperti mimpi masuk masjid menurut ulama. Lantas, bagaimanakah arti mimpi masuk masjid menurut ulama?

Dalam literatur kitab klasik, dijumpai beberapa keterangan mengenai tafsir mimpi masuk masjid menurut ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa seseorang yang bermimpi masuk masjid, hal itu pertanda dia akan merasa aman, nyaman dan bertambah taqwanya.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Al-Isyarat fi Ilmil Ibarot, halaman 33 berikut,

من رأى جامعاً أو مدرسة أو مسجداً فهو أمن. ومن رأى أنه يعمر ذلك يكون عالماً يقتدى به.وقال جابر المغربي من رأى أنه يعمر مسجداً فإنه يتزوج امرأة دينة . ومن رأى أنه في جامع أو مدرسة أو مسجد وحوله ورد وأزهار وخضرة منثورة يظن فيه السوء وهو بريء من ذلك. ومن رأى أنه دخل مكاناً منها فإنه أمن وراحة وزيادة تقوى،

Artinya : “Barangsiapa bermimpi melihat pondok, sekolah, atau masjid, maka hal itu pertanda hidupnya akan aman. Barangsiapa bermimpi melihat bahwa ia membangun tempat-tempat itu, maka ia akan menjadi ulama yang diikuti. Jabir al-Maghribi mengatakan bahwa barangsiapa melihat bahwa ia sedang membangun masjid, maka ia akan menikah dengan seorang wanita yang religius. 

Barangsiapa melihat bahwa dia berada di pondok, sekolah, atau masjid dan di sekelilingnya ada mawar, bunga, dan tanaman hijau yang berserakan, lalu dia memikirkan hal buruk, maka dia akan terbebas dari hal buruk itu. Barang siapa melihat dirinya memasuki salah satu tempat diatas, maka dia akan merasa aman, nyaman dan bertambah takwanya.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa seseorang yang bermimpi masuk masjid, hal itu pertanda dia akan merasa aman, nyaman dan bertambah takwanya.

Demikian penjelasan mengenai tafsir atau arti mimpi masuk masjid menurut ulama. Semoga penjelasan ini memberikan manfaat dan pengetahuan bagi kita semua. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Dijenguk saat Sakit, Seorang Anak Yahudi Ini Masuk Islam

Islam mengajarkan saling mengasihi sesama manusia.

Sebuah hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik RA menunjukkan betapa mulianya perilaku Nabi Muhammad SAW kepada seorang anak Yahudi. Dalam hadits tersebut dikatakan:

كانَ غُلَامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَمَرِضَ، فأتَاهُ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقالَ له: أسْلِمْ، فَنَظَرَ إلى أبِيهِ وهو عِنْدَهُ فَقالَ له: أطِعْ أبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فأسْلَمَ، فَخَرَجَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وهو يقولُ: الحَمْدُ لِلَّهِ الذي أنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ.

Seorang anak Yahudi yang biasa melayani Nabi Muhammad SAW menderita sakit. Lalu Nabi SAW membesuknya, kemudian dia duduk di sisi kepalanya. Lalu berkata, “Masuk Islamlah.”

Sang anak memandangi ayahnya yang ada di sisi kepalanya. Kemudian sang ayah berkata kepadanya, ‘Taatilah Abal Qasim shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Maka anak tersebut masuk Islam. Lalu Rasulullah SAW keluar seraya berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.” (HR Bukhari)

Dari hadits itu, Nabi Muhammad SAW memberikan contoh yang paling indah tentang belas kasih pada sesama manusia, sekalipun mereka adalah Ahli Kitab. Nabi Muhammad SAW juga menunjukkan tekadnya untuk menuntun mereka ke dalam Islam.

Anak yang dimaksud dalam hadits itu ialah seorang anak laki-laki dengan usia mendekati usia baligh dan dia melayani Nabi Muhammad SAW. Suatu ketika, anak itu jatuh sakit, lalu Nabi SAW datang menjenguknya.

Kemudian Nabi SAW duduk di dekat kepala anak lelaki itu, dan diajaknya untuk memeluk Islam. Pandangan anak itu kepada ayahnya, menunjukkan bahwa dia memiliki rasa khawatir kepada sang ayah. Lalu dijawablah oleh sang ayah sebagaimana ada dalam hadits tersebut. Abu Al Qasim adalah julukan Nabi Muhammad. Setelah itu anak tersebut masuk Islam dengan terlebih dulu mengucapkan kalimat syahadat.

Dari hadits itu, diketahui bahwa orang non-Muslim melakukan suatu pekerjaan untuk orang Muslim. Syaratnya, tidak ada kekhawatiran adanya tipu muslihat dari mereka. Hadits ini juga menunjukkan, datangnya Nabi SAW untuk membesuk merupakan alasan bagi anak Yahudi itu memeluk Islam.

KHAZANAH

Mengenal Alexander Russel Webb, Mualaf Kulit Putih Pertama di Amerika

Russel Webb juga merupakan tokoh Islam yang sangat berpengaruh menyebarkan dakwah.

Saat ini jumlah mualaf kulit putih di Amerika Serikat begitu banyak. Namun, siapa sebenarnya orang kulit putih pertama yang menjadi mualaf di negeri Paman Sam itu?

Dilansir di About Islam, Rabu (13/12/2023), Alexander Russel Webb merupakan orang kulit putih pertama di Amerika yang memeluk Islam. Tak hanya menjadi mualaf biasa, Russel Webb juga merupakan tokoh Islam yang sangat berpengaruh menyebarkan dakwah dan ajaran Rasulullah SAW.

Siapa dan bagaimana pengaruh kemualafan Russel Webb? Alexander Russel Webb atau yang nama lengkap Muslimnya adalah Mohammed Alexander Russel Webb, lahir di Amerika pada 9 November 1846.

Dia merupakan seorang jurnalis, penulis, penerbit, sekaligus Konsul Jenderal Amerika Serikat untuk Filipina. Ia merupakan orang kulit putih pertama Amerika yang masuk Islam, yakni pada 1889. Para sejarawan menganggapnya sebagai orang Amerika sebagai golongan awal mualaf di negeri Paman Sam.

Pada 1893, ia menjadi satu-satunya yang mewakili Islam di Parlemen Agama-Agama Dunia yang pertama. Sosok Russel merupakan seorang sastrawan dan cendekia cerdas yang menjadi tokoh krusial penyebaran Islam di Amerika Serikat.

Setelahnya, penyebaran Islam di negeri Paman Sam tersebut menemui dinamikanya tersendiri. Tofik Pram dalam buku Tujuh Mualaf yang Mengharumkan Islam menjelaskan setelah kunci pintu penyebaran Islam dibuka oleh Alexander, Islam kian ‘menggejala’ di Amerika. Orang-orang di Amerika berbondong-bondong ingin mengetahui Islam, sebagian di antara mereka pun menjadi mualaf.

Peristiwa 11 September 2001 yang sempat diduga akan membalikkan tren perkembangan Islam di negara-negara barat, khususnya Amerika, ternyata justru menjadi titik tolak keinginan masyarakat Barat untuk mengetahui Islam lebih jauh lagi. Bahkan pada saat itu, Alquran sempat menjadi bacaan paling laris yang dibeli di banyak toko buku.

Sempat muncul perlambatan jumlah orang yang memeluk Islam di Amerika selama 2002. Namun, sejak 2003, situasinya justru berbalik arah. Laju pertambahan orang yang masuk Islam malah lebih cepat. Bisa jadi ini merupakan hidayah Alquran yang makin banyak dibaca di sana.

Sangat dimungkinkan mereka yang membaca dan menelaah Alquran terbuka matanya bahwa Islam adalah rahmat alam. Islam sama sekali tak terkait dengan terorisme. Salah kaprah pemahaman Islam di Amerika adalah akses kecenderungan media massa Barat yang paling gemar menampilkan Islam sebagai seburuk-buruknya ajaran.

Paranoia itu tak bisa membekap fakta jika agama Islam justru berkembang pesat di Amerika. Tahun 2010, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memperkirakan jumlah penduduk Muslim Amerika akan melampaui jumlah kaum Yahudi di sana. Islam akan menjadi agama terbesar nomor dua di negara itu setelah Kristen.

Meski data pertumbuhan penduduk Muslim di sana masih simpang siur, namun berdasarkan berbagai sumber penduduk Muslim Amerika berada pada kisaran 5-8 juta jiwa. Antara tahun 1990-1995, sekitar 17.500 orang Amerika keturunan Afrika berpindah ke agama Islam setiap tahun. Berdasarkan data Islamic Center, orang Amerika yang masuk Islam meningkat terus selama 2001-2007.

Bahkan kini, perang antara Israel dengan Palestina banyak membuka mata publik non-Muslim internasional dalam memahami Islam. Dengan keteguhan masyarakat Palestina terhadap agama meski dibombardir Zionis, kalimat tayyibah justru kerap mereka ucapkan. Maka, non-Muslim mulai mencari-cari makna dari kalimat hasbunallah wa nikmal wakil, alhamdulillah, dan sebagainya.

KHAZANAH

Demi Hormati Tamu, Nabi Muhammad Meringkas Sholatnya

Ia rela meringkas sholatnya dan melanjutkannya kembali ketika tamunya pulang.

Seluruh gerak dan gerik Nabi Muhammad adalah pelajaran dan patut dijadikan contoh oleh umatnya. Termasuk bagaimana dia memperlakukan tamu yang datang kepadanya secara baik.

Ada banyak kisah yang menunjukkan kebaikan perilaku Rasulullah kepada para sahabatnya maupun orang lain. Salah satunya ketika dia harus meringkas sholatnya ketika ada tamu.

Dikutip dari buku Akhlak Nabi Muhammad SAW karya Ahmad Muhammad al-Hufy, Rasulullah meringkas atau meringankan sholatnya saat tamu datang kepadanya. Tentu sholat yang dimaksud bukan menghilangkan syarat sah sholat.

Rasulullah kemudian bergegas menemui tamu tersebut. Nabi SAW kemudian menanyakan keperluan tamu tersebut. Ketika keperluan tamu tersebut selesai dan pulang, Rasulullah kembali melanjutkan sholatnya.

Sikap Rasulullah tersebut menunjukkan betapa baiknya dia dalam menghormati tamu. Ia rela meringkas sholatnya dan melanjutkannya kembali ketika tamunya pulang.

Islam memang menganjurkan bagaimana memuliakan tamu. Sebab sikap tersebut merupakan bagian dari akhlak dan dapat memelihara silaturahim agar tetap utuh.

Rasulullah juga pernah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

ISLAMDIGEST

Tips Meredam Amarah dari Salafus Shalih

Amarah adalah emosi yang normal dan wajar dialami oleh setiap orang. Namun, jika amarah tidak dikelola dengan baik, maka dapat menimbulkan berbagai masalah, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui cara meredam amarah dengan baik. Nah berikut adalah beberapa tips meredam amarah.

Amarah adalah salah satu hal yang sangat mempengaruhi tindakan buruk seseorang. Dari amarah akan lahir dampak yang buruk, baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri. sehingga menjadi orang yang sabar adalah kunci keselamatan untuk kita lebih-lebih untuk orang lain. Saking pentingnya menjaga amarah sampai Rasulullah Saw mewanti-wanti berulang kali kepada kita para umatnya untuk tidak gampang marah.

عن أَبي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَجُلا قَالَ لِلنَّبِي (صلى الله عليه وسلم) : أَوْصِنِى، قَالَ: (‌لا ‌تَغْضَبْ) ، فَرَدَّدَ مِرَارًا، قَالَ: (‌لا ‌تَغْضَبْ).

Artinya; “Dari Abu Hurairah Ra, Sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. ia berkata wahai Rasulullah berilah ‘aku wasiat’. Lalu Rasulullah Saw bersabda; ‘Jangan marah’ beliau bersabda berulangkali ‘jangan marah’.” (HR. Imam Bukhari).

Bahkan diriwayatkan Rasulullah Saw pernah bersabda bahwa salah satu sebab dari murka Allah Swt adalah amarah.

وري عن أنس: أن رَجُلا قَالَ: يا رسول الله فما أشد من كل شيء؟ قَالَ (غْضَب الله) فما ينجي من غَضَب الله ؟ قال (‌لا ‌تَغْضَبْ).

Artinya; “Dari Anas Ra, Sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. ia berkata wahai Rasulullah ‘Apa yang paling berat dari segala sesuatu’ lalu Rasulullah Saw menjawab ‘murka Allah’, lalu si laki-laki itu bertanya lagi ‘Apa yang bisa menyelamatkan dari murka Allah’ Rasul kembali menjawab ‘Jangan marah’.” (HR. Imam Ahmad).

Nah, oleh karena itu penting sekali kita pandai-pandai menjadi orang yang bisa meredam amarah. Berikut ini adalah tips meredam amarah dari salafus shalih.

Tips Meredam Amarah 

Di dalam kitab Jawahirul Lu`luiyah Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-jurdaniy menjelaskan tips meredam amarah.

وله دواء مانع ودواء رافع: فالمانع: كأن يتذكر ما يترتب عليه من المفاسد، وما جاء في فضل الحلم وكظم الغيظ. والرافع: كأن يتذكر ذلك، وينتقل من موضعه، ويستعيذ بالله من الشيطان، و يغتسل أو يتوضأ، وإن غضب وهو قائم جلس أو اضطجع.

Artinya; “Marah itu ada tips untuk meredam dan menghilangkan amarah. Maka adapun tips meredam amarah adalah dengan cara mengingat dampak buruk yang muncul ketika marah, dan mengingat keutamaan sabar dan keutamaan menahan amarah, selain itu juga yang dapat menghilangkan amarah adalah menghindari tempat, meminta perlindungan Allah dari setan, mandi atau berwudhu`, dan jika marah dalam keadaan berdiri maka duduk atau memilih berbaring.”

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada banyak sekali tips yang kita bisa ambil untuk menghilangkan amarah dalam diri kita sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Demikian penjelasan mengenai tips meredam amarah dari Salafus Shalih untuk meredam amarah. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH